8 // deep talk //

358 69 16
                                    

"Mangkanya, jangan jadi pahlawan kesiangan." gerutuku kesal.

Sekarang kami sedang berada di kamarku, berdua, dengan aku yang mengobati jarinya yang berdarah. Harry memutuskan untuk membersihkan kekacauan gelas pecah tadi seusai sarapan. Aku benci dirinya.

"Aku memberimu minum dan kamu menyenggolnya. Siapa yang salah?"

Setelah membersihkan lukanya dengan alkohol, kutetesi obat merah pada kapas, "Siapa yang memintamu? Jelas-jelas Dove tadi menawarkan diri untuk membersihkannya. Dasar pahlawan kesiangan." Setelah itu kubalut jarinya, "ambilkan plester di sana." kutunjuk kotak obat tak jauh dari tempatnya duduk.

Ia memberiku satu lalu menghela napas. "Mimpi apa diriku bisa mendapatkan istri sepertimu."

"I treat people the way people treat me." Kulirik mimik wajahnya dari balik bulu mataku, menunggu responnya sesudah aku rampung dengan lukanya. Namun, Harry tidak kunjung menjawab lebih tertarik memandang lantai marmer tempatnya memijak kaki di rumah ini.

Beranjak dari ranjang, kubereskan keperluan yang dibutuhkan tadi, memasukkannya dalam kotak obat kemudian mengembalikannya ke tempat yang seharusnya.

Aku menghela napas kasar, sampai kapan akan terus seperti ini? Berada di dekatnya sungguh membuatku muak, terdorong perasaan untuk mendorongnya dari balkon kamarku. Aku tidak bisa terus tinggal dengannya. Mengapa pula Harry harus membawaku kemana pun dia pergi? Membosankan.

"Aku ingin tinggal di sini, Harry." ungkapku begitu saja, tiba-tiba.

"Tentu saja kamu ingin."

Jawaban yang sama, setiap kali aku melontarkannya. "Aku ingin bekerja. Untuk apa aku sekolah yang mungkin sudah menghabiskan setengah tahun dari hidupku, dan di masa depan aku hanya akan mengurusi semua kebutuhanmu—mengurusmu."

"Kamu sudah memiliki toko sepatu itu." jawabnya santai, membaringkan diri di ranjangku.

"Bullshit. Dove yang selalu mengurusnya."

"Kamu yang mendesain sepatu-sepatu itu."

Ya, aku dan Dove memiliki brand sepatu yang cukup terkenal di Perancis. Seluruh penduduk negara ini pun tau jika turis menanyakan dimana letak store Palvini berada, satu-satunya di Paris dan tidak membuka cabang.

"Serius, Harry?! Aku hanya menggambar, mengirimnya pada Dove, lalu dia mengirimnya pada pabrik dan siapa sekarang yang bekerja memproses semuanya?"

"Lalu apa maumu? Kamu bisa menggambar, itu bagus. Kamu juga bisa menulis jika bosan menggambar."

"Dan aku akan menulis kisah rumah tangga kita yang sangat tidak harmonis. Dipenuhi cerita perselingkuhanmu kemudian diriku yang kamu perbudak."

"Jangan, lah." celetuknya. Tentu saja dia keberatan. Tidak ada maling yang mau mengaku. "Kamu suka musim panas, bukan?"

Termenung sebentar, sejujurnya aku sedikit curiga dengan pertanyaannya barusan. Dengan ragu aku menjawab, "Siapa yang tidak suka?"

"Aku menantangmu untuk membuat bikini."

"Wait, what the fuck?"

Benar bukan? Insting ke-istrianku memang tidak bisa dimainkan. Dan sekarang apa diriku bangga? Tidak.

"Percaya padaku itu akan laku keras di pasaran. Apalagi, kamu adalah istri dari seorang Harry Styles." ujarnya berbangga hati menaik-turunkan alisnya membuatku muak dan memutar kedua bola mata.

"Mengapa bikini dan tidak baju?" tanyaku keheranan.

"Aku tidak mau kamu menyaingi Gucci dan kalah."

Tentu saja aku sadar diri. Bocah ini membandingkanku dengan sekelas Gucci, jelas saja aku kalah. Siapa yang bodoh sekarang?

"Akan membutuhkan model, aku tidak mau." tolakku, berpikir bagaimana jika nanti Harry mencalonkan mantan-mantannya sendiri sebagai brand ambassador usahaku? Aku tidak suka drama. Hidupku sudah terlalu banyak drama jangan ditambah lagi.

Ia tersenyum miring, mungkin tebakanku benar. "Kamu sendiri yang akan menjadi modelnya. You have boobs, you have butt, that's perfect."

"Apa?" sedikit terkejut akan ungkapan Harry membuat pipiku memanas. Pria bajingan ini diam-diam memerhatikan lekuk tubuhku. Lantas aku langsung berjalan ke arah cermin memegang kedua payudaraku lalu berkaca dari samping memandang seberapa ukuran bokongku. Harry benar, milikku sempurna.

"Sayang, kamu membuatku turn on."

"Kamu menjijikkan."

"Dengar, kita tidak bisa seperti ini terus-menerus." nada suaranya tiba-tiba menjadi serius.

"Maksudmu?"

"Kita harus belajar saling mencintai."

"Apakah itu tekhnik jitu untuk membuatku luluh dan membiarkanmu masuk ke celana dalamku?" semburku menolak untuk terlena pada omong kosongnya. Pria licik.

"You don't even wear panty right now. I know." Lihat, siapa yang serius lalu berubah menjadi bajingan kembali dalam 2 detik? Hidupnya memang dipenuhi dengan lelucon. "Fuck, tapi bukan itu maksudku. Aku serius, Steph."

Harry tiba-tiba beranjak dari ranjang, melangkah menghampiriku di hadapan cermin. Aku menoleh ke arahnya setelah mendekat sambil melipat kedua tanganku ke dada.

"Peluk aku."

"Tidak mau."

"Artinya, kamu belum mampu mencintaiku."

"Memang. Tidak akan pernah mampu."

Ia berpindah ke belakangku dengan cepat dan memutar tubuhku ke arah cermin sehingga kami sama-sama dapat melihat pantulan bayangan kami. Di sana aku melihat Harry merangkulku, meletakkan dagunya di atas kepalaku. Jantungku sedikit berdebar.

"Mari kita buat kesepakatan. Semalam aku berpikir untuk mencintaimu, Steph. Aku tahu kamu juga lelah seperti ini terus. Ini hanya bagian dari pernikahan, yaitu 'cinta', why don't we give a try?"

Aku melipat bibirku ke dalam. Harry Edward Styles suamiku berbicara demikian sungguh tidak dapat dipercaya. Sekarang aku seperti berada di tengah jembatan rapuh, sedikit aku bergerak mereka akan hancur dan diam juga tidak menyelesaikan masalah.

"Orang tuaku bercerai, orang tuamu juga. Aku... tidak ingin seperti mereka. Kita memang tidak saling mencintai hingga detik ini. Tapi Tuhan sudah mempersatukan kita. Kita jodoh, Steph." Bibirku masih kelu untuk berbicara. Jantungku semakin berdebar layaknya di hari pernikahan itu. "Ayo, sama-sama belajar. Aku akan menjadi suami yang baik, begitu juga denganmu yang akan menjadi istri yang baik."




💘💘

baju yg dipake stephanie ada di mulmed ya, iyasi sleepwear

don't vorget to tap the star button and leave you comment(s) !! luv ya x

THE ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang