"Harry,"
Yang dipanggil bergumam.
"Lapar."
Ia terkikih, semakin mengeratkan dekapannya pada tubuhku. Harry membuatku layaknya guling dan aku tidak keberatan terhimpit di dada bidangnya. Aku sangat menikmati saat-saat seperti ini; usapan tangannya pada punggungku, berbagi selimut yang hanya menutupi setengah tubuh kami, aduan kaki kami di bawah, dan diam yang nyaman. Diriku semakin meringkuk di dalamnya.
"Aku juga ingin berjemur di rooftop." kataku asal. Entah mengapa aku selalu merasa kedinginan belakangan ini. "Tapi, ditemani froyo terdengar lebih menyenangkan."
"Aku bisa menghangatkanmu lagi jika kamu kedinginan."
Mendengarnya membuatku mencubit putingnya yang berada tepat di hadapanku. Tidak habis pikir, belum puaskah dia membuatku tidak tidur lagi? Padahal nanti sore kami akan terbang ke Las Vegas. Namun sesuatu dalam diriku ada yang tidak terima, memaki jika aku yang menggoda Harry. Mungkin aku sedikit setuju.
Harry memekik sebelum langsung menangkap kedua tanganku dan menguncinya di atas karena ulahku tadi. Aku berteriak minta ampun. "Harry, aku mohon. Ini sudah pukul 10."
Ia tetap tidak mengindahkan permohonanku dan malah menunjukkan seringaiannya—seringaian yang hanya dapat aku lihat di ranjang. Tidak mengerikan melainkan menantang. Selanjutnya ia menyerangku dengan ciuman bertubi-tubi di pipi kemudian turun ke leher. Sial. Aku bisa tergila-gila dengan pria ini.
"Sekali kamu ulangi, aku akan membuat kita terkunci di kamar ini seharian."
Ya, aku sangat ingin tapi aku lapar. "Oke."
"Kamu ingin froyo?" tanyanya dan aku mengangguk masih dengan posisi tangan yang dikunci olehnya. "Kalau begitu, ayo kita mandi!"
"Eh? Aku sudah mandi."
"Tidak mandi lagi setelah seks?"
Lidahku berdecak, "Bisakah kamu memperhalus bahasamu, huh?"
"Ini bukan family show, hanya ada kita berdua jadi mengapa harus?"
"Itu terlalu frontal." ucapku dibarengi dengan memutar mata. "Kamu mandi aku memasak setelahnya giliranku yang membersihkan diri. Deal?"
"Tidak. Aku ingin mandi bersama."
"Aku ragu kita tidak akan hanya mandi jika bersama."
"Ya, bukankah itu mengasyikan?"
Pria ini. Sangat menjengkelkan. "Tidak, Harry, aku lapar. Tidak untuk kali ini."
"Stephie..."
Lihat betapa menggemaskan pria di hadapanku. Bagaimana bisa ia mengganti seringaian menantang tersebut ke manyunan bibir bawah dibumbui dengan mata melebar bagaikan anak anjing. Ingin sekali aku menciumnya. Dan detik berikutnya aku benar-benar melakukannya
Aku sadar, berhubungan intim dengan Harry akan mengubah segalanya. Aku menguak sisi liarku yang mana aku takut menjadi rapuh dan terikat pada Harry secara emosi. Terasa begitu nyata namun jauh di dalam lubuk hati, siapnya fisik dan mentalku masih menjadi pertanyaan.
Kami mengakhirinya. Harry memutuskan untuk mengalah dan membantuku memasak sarapan. Ia ingin fluffy omelet yang pernah aku buat secara iseng dulu. Jadi aku mengeluarkan mixer sementara Harry memisahkan bagian putih dan kuning dari masing-masing telur.
"Empat saja cukup." kataku terheran melihat ia memecahkan telur lagi.
"Lima saja."
Terserah. Aku berjalan mengambil ponselku, mendadak memiliki ide untuk memotretnya secara diam-diam. Ini merupakan momen langka yang mana aku dapati sangat manis. Mungkin aku berlebihan tetapi seperti ada yang menari-nari di hatiku sekarang—aku bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE END
FanfictionAku bersamamu karena sebuah ikatan, bukan landasan. H ✎ 𝘰𝘯 𝘨𝘰𝘪𝘯𝘨 ... 「written in bahasa 」 Copyright ©2020 by 𝘁𝗮𝗸𝗶𝗻𝗴-𝗮𝗹𝗹𝘁𝗵𝗲𝗿𝗶𝘀𝗸