.
.
Orang bilang, tahun kelima dalam sebuah hubungan adalah tahun yang sulit. Akan ada lebih banyak pertimbangan dan keputusan yang harus kita ambil. Karena bertahan selama lima tahun bukanlah waktu yang singkat, pastinya telah banyak pula hal yang dipertaruhkan untuk bisa sampai ketitik ini. Lalu akan berakhir dimanakah semua yang telah kita mulai itu?
Jelas pernikahan adalah jawaban yang diinginkan oleh kebanyakan orang,
...tak terkecuali juga aku.
Hayi menutup novel kesayangannya sambil menguap kecil. Tanpa melihat jam didinding pun ia sudah tau kalau sekarang pasti sudah sangat larut. Bukannya menarik selimut untuk tidur, wanita itu justru beringsut turun dari ranjangnya. Berjalan keluar kamar lalu pergi menuju ruang kerja.
Mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka, Hayi dapat melihat orang itu duduk disana. Begitu fokus menatap layar pc-nya dan sesekali sibuk dengan tumpukkan lembar kerja diatas meja.
~ttok ttok!
Hayi mengetuk pelan pintu tersebut.
Membuat lelaki didalam ruangan itu seketika menoleh, menyambut kehadiran Hayi dengan senyum lesung pipinya.
"Kamu belum tidur?"
Tanya lelaki itu pertama kali.
Sambil menggeleng lemah Hayi berjalan menghampirinya.
"Kamu sendiri, belum selesai?"
Diraihnya bahu lelaki itu, lalu ia beri sedikit pijatan ringan.
"Udah malem banget, kamu tidur duluan aja ya. Gak usah nungguin aku"
"Tapi aku mau tidur sama kamu, Bin"
"Kerjaan aku masih belum selesai, Hayi"
"Emangnya gak bisa kalo dilanjutin besok lagi?!"
Lelaki itu tertawa kecil melihat perubahan jelas diraut wajah kekasihnya. Ia tau kalau Hayi hanya sedang mengkhawatirkan kesehatannya saat ini.
"Tanggung, tinggal sedikit lagi. Aku janji kalo semuanya udah beres, aku bakal langsung nemenin kamu tidur. Oke?"
Hayi hanya bisa membuang nafas berat, jika Hanbin -kekasihnya sudah berkata demikian. Siapa yang bisa menghentikan si workaholic ini? bahkan Lee Hayi pun angkat tangan.
"Hm..."
Menyudahi itu, lantas Hayi pun beranjak dari sana. Sampai ia mengingat sesuatu sesaat sebelum ia meraih kenop pintu.
"-oh ya, Bin"
"..."
"-tadi siang mamah nelepon aku. Dan dia ...nanyain tentang hal itu lagi"
Hanbin jelas tau kemana arah pembicaraan ini. Namun sekarang ia rasa bukan waktu yang tepat untuk mendiskusikannya dengan Hayi. Terlebih ia tidak ingin menyinggung perasaan wanita itu, karena setiap kali mereka membahasnya selalu saja berakhir dengan perselisihan.
"-aku cuma mau ngasih tau kamu aja, jangan terlalu dipikirin ya"
Hayi juga mengerti tentang keadaan Hanbin. Ia hanya belum siap untuk itu.
Melepas kacamata bening yang sedari tadi bertengger manis dihidung bangirnya, Hanbin seraya berujar pelan.
"Aku minta maaf sama mamah kamu, karena untuk sekarang aku masih belum bisa kasih kepastian"
"Ya, aku ngerti kok. Nanti aku akan coba bicarain lagi sama mamah"
.
.
Sudah lima tahun mereka menjalin hubungan. Dan bahkan dua tahun lalu mereka juga sudah sepakat untuk tinggal bersama disebuah apartment yang khusus Hanbin beli untuk Hayi. Semua nampak baik-baik saja dari luar. Bahkan siapa pun yang melihat romansa diantara kedua orang itu pasti berpikir kalau kisah cinta mereka akan berakhir pada pernikahan yang indah.
Hanbin tidak kekurangan uang, dia tampan dan punya kedudukan. Orang mengenal ia sebagai CEO -merangkap arsitektur diperusahaannya sendiri -131 Tower, yang bergerak dibidang konstruksi skala besar di kota itu. Namun hanya sebatas itu yang orang lain tau, selebihnya Hanbin hanya membagi sisi lain dirinya kepada Hayi saja.
Hayi merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Menarik selimut dengan hati yang tidak tenang. Ia merasa agak menyesal karena telah memberitahu Hanbin perihal telepon dari ibunya siang tadi. Ia takut kalau lelaki itu akan merasa tidak nyaman karena ini sudah kesekian kalinya Ibunda Hayi mendesak hal yang sama padanya.
Beberapa menit berlalu dan Hayi masih belum juga bisa memejamkan matanya. Padahal jelas-jelas tadi saat ia membaca novel, rasa kantuk itu sudah mengusiknya. Lantas kemanakah perginya sekarang?
Pintu kamar tidurnya terbuka perlahan, membawa sosok Hanbin masuk kedalam.
Lelaki itu tidak mengatakan sepatah kata pun, dan langsung berbaring sambil memeluknya dari belakang.
"Loh! udah selesai?"
Tanya Hayi sedikit heran. Rasanya belum lama sejak ia meninggalkan area ruang kerja lelaki itu tadi.
Hanbin hanya menjawab dengan sebuah anggukkan kecil, sebelum akhirnya ia menyusupkan kepalanya diantara cerukan leher seputih susu milik Hayi.
"-Bin?"
"Aku minta maaf"
Ujarnya lemah.
"..."
"-aku minta maaf, Hayi"
Dan ia pun terus mengulang kalimat yang sama sepanjang malam.
.
.
Holo ^^
akhirnya chapter 1 muncul juga nih kepermukaan
pemanasan dulu ya hihihiii 😂
...
kok word-nya dikit banget sih?? Iya, emang konsepnya gitu. Jadi jangan pada ngeluh ya awokwok. Kita nikmatin aja alurnya pelan-pelan
semoga kalian betah dan ngikutin HOLO terus sampai selesai 😚

KAMU SEDANG MEMBACA
HOLO [END]
Literatura Feminina"Saat kau tak lagi ragu, maka genggamlah tanganku dan ikat aku" -Lee Hayi ... "Jika saja ikatan itu tak terlalu tabu, mungkin aku akan berhenti meragu" -Kim Hanbin . . . ❤ BiHi Story ❤ [Telah selesai pada tgl 10/06/22]