Chapter 24

88 17 15
                                    

.

.

Belum sempat wanita itu mengangkat kepalanya, Hanbin sudah lebih dulu memeluk tubuh mungilnya. Memberi Hayi satu kecupan lembut di kening dan menahannya cukup lama disana.

"Sejak kapan?"

Tanya lelaki itu kemudian.

"Aku juga baru tau setelah aku ngecek beberapa hari yang lalu"

Ada kegusaran yang tersirat samar ketika akhirnya Hayi memberitau Hanbin -juga mengenai hal ini.

"Lantas kenapa kamu baru bilang sekarang? kalau tau lebih awal kan aku jadi bisa lebih merhatiin keadaan kamu"

Hayi menggeleng pelan sambil tersenyum getir.

Bukan hanya karena ia tak ingin memperkeruh keadaan dengan mengumumkan kehamilannya ditengah masalah proyek Jeju, Hayi juga sebenarnya saat ini sedang ragu apakah Hanbin akan segera mengambil keputusan untuk menikahinya atau malah tetap bertahan pada ideologi lelaki itu.

"Apa akan ada yang berubah -jika aku kasih tau kamu lebih awal tentang kehamilan ini?"

Tatapan sendu wanita itu seolah memohon akan jawaban lain -jawaban yang ia harap bisa sedikit meninggikan angannya.

"Hay-"

...

Dari apa yang Hayi tangkap, sepertinya jawaban Hanbin akan tetap sama -seperti biasa.

"-kita bicarakan soal itu nanti ya. Sekarang lebih baik kamu istirahat dulu"

Benar, seperti biasanya. Terus mengulur, terus berlari. Entah sampai kapan.

Bersamaan dengan anggukan lemah itu Hayi pun melepaskan tangan Hanbin yang menggenggam kedua bahunya. Melangkahkan kakinya mundur, membuat jarak diantara mereka menjadi semakin nyata.

Tidak ada percakapan apapun lagi setelah itu, sampai akhirnya Hayi memutuskan untuk beranjak pergi dari hadapan Hanbin.

.

Hayi membaringkan tubuhnya diatas ranjang. Sambil memejam, ia seraya meraba perut ratanya dalam diam. Saat ini ia memang masih belum bisa merasakan apa-apa, akan tetapi mengetahui kalau kini ada nyawa lain yang ikut tumbuh didalam tubuhnya membuat ia tak kuasa menahan air mata. Hayi tentu merasa bersyukur atas hal itu, terlebih karena jabang bayi yang ia kandung saat ini adalah buah cintanya dengan Hanbin -satu-satunya lelaki yang ia kasihi selama ini. Hayi hanya merasa takut kalau mungkin ia tidak akan bisa bertahan jika harus terus mengimbangi lelaki itu.

Suara pintu yang terbuka sedikit mengejutkan Hayi. Cepat-cepat wanita itu menghapus air matanya ketika ia lihat Hanbin masuk dan berjalan menghampirinya.

"Kamu nangis?"

tanya Hanbin khawatir.

Namun secara tidak langsung Hayi menolak untuk menjawab pertanyaan itu.

"-Hay?"

Melihat Hayi yang kini sudah memunggunginya membuat Hanbin jadi semakin merasa bersalah.

"Aku mau istirahat, Bin"

Suara serak wanita itu terdengar parau. Getar sumbangnya membuktikan kalau ia memang tengah menahan isak.

Hanbin tak kuasa melihat Hayi-nya terus seperti itu. Hingga akhirnya ia pun meraih lengan Hayi, kemudian mengusapnya lembut.

"Aku temenin ya?"

Lelaki itu ikut membaringkan diri disisi Hayi, memeluknya yang terus tidur membelakangi.

HOLO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang