Apakah semua ini hanya lelucon belaka?
~Abay~
Sesosok perempuan berjalan dengan riang menuju ruang kelasnya. Ia tak henti-hentinya mengulas senyum dan bersemangat. Rona bahagia pun terpancar dari wajahnya.
"Agista!"
Ia tersenyum tatkala memasuki ruang kelas barunya. XII IPA 7 yang terletak di lantai paling atas dari gedung tingkat lima. Sebelum menjejakkan kaki ke dalam, Agista berdoa dalam hatinya.
Semoga tahun terakhir ini sangat berkesan.
Kakinya melangkah masuk. Menghampiri Izly yang memanggilnya tadi. Ia menyapa balik. "Hai Ca."
"Eh ayo cepetan pilih bangkunya. Tinggal paling depan, tengah, dan paling belakang sendiri." ujar Izly terlihat gelisah. Agista menepuk bahunya supaya lebih tenang.
"Kalo lo milih yang mana?" tanya Agista. Izly menjawab,
"Gue ngikut lo aja deh. Tapi jangan yang di depan pokoknya."
Agista melihat beberapa bangku kosong yang ada. Ia menimang segala persepsi yang bisa terjadi.
"Gue ogah juga kalo bangku depan. Diperhatiin guru," ujar Agista disetujui Izly. "Kalo tengah, nggak seru, nggak bebas."
"Terus?"
Agista mengulas senyumnya dan menunjuk bangku paling pojok dan belakang. "Belakang aja. Lebih enak. Nggak dilihatin guru, banyak cowoknya lagi. Lebih ayik karena suasananya nggak garing." ujar Agista. Izly mengangguk.
"Udah ayo duduk di sana."
Sangat kebetulan sekali, bangku yang dipilih Agista berada di belakang Fariz dan Hendra.
"Hai Agista, kalian di bangku ini ya?" sapa Hendra kalem. Agista mengangguk. Ia menggeser kursinya.
"Iya,"
"Wah kita bisa ngobrol bareng dong."
Agista dan Izly saling pandang. "Bisa dong Ndra. Kenapa nggak?"
Mendengar keributan di belakangnya, Fariz memutar badannya. "Oh kalian yang di sini ya? Kenapa nggak di depan?"
Agista berlagak. "Ogah ah, di depan banyak orang ambis." jeda Agista. "Takut salah gue kalo di sana." balasnya mendapat tawa dari Fariz dan Hendra.
"Tapi di belakang banyak setannya lho." balas Fariz. Izly menyahut.
"Setannya lo sendiri Riz?"
Dalam beberapa detik, Fariz melotot. "Heh mbak Caca nggak boleh gitu ya. Gue laporin sama mas Hildan tahu rasa lo." ujarnya bergaya seperti Keanu dengan menunjuk-nunjuk Izly tak santai.
"Mas Hildan huh?" ujar Agista meledek. Izly menggelengkan kepalanya ketika tahu Agista akan meledeknya habis-habisan.
"Uwuwu, Hildan ya?" goda Hendra ikut-ikutan. Izly mendelik.
"Hey nggak ya. Siapa juga yang suka sama Hildan." elak Izly menolak keras godaan itu. Agista, Fariz, dan Hendra saling pandang memberi kode.
"Ululu, siapa juga yang bilang Izly suka sama Hildan?" ujar Agista menyenggol siku Izly dengan iseng. Fariz menambahkan.
"Ah iya, siapa juga yang mampu menolak pesona Mas Hildan sang Ketua Rohis SMA Gemilang?" ujar Fariz semakin membuat Izly terbakar.
"Terserah kalian." balas Izly menyerah. Ia tak mampu mengimbangi skill mereka dalam menggoda orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITY
Подростковая литератураIni masih tentang kelas XII IPA 7 yang sudah melepas gelar Silvernya dan menyandang gelar Diamond, suatu gelar paling tinggi yang pernah SMA Gemilang berikan. Ini bukan lagi masalah besar, melainkan pertikaian antaranggota yang tak bisa dihindarkan...