[17] Adu Argumen

801 145 118
                                    

happy reading 🐬

"Agista Lavinsa."

Galang berlutut dan berkata dengan lantang.

"Te amo!"

Untuk sesaat, Agista tak bisa berkata-kata. Ia pikir, Galang serius ketika berkata demikian. Tapi ketika Abay menjitak kepala Galang kini ia tahu kalau itu hanya gurauan. Agista mengalihkan pandangannya.

"Woilah sakit!" ucap Galang mengeluh. Abay bergidik cuek dan Galang menjadi kesal. Untung saja itu Abay, kalau orang lain pasti sudah ia gampar. Secarakan, Abay orang yang setara dengan Satya dalam beberapa hal.

"Ya lo sih ngawur kalo ngomong. Diem aja bisa nggak?" ucap Juan nyelekit. Galang mendelik.

"Gue kan cuma gombalin Adek ketua biar nggak sedih lagi!" ujar Galang membela dirinya. "Lagipula, kenapa kalian malah sensi?" balasnya mencebikkan bibirnya.

"Udah Lang, cowok gagal kayak lo memang serba salah." kata Kenan merangkul Galang. Lelaki berbadan kekar itu melepas rangkulan dan menatap Kenan dengan ekspresi aneh.

"Gagal?" beonya. Farel menyahuti.

"Gagal dalam memikat hati perempuan. Buktinya, lo nggak bisa mempertahankan hubungan sama mantan lo dan lo masih tergantung dengan dia." jelas laki-laki berusia hampir delapan belas tahun itu.

"Sial!" umpat Galang memiting leher Farel. Tak terima dilabeli sebagai cowok gagal. Itu terlihat sangat merendahkan harga dirinya. "Lo mau putus kepala apa bagian lainnya?"

Keributan yang diciptakan Galang tak membuat semangat Agista naik. Sebenarnya Abay merasa terganggu dengan kebungkaman Agista. Namun Abay punya cara sendiri untuk menangani kesulitan Agista. Abay akan membiarkan perempuan itu untuk belajar berpikir dewasa.

"Nih minum lo Van." ucap Juan membawakan botol mineral dingin. Royvan menerimanya dan langsung meneguk isi air dingin itu.

Juan duduk di depan Royvan. "Gimana? Apa dia masih murung aja?" tanya Juan menunjuk Agista dengan alisnya.

Royvan mengangguk. "Hm."

"Lo nggak mencoba cari tahu?" tanyanya. Royvan menoleh dengan kalem menatapnya.

"Kenapa lo jadi seperti menginterogasi gue?" tanya Royvan balik. Terkesan aneh ketika Juan, satu-satunya manusia yang tidak percaya akan cinta kini bertanya tentang hal itu. Padahal Juan pernah berkata kalau perempuan tak pernah mencintai lelaki dengan tulus. Dan Juan, ia menerapkan persepsi itu secara terbalik.

"Pengen aja. Lagian, gue lihat hubungan kalian kayak dekat banget." ucap Juan mengalihkan topik. Tak mau terjerat lebih dalam. Cukup menggoda banyak wanita lalu membuangnya begitu saja. Lagipula, ia sama sekali tak tertarik untuk mencintai orang lain.

"Biasa aja." balas Royvan. Lalu, Abay duduk di samping Royvan dan mengangkat kakinya ke atas meja sambil merilekskan otot lengannya.

"Gimana sama Adek gue?" tanya Abay memejamkan matanya sebentar guna merasakan betapa nikmatnya saat sendi-sendinya sedang masa istirahat.

"Hm, seperti yang lo lihat." balas Royvan enggan menjelaskan. Biarlah Abay tahu sendiri.

"Tadi malam gue ditelpon Bang Vino. Dia tanya soal Agista." ucap Abay membuat Juan melongo sambil memakan cireng dengan mulut terbuka.

"Buset. Agista lapor ke Bang Vino?" tanya Juan. Abay menggeleng singkat.

"Mana mungkin Agista bilang. Dia itu bukan tipe cewek lemah. Dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri." ucap Abay menatap Agista dari sisi samping. Juan terlihat mencemooh.

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang