Butuh waktu beberapa saat buatku untuk memahami perkataan dokter barusan. Rasanya seperti tertimpa bukit kemudian terkubur dalam-dalam di permukaan bumi lalu tidak pernah ada yang menemukanku.
Aku ingin memilin tangan Harry tetapi tidak punya kekuatan untuk melakukannya. Perjalanan ke IGD tadi seolah tak berujung dan sekarang dokter memanggil dokter yang lainnya. Mereka memeriksa dengan metode yang tidak aku ketahui.
Sesuatu lembut berbisik di telingaku, "tak apa."
Entah mengapa malah terdengar menyakitkan, sangat mampu membuat hatiku nyeri dan berhasil menambah ketakutanku. Aku mengerang ketika dokter memintaku untuk mengatur napas. Seluruh organku rasanya tidak berfungsi. Yang kurasaakan hanya sakit perut luar biasa, layaknya dosa-dosaku berkumpul dan berpusat di sana. Rasa sakit baru yang menyiksa.
Mereka terus saja menggemakan janji jika aku akan baik-baik saja. Orang bodoh tahu itu. Tetapi bayi di dalam perutku?
Memikirkannya semakin memaksaku terjerumus ke jurang harapan dan sayangnya aku selamat. Tertampar pada realita jika tidak ada lagi pundi-pundi harapan yang tersisa.
Bunyi sekitaran pun kian mendengung namun jelas terdengar helaan napas pasrah dokter. Aku memejamkan mata. Telapak tangan besar mendarat di permukaan perutku, mengusapnya. Pedihnya berkurang namun kali ini berpencar ke dada.
"You'll be fine."
Satu bisikan lagi, menuntunku untuk membuka mata dan menemukan Harry membungkuk di hadapanku. Aku memandanginya. Beberapa ketakutan berkelabat dalam matanya, semakin lama semakin mengerikan. Mungkinkah? Sudahkah?
Yang aku sadari selanjutnya, air mata yang tidak pernah kami harapkan telah pecah. Mengalir searah dengan derita itu. Tidak ada jalan memutar untuk mengembalikan segalanya ke tempat seharusnya. Semuanya berantakan. Mengapa kenyataan jadi begini? Bahkan aku sudah membayangkan bagaimana aku membesarkan bayiku dengan sepenuh hati. Aku benar-benar menginginkannya.
Semuanya salahku. Aku terlalu egois memikirkan Harry tanpa menghiraukan kesehatan mentalku yang berujung buruk bagi bayi dalam kandunganku. Bagaimana bisa aku membuat kesalahan sebesar ini?
Sekarang aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Aku terlalu terguncang. Harry pergi untuk menjadwalkan prosedur kuretase setelah mengecup dahiku. Hanya satu kecupan lembut lama. Nyaris seperti janji manis.
•••
Hening. Meski jumlah orang di ruangan ini cukup dibilang ramai. Sekujur tubuhku masih sakit. Untuk bernapas saja terasa berat, ditambah setelah melihat tatapan iba mereka. Aku tidak pernah berharap berada pada situasi seperti ini.
Harry tidak pernah melepas genggamannya pada tanganku sejak ia hadir di sini yang mana aneh namun pada akhirnya tidak aku permasalahkan karena untuk apa? Aku begitu kosong bahkan kehangatannya tidak mempengaruhi diriku sama sekali. Nyawaku serasa ikut terbang bersama calon bayi kecilku.
Selanjutnya bagaimana? Kata sengsara semakin menggerogoti rongga dada. Mungkinkah aku dapat menjalani kehidupan normal? Sesungguhnya aku tidak mengerti arti normal yang kupertanyakan. Apa lagi selepas insiden tadi pagi yang memastikanku terbenam dalam keterpurukan; perceraian, Ibu, kehilangan—mereka sudah memiliki wilayahnya masing-masing dalam samudra kesedihan.
"Mau sampai kapan kalian menatapku? Itu sangat mengganggu." ujarku pada akhirnya, terdengar sinis. "Kapan aku boleh pulang? Bagaimana keadaan Ibu?"
"Ibu baik." kata Frank.
"Kamu mau menemuinya?" sahut Gemma.
![](https://img.wattpad.com/cover/124028066-288-k832018.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE END
Fiksi PenggemarAku bersamamu karena sebuah ikatan, bukan landasan. H ✎ 𝘰𝘯 𝘨𝘰𝘪𝘯𝘨 ... 「written in bahasa 」 Copyright ©2020 by 𝘁𝗮𝗸𝗶𝗻𝗴-𝗮𝗹𝗹𝘁𝗵𝗲𝗿𝗶𝘀𝗸