Tujuh puluh dua jam kemudian prasangka buruk masih menjalari otakku. Terkadang pahit rasanya mengingat, belajar melupakan juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dan sakit yang berpusat di tengah dada begitu terasa menyiksa.
Aku menatap laptop menyala yang baru dikirim Kendrick semalam. Kami tidak pulang ke rumah, bajingan dalam selimut itu meminta menghabiskan sisa waktu santainya sebelum tour di mansionnya.
Di saat-saat seperti ini sulit bagiku untuk berpikir jernih. Awalnya aku berniat memeriksa laporan pekerjaan dari Claudia, namun otak dan hatiku sedang tidak singkron. Jadi, aku mematikannya kembali membuat cincin pernikahanku bercahaya hingga berkilauan. Berkali-kali aku memperingati diriku agar tidak mengikut campurkan perasaan, tapi sekarang?
Kami hanya pasangan tanpa landasan. Aku harus mengingatnya. Cincin ini hanya sebagai alat untuk menipu orang dan tidak memiliki arti sama sekali. Aku dan Harry hanya pasangan yang tidur bersama. Astaga, mengapa sangat menyakitkan menyebutnya demikian?
Harry tetap bersikap seperti biasa seolah ia adalah tokoh protagonis dalam cerita kami, meski sebenarnya ia merupakan rubah berkepala domba. Aku tergelak ironi memikirkan beberapa hari sudah mengikuti dramanya. Tidak terlalu menyangka, darimana asal kesabaran yang kudapatkan.
Mungkin gara-gara Camille. Tetapi aku tidak begitu menyalahkan wanita itu. Permasalahannya ada pada Harry. Ia berhubungan dengannya dan berkata bahwa ia mencintaiku dalam waktu bersamaan. Aku salut akan kerja kerasnya yang sama sekali tidak berbekas dan nyaris membuatku terkecoh, atau sudah terkecoh?
Melangkahkan kakiku meninggalkan kamar, aku memutuskan untuk membaca di perpustakaan. Tetapi tidak jadi saat aku mendapati penghianat sedang merebahkan diri di sofa sambil mengangkat buku hingga beberapa centi dari matanya.
Tunggu, penghianat? Serius, aku menjadi sangat berlebihan sampai bertindak seolah aku yang paling tersakiti di dunia. Aku harus menghentikan tingkah menjijikkan yang belakangan ini menguasai diriku dengan segera.
"Oh, hey, Steph!" sapanya. Dan aku tidak menggubris, lebih memilih untuk mengambil beberapa novel dengan cepat. Yang aku ingin hanya segera menjauh darinya.
Setelah mendapatkan apa yang aku inginkan, aku berlenggang menuju ruang keluarga utama. Jika boleh jujur, sesungguhnya aku tidak pernah bermimpi tinggal di sebuah kastil kecil yang dilengkapi banyak fasilitas yang bukan rumah sediakan pada umumnya. Contohnya; perpustakaan tadi, theatre, halaman luas bak kerajaan, dan bar pribadi. Maaf jika terdengar kampungan.
Tetapi tetap saja tekanan batin yang diterima tidak sebanding dengan kehidupan mewah yang dijanjikan Harry.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE END
FanficAku bersamamu karena sebuah ikatan, bukan landasan. H ✎ 𝘰𝘯 𝘨𝘰𝘪𝘯𝘨 ... 「written in bahasa 」 Copyright ©2020 by 𝘁𝗮𝗸𝗶𝗻𝗴-𝗮𝗹𝗹𝘁𝗵𝗲𝗿𝗶𝘀𝗸