.
.
Tidur nyenyak Hayi terusik oleh kecupan ringan yang mendarat dipuncak kepalanya berulang kali. Padahal ia masih ingin menikmati waktu tidurnya sebentar lagi di Minggu pagi yang cukup teduh ini, namun sepertinya orang itu lebih menikmati saat-saat yang ia punya untuk mengganggu Hayi.
"Wake up, sleeping beauty"
Akhirnya dengan berat Hayi pun membuka mata saat kecupan-kecupan itu mulai turun menjamah bibirnya dan suara bisikan yang terdengar sangat familiar disana juga tertangkap oleh indera pendengarannya. Orang itu adalah Hanbin.
Jadi lelaki itu benar-benar pulang dengan penerbangan paling pagi? batinnya.
Ikut membaringkan tubuhnya disamping Hayi, Hanbin lantas memeluk wanita itu erat-erat. Seolah takut kalau Hayi akan pergi jika ia tidak menahannya disana saat itu.
"Hayi, kamu boleh marah sama aku sekarang, tapi tolong jangan diemin aku lagi kaya kemarin ya" ucap Hanbin. "—aku tau aku salah, harusnya aku minta maaf lebih awal"
Hayi terdiam, ia selalu kehilangan kata-katanya begitu saja setiap kali Hanbin mengatakan maaf padanya. Hayi akui, ini memang bukan kesalahan laki-laki itu sepenuhnya, harusnya Hayi juga bisa memahami keadaan diantara mereka –bahkan sejak kali pertama ia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Hanbin, harusnya Hayi sudah mempersiapkan diri untuk hal-hal seperti ini dikemudian hari. Tapi mengapa rasanya ia jadi semakin egois akhir-akhir ini.
Sebenarnya Hayi hanya merasa sedikit kecewa saja dengan sikap Hanbin yang begitu terus terang setiap kali ia mencoba untuk menggiring percakapan mereka kearah itu.
"Aku gak marah sama kamu"
Hanbin mengendurkan pelukannya dan menatap wanita itu kemudian.
Lantas Hayi mengangkat naik sudut-sudut bibirnya, menghadiahi Hanbin sebuah senyum tipis.
"—aku cuma merasa kehilangan sedikit kepercayaan diri saat kamu bilang kaya gitu. Aku takut kalo gak ada ikatan pasti diantara kita, suatu saat kamu bisa aja pergi ninggalin aku. Aku gak mau kehilangan kamu, Bin"
Wanita mungil itu tanpa sadar menitihkan air matanya. Pada akhirnya ia pun tak lagi sanggup membendung apa yang sudah ia coba tahan sejak kemarin. Tak apa, ia hanya ingin Hanbin tau yang sebenarnya. Ia ingin Hanbin memikirkan tentang perasaannya juga kedepannya. Siapa tau saja dengan begitu pandangan Hanbin perlahan bisa berubah nantinya.
Hanbin mencium bibir Hayi sekali lagi dan membawa sebelah ibu jarinya naik untuk mengusap air mata wanita itu. Ia tak suka melihat Hayi menangis, apalagi jika wanita itu menangis karena dirinya.
"Aku gak akan pernah ninggalin kamu, Hayi" ujar Hanbin sambil menempelkan dahinya kedahi sang kekasih. "—kamu adalah segalanya buat aku –dengan atau tanpa adanya ikatan itu"
Hayi menarik kembali tubuh Hanbin untuk merapatkan pelukan mereka. Seketika memagut bibir tebal lelaki itu juga dan menahannya disana. Biasanya Hayi yang selalu tenang tidak pernah menunjukan sisi inisiatif-nya ini didepan Hanbin. Namun entah bagaimana itu bermula, Hayi sendiri juga tidak tau jelas. Ia hanya merasa kalau hasratnya kini ikut meluap bersamaan dengan suara rintik hujan yang mulai turun diluar jendela.
.
.
Hayi terbangun karena ia mulai merasakan lapar diperutnya. Sejak semalam ia belum makan apa-apa, dan tadi pagi saat Hanbin kembali mereka malah menghabiskan waktu bersama. Seluruh tubuhnya terasa sakit semua, Hanbin masih terlalu tangguh seperti biasanya.
Dari luar jendela besar apartment-nya dapat Hayi lihat kalau sinar matahari sudah mulai turun menghantarkan langit jingga yang indah. Hujan telah reda, syukurlah.
Wanita itu tersenyum kecil sambil memandangi wajah Hanbin yang masih terbaring tepat disampingnya.
Tidurnya lelap sekali, batin Hayi.
Meninggalkan satu kecupan ringan didahi lelaki itu, Hayi pun kemudian memutuskan untuk lebih dulu membersihkan diri. Ia akan membiarkan Hanbin beristirahat lebih lama disini dan baru akan membangunkannya nanti jika makan malam mereka sudah siap.
.
Hanbin mendapati Hayi sudah tidak berada disampingnya ketika ia terbangun. Beberapa kali ia coba menyerukan nama wanita itu namun tidak ada satupun jawaban yang ia dapatkan. Akhirnya Hanbin pun bangkit dari atas ranjang dan segera bergegas keluar dari dalam kamar setelah ia mengenakan jubah mandi secara sembarang.
"Hay?"
Hanbin berhenti tepat didepan pantry.
"—disini kamu rupanya"
"Baru aja aku mau bangunin kamu"
Hayi tersenyum disana menyambut Hanbin yang lalu memeluknya.
"—mandi dulu sana, abis itu baru kita makan"
Hanbin mengangguk diatas puncak kepala Hayi namun pelukannya tak mengendur sama sekali.
"—Bin... nanti makanannya keburu dingin nih"
.
Hanbin kembali memasuki dapur setelah ia selesai dengan urusannya. Menghampiri Hayi kemudian, lalu memberi satu kecupan singkat dipipi wanita itu sebelum ia menarik kursi.
"Aku tau kamu udah mandi"
Hanbin tertawa kecil, rupanya Hayi cepat menanggapi.
"—kamu wangi"
"Jadi, sekarang aku udah boleh makan?"
Hayi mengangguk. Dengan cekatan ia pun mulai melayani lelaki itu.
"Oh iya Bin, tadi waktu kamu mandi handphone kamu bunyi terus. Coba nanti kamu cek, siapa tau ada yang penting"
"Iya, nanti aku cek. Sekarang aku mau fokus sama dinner kita dulu"
Hayi mendecih kecil, lalu tersenyum kemudian.
.
~
Bobby
3 missed call
~
Bobby
'Ternyata dugaan gue bener, itu cewek emang naksir sama lo'
~
.
.
Holo ^^
next?
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLO [END]
ChickLit"Saat kau tak lagi ragu, maka genggamlah tanganku dan ikat aku" -Lee Hayi ... "Jika saja ikatan itu tak terlalu tabu, mungkin aku akan berhenti meragu" -Kim Hanbin . . . ❤ BiHi Story ❤ [Telah selesai pada tgl 10/06/22]