16 // september issue //

355 59 17
                                    

Hari ini adalah hari Jum'at yang cerah di London. Daun-daun mulai berguguran memenuhi jalan. Dan tak lama lagi toko-toko akan berlomba menjual dekorasi halloween. September merupakan bulan yang menyenangkan.

Sekarang aku duduk di sebuah cafe yang hangat, sendiri menunggu sahabatku Stella datang. Kami membuat janji—atau lebih tepatnya aku yang mengajaknya bertemu. Banyak hal yang belum aku ceritakan padanya. Setidaknya ia adalah satu-satunya orang yang dapat aku percaya setelah Dove dan—dulu—Bryan. Ia merupakan rekan kerja terbaikku saat menjadi model.

Sudah hampir setengah jam dari waktu yang kami tentukan. Perempuan itu masih belum menampakkan batang hidungnya. Biar aku ceritakan, kami sempat bertemu beberapa bulan lalu di New York saat Harry pertama kali menyanyikan single terbarunya secara perdana di SNL. Tempat bersejarah bagiku, gedung kesaksian perbuatan tidak menyenangkan penggemarnya. Salah satu security lengah dan ada satu penggemar yang melewati garis pembatas lalu menjambakku seperti yang pernah aku ceritakan. Tidak lama setelah kejadian, aku memilih untuk kembali ke apartemen kemudian membuat janji dengan Stella.

Itu masa-masa sulit bagi kami (aku dan Harry) mengingat ia harus membagi fokusnya pada penampilan solo pertamanya dan juga denganku. Meski ia tidak peduli padaku tapi hal tersebut berhasil mengacaukan konsentrasinya. Ia tidak dapat meraih nada tinggi yang dia inginkan. Aku ingat bagaimana kesal dan kecewanya Harry. Dan jangan lupakan diriku yang akan mengenang kejadian memalukan tersebut di sepanjang masa. Seolah semua terekam jelas dan tersimpan baik dalam memoriku. Mengerikan.

"I had some dreams, they were clouds in my coffee."

Mataku mengerjap seketika mendengar penggalan lirik lagu You're So Vain dari Carly Simon, membuyarkan pahitnya nostalgia yang aku buat. Dia Stella. Senyum langsung terbit dari wajahku layaknya adonan kue yang diberi pengembang. Aku terlampau senang dan langsung menariknya dalam sebuah pelukan. "I miss you."

"Ya, aku tahu." jawabnya mengakhiri pelukan kami. Ia bisa menjadi sangat menyebalkan pada kondisi tertentu tapi aku tahu ia menyayangiku.

Kami kembali duduk berhadapan dan aku memberinya satu paperbag berisi box yang di dalamnya ada beberapa bikini dan dalaman dari kantorku. Aku memang ke kantor tadi pagi untuk pemotretan katalog dan siangnya menepati janjiku pada Stella.

"Mereka hampir lumutan menunggumu, tahu?"

"Apa ini?" aku menggindikkan bahu memperhatikannya yang berusaha membuka. "Kamu tahu London tidak biasanya macet. Bahkan taxiku berhenti di bundaran Equestrian  Statue of Charles I dan aku jalan kaki hingga ke sini!"

 Bahkan taxiku berhenti di bundaran Equestrian  Statue of Charles I dan aku jalan kaki hingga ke sini!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terkikih. "Kamu pikir aku tidak? Ini musim gugur, Stells. Semua orang menikmati daun coklat keemasan yang berserakan di jalan juga menghibur diri memandangi aksesoris lucu halloween pada etalase toko."

"Ya, ya, ya, aku tidak peduli. Rasanya aku hampir mati kedinginan. " Stella benar, suhu hari ini mencapai 14°C. Dan saat ia berhasil membuka pemberianku, dibacanya sejenak tulisan pada box dan kartu ucapan di dalamnya. "...Stephanie! Kamu?" katanya tercengang bukan main. "Love summer & berries. Ini menggemaskan! Astaga, selamat temanku."

THE ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang