[33] Sumbu Putar

437 81 39
                                    

Yang belum vote, yuk vote dulu. Chapter sebelah kurang dikit lagi seratus loh. Inget kan kalo 100 vote biasanya update :D

(Ini kakak merasa bersalah aja udah ngilang lama terus update, hehe)

---

Lepaslah apa yang kamu genggam, sebelum hancur digenggamanmu. -raru.

~Science 7~

Satya pikir setelah bersatunya Firenze dan Xerga dibawah nama Thunderon Blade, Abay lebih terbuka saat melakukan apapun yang berkaitan dengan geng. Namun pemikirannya salah saat ia mendapat berita bahwa Abay tengah memburu Dasa dan beberapa kali telah bersinggungan dengan geng sebelah.

"Berasa jadi pahlawan lo Bay? Apa-apaan maksud lo?"

Kebetulan sekali, Abay mampir ke markas sesaat setelah Satya mendapatkan berita itu. Satya mempunyai kesempatan untuk mencercanya. "Kenapa lo mengusik Dasa lagi yang udah nggak ada hubungannya sama Blade?"

Dengan santainya Abay duduk di sofa, mengeluarkan pematik api dan sebatang rokok. Lalu ia menyalakan pematik api itu dan mengarahkannya ke rokok yang tengah ia gigit. "Kepo juga lo."

Satya mengurut hidungnya sambil menghela napas. "Era kita baru damai, lo jangan membuat semuanya runyam."

"Gue bakal tanggung jawab."

"Salah, tapi kita semua yang bakalan tanggung jawab," sergah Satya langsung. Abay tidak menatapnya dan malah sibuk mengeluhkan asap rokok dengan asyiknya. Secara resmi, Abay mengabaikannya.

"Pemikiran lo masih kayak bocah ya Bay. Kenapa lo membawa perkara masa lalu di masa sekarang sih?"

Satya tahu kalau Abay itu tipikal orang pendendam. Dalam arti kata lain, Abay tidak tenang jika belum menuntaskan dendamnya. Ia terus memburu seperti seekor elang yang mencintai mangsanya.

"Bawel lo."

"Gue bawel demi kebaikan lo."

Abay menatap wajah Satya dengan remeh. "Atas hak apa lo ikut campur sama hidup gue? Bahkan keluarga gue nggak ada yang sewot kek lo."

Perlahan emosi Satya terkumpul di ubun-ubun. Dengan tidak sabaran ia menunjuk Abay dengan telunjuknya dan berkata. "Kalau bukan karena Tante gue nggak akan--"

"Dia udah mati. Jadi anggep aja hak lo udah hilang."

Ucapan Abay tidak terlalu sedap didengar. Satya menghela napas guna mengontrol amarahnya. Jika menghadapi Abay dengan kemarahan itu sama saja menyulut api menjadi semakin besar. "Apa alasan lo berbuat sampai sejauh ini? Gue mau tahu."

"Ck, lo itu emang suka ikut campur masalah orang lain ya?"

"Bagi gue lo itu saudara, bukan orang lain."

"Padahal gue menganggap lo itu musuh bebuyutan," ujar Abay dengan nada mengejek yang sengaja. Satya menjadi de javu, rupanya pertikaiannya dengan Abay selama ini sebab sikap tidak menyenangkan lelaki itu.

"Kampret ya emang lo babi. Dikhawatirin setengah mati, eh jawaban lo kek gini."

Satya memilih mengalah. Ia memutuskan mencari tahu sendiri saja. Sepertinya ia tak belajar dari pengalaman, bahwa Abay itu bukan orang yang bisa ditanyai semudah itu. Ia pun mengalihkan topik ke arah yang lebih ringan sehingga suasana menjadi kondusif.

"Kalo gue babi, lo cacing pitanya?"

"Ck, giliran gini aja lo tanggap banget."

"Suka suka gue."

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang