happy reading 🍻
Senyuman Agista sudah mengembang akhir-akhir ini. Ia lebih banyak berkeliling kelas mengganggu teman-temannya daripada duduk diam dibangkunya. Benar kata orang, diamnya seseorang yang biasanya ceria, akan nampak lebih jelas daripada orang pendiam.
"Eh Agista, jangan lo tumpahin semua isi tempat pensil gueeeee!"
Chlora berdiri dari bangkunya dengan menatap nanar semua isi tempat pensilnya yang berantakan karena ulah Agista. Sementara perempuan itu malah tersenyum mengindahkan kesalahannya. Berlanjut ke meja Aliza dan Stella. Kali ini sasarannya adalah Aliza.
"Jangan macem-macem Ta, awas aja lo." ujar Stella memperingati. Namun karena dilarang, Agista malah berlaku nekat. Ia menumpahkan kedua tempat pensil itu. Aliza hanya bisa memutar bola matanya.
Kakak adik sama aja. Batin Aliza teringat akan Satya dan Agista yang memiliki passion yang sama. Mengusili orang lain.
"Awas lo Agistaaaaa!" ujar Stella gemas memasukkan kembali barang-barangnya yang tercecer ke tempat pensil. Ia menggerutu karena Agista selalu berbuat usil kepada mereka.
Agista tertawa saat pergi menjauhi korbannya. Izly hanya bisa memaklumi tingkah Agista. Ia tak akan menegur karena bisa saja suasana Agista jatuh. Ia tak mau Agista sedih.
"Halo Van!"
Royvan memejamkan matanya. Disuguhi oleh wajah perempuan berpita merah itu membuat Royvan ingin mempunyai kemampuan teleportasi. Supaya, ia bisa menjauhi Agista dari pandangannya.
"Apa?" balas Royvan jutek.
Agista menatap langit-langit kelas, berlagak berpikir. Ia berpikir hal apa yang bisa ia lakukan untuk menjahili seorang Royvan hingga tingkat kekesalannya mencapai maksimum.
"Hm, gue mau apa ya?"
Royvan berdecak. "Pergi sana kalau nggak penting."
Agista jadi menaikkan alisnya. Ia terbingung kenapa Royvan begitu kesal dengannya. Padahal ia tak berbuat apa-apa. "Hei, kenapa lo sensi banget hm?"
Mengikis jarak dengan mendekatkan wajahnya, tanpa dosanya Agista menatap lekat mata lelaki itu. Royvan sontak memundurkan badannya.
"Apaan sih." rutuk Royvan. "Gue kesel sama orang. Minggir sana."
Agista menegapkan punggungnya. Ia menatap Royvan dengan mata menyipit dan menyilangkan tangannya. "Kalau lo kesel sama orang, lampiaskan saja sama orang itu. Jangan sama gue."
Buset dah malah kayak patung.
Royvan terdiam. Agista melirik bangku Royvan yang ternyata terdapat ponsel hitam bertengger di sana. Agista langsung menyambar benda pipih multiasking itu.
"Yosh, gue pinjam ponsel lo ya? Soalnya gue udah lama nggak ngutak-atik ponsel ini." ujar Agista begitu saja. Royvan masih sibuk dengan pikirannya.
"Woy Van, boleh ya?"
Sadar Royvan hanya menatap lurus ke depan, Agista bergidik. Ia membawa ponsel itu bersamanya sebelum berkata, "Nanti gue balikin kok. Tenang ya. Bye!"
Kepergian Agista baru membuat pandangan Royvan beralih. Lelaki itu terarah menatap Agista yang terlihat sangat ceria-berbanding terbalik dari beberapa hari belakangan.
"Masalahnya, gue kesel sama lo-Agista Lavinsa."
Flashback on.
"Sejak lo sadar perasaan lo bukan buat perempuan tahunan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITY
Teen FictionIni masih tentang kelas XII IPA 7 yang sudah melepas gelar Silvernya dan menyandang gelar Diamond, suatu gelar paling tinggi yang pernah SMA Gemilang berikan. Ini bukan lagi masalah besar, melainkan pertikaian antaranggota yang tak bisa dihindarkan...