[16] Tertampar

752 153 133
                                    

happy reading 🌾

Melukis tembok kelas yang amat luas ternyata membutuhkan waktu yang lama. Harus dilakukan secara bertahap dan perlahan-lahan. Namun Pak Gatot tidak memberikan keringanan seminggu jam kosong pelajaran. Oleh karena itu kelas XII IPA 7 melakukan kesepakatan akan melukis selama satu jam setelah pulang sekolah.

"Bagaimana dengan keputusan ini? Kalian pada setuju nggak?" tanya Satya selaku Ketua kelas yang mengatasi semua masalah di kelas.

"Gue setuju aja sih Bang." ujar Agista menyuarakan pendapatnya. "Apalagi, dua minggu lagi hari H nya."

"Yang lain?"

Beberapa diantara mereka sibuk memainkan benda persegi panjang dengan serius. Beberapa diantaranya sibuk menyimak namun hanya sebagai penonton yang diam. Diam dalam artian nonaktif dan pasif.

"Gue setuju Sat. Menghias kelas sama melukis itu nggak mudah. Butuh kerjasama biar cepat selesai." ujar Stella. Nadine mendukung argumennya.

"Gue setuju aja sih Sat. Asalkan nggak setiap hari aja."

Naira memberikan pertanyaan. "Kira-kira melukisnya selesai dalam berapa kali pertemuan?"

Chlora sibuk mengkalkulasi. "Kira-kira 4 sampai 5 pertemuan Nai. Itu sudah selesai." ujarnya.

"Oke, bisa diatur itu mah."

Vanesa menarik kesimpulan. "Berarti, kita harus berada di sekolah setidaknya tiga kali dalam seminggu?"

Rika menjentikkan jarinya. "Betul sekali, Master."

Para penari tidak berkomentar. Mereka sibuk dengan urusan sendiri karena Ketua mereka sudah menitahkan untuk ikut membantu menghias kelas.

Tapi Fify tidak berpikir demikian.

"Ya sudah." ujar Satya. Tak lama kemudian, datanglah Pak Gerald ke kelas mereka.

"Selamat pagi anak-anak." ujar Pak Gerald di ujung pintu karena saat ini bukanlah jam beliau. Ini jamnya Bu Renata.

"Pagi Pak, ada apa ya?" balas Satya mendekat. Instingnya mengatakan, ada sesuatu yang Pak Gerald butuhkan darinya sebagai ketua kelas.

"Ini ada tugas dari Bu Renata. Beliau tidak enak badan dan menitipkan tugasnya kepada saya."

Mendadak kelas menghening.

Pak Gerald langsung bingung saat anak didiknya berperilaku demikian.

Tapi kejadian selanjutnya, membuat guru itu ingin sekali tenggelam di rawa-rawa.

"ACIE PAK GERALD SAMA BU RENATA MAU KAWIN NIH!!!" ujar Galang bersorak paling keras, senang sekali menggoda gurunya.

"UHUY SOUVENIRNYA DONG PAK!"

"LEMPAR BUNGA PAK BIAR GALANG YANG DAPAT!"

Memang dasar Galang mulut comberan, main ucap tanpa tahu kebenaran. Dava menyela.

"Menikah woi! Kawin, kawin dipikir mereka ayam apa?" kata Dava menampol pipi Galang.

"Tahu tuh Galang. Kawin, kawin." ujar Gwen menyeru. Beberapa dari mereka tertawa. Terlepas dari semua itu, Pak Gerald hanya mengulum senyum simpul.

"Tugasnya apa Pak?" ujar Satya mendekati beliau dengan senyum yang lebar. Pak Gerald pun menyerahkan kertas dan menjelaskan mekanisme tugasnya.

"Nanti pelajari bab ketiga. Lalu buatlah kelompok 6-7 orang dan diskusikan bersama. Ini lembar kerja kalian." ujar Pak Gerald menyodorkan kertas kepada Satya.

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang