Banyak yang berpikir kelas unggulan berisikan makhluk yang cerdas. Tentu opini itu tidak salah. Namun namanya juga manusia, banyak melakukan penyimpangannya. Seperti halnya kelas XII IPA 7. Sudah menjadi senior tingkat akhir pun, mereka masih bercelcok setiap harinya. Untuk beberapa masalah khusus seperti ini.
"Eh, kenapa kalian mengotori kelas dengan memakai sepatu ke dalam? Kalian punya otak nggak mikir kalo itu susah bersihinnya?"
Selepas jam olahraga yang melelahkan, siswa kelas itu dengan mudahnya melangkahkan kaki ke kelas dengan kondisi yang kotor. Olahraga sepak bola di lapangan yang lumayan becek membuat bekas-bekas tanah terukir di lantai. Tentunya, hal itu membuat kaum hawa tersentil mengingat susahnya membersihkan kelas dalam kondisi normal, ditambah dengan variabel lain seperti tanah becek dari lapangan belakang.
"Kalo nggak punya otak, emang bisa jalan?" Balas Juan kepada Gwen. Lelaki itu dengan santainya menghidupkan kipas hingga berkecepatan maksimal.
"Setidaknya mikir lah kalo kotor bikin kelas selanjutnya jadi nggak nyaman." Naira menimpali dengan ekspresi kesal. Sementara beberapa dari mereka hanya menatap perdebatan itu dalam diam.
"Ah berisik! Tinggal dipel juga apa susahnya," jeda Hendra. Lelaki itu nampak emosional daripada biasanya. Beberapa siswi di kelas itu melotot seakan tak percaya Hendra bisa berkata seperti itu. Lantas, Abay angkat bicara.
"Eh, bener tuh. Sekalian pel Ndra."
"Tanpa disuruh siapapun gue mengepel nih."
Hendra mengambil pel. Lelaki itu memang mengelap bekas tanah dan kotoran lainnya dengan bersih. Tanpa banyak bicara ia melakukan pekerjaan tersebut dengan selesai paripurna. Kecuali, ekspresi wajahnya yang begitu jelas mengguratkan kekesalan.
"Hendra kenapa dah Ca? Gue rasa dia menjadi sedikit galak akhir-akhir ini."
Izly menoleh menatap Agista yang sedaritadi memperhatikan gerak-gerik Hendra. "Nggak tahu gue. Coba tanya Kenan, mereka berdua lumayan deket tuh."
Leher Alexa langsung berputar ke belakang dan menimbrung obrolan Agista dan Izly. "Jangan deh Ta. Mending lo tanya sama Fariz. He's better than him."
"Emang ada apa sama Kenan?"
Alexa membasahi bibirnya dan bersiap untuk mengeluarkan gosip. Mula-mula ia menarik napas panjang. "Lo nggak tahu perdebatan Kenan sama Abay tiga hari yang lalu? Untuk pertama kalinya Kenan berani melawan Abay pas kumpul di kelas coy. Gue aja kaget setengah mati, untung ayang Sehun ngasih napas buatan."
Selipan candaan Alexa membuat Agista dan Izly seketika langsung mengelus dada. Namun, Alexa tak membiarkan gosipnya berhenti di situ saja. "Eh tapi, perdebatan mereka serius banget soalnya wajah-wajah mereka tegang pol. Kek, pas mau di ospek sama Kakak kamu, Ta."
Agista dan Izly semakin fokus me dengarkan ucapan Alexa. Melihat ekspresi perempuan itu yang amat menyakinkan, sepertinya Agista dan Izly dibuat yakin dan memvalidasi bahwa itu benar adanya.
"Sayup-sayup sih gue denger bahas Royvan, tapi ada cewek juga. Gue nggak tahu pasti ya, mungkin ini tentang mantan Queen Bee." Alexa berbisik pada satu kalimat terakhir ucapannya. Agista dan Izly kompak saling pandang. Lalu mereka melirik ke arah perempuan yang pernah menyabet gelar Queen Bee. Stella.
"Gue jadi penasaran nih." Izly memancarkan binar terang di kedua matanya.
"Gimana kalau kita tanya Azka aja? Dia jujur dan kalo ngasih info itu jelas."
Alexa melongo. "Dari segi mana Azka jelas kalo ngasih info. Orang ngomong aja shift-shift an. Heran."
Agista mengulas senyumnya. "Itu yang lo nggak pahami. Justru gue lebih paham sama dia loh," jeda Agista. Lalu ia berbisik ke telinga Izly. "Lo tanya Hendra ye, gue takut kalo dia ngamuk kayak gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITY
Novela JuvenilIni masih tentang kelas XII IPA 7 yang sudah melepas gelar Silvernya dan menyandang gelar Diamond, suatu gelar paling tinggi yang pernah SMA Gemilang berikan. Ini bukan lagi masalah besar, melainkan pertikaian antaranggota yang tak bisa dihindarkan...