Ini masih tentang kelas XII IPA 7 yang sudah melepas gelar Silvernya dan menyandang gelar Diamond, suatu gelar paling tinggi yang pernah SMA Gemilang berikan.
Ini bukan lagi masalah besar, melainkan pertikaian antaranggota yang tak bisa dihindarkan...
aku buat cerita kok kayak nggak ada yang suka sih 😩
apa kalian sudah bosan dengan cerita ini?
kalau begitu, bilang apa yang menjadi kebosanan kalian 😞
ya sudah, mari membaca dengan hati yang bahagia 😇
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
~Science 7~
"Jawab dengan jujur Van, lo nggak suka ya sama gue?"
Royvan bergeming, tak menanggapi berlebihan perkataan Agista. Detik selanjutnya, Agista terkekeh. "Maksud gue, lo suka nggak temenan sama gue?"
Sudah Royvan duga. "Biasa aja." balas Royvan datar. Ia ingin cepat-cepat enyah dari sini. Ia merasa terjebak dengan jerat tali yang mengekang.
"Aelah, gengsian mulu jadi cowok." ujar Agista. "Eh iya, adek kelas ada yang ganteng nggak? Junior baru gitu."
Dahi Royvan berkerut mendengar penuturan Agista. "Apa urusannya sama lo?"
Agista mencibir. "Ya gue pengen tahu aja. Siapa yang mengira kalau jodoh gue masih adek kelas."
Izly datang dari membayar kas dan menyahut. "Lha Rendy Juliansyah lo taruh mana nanti?"
"Eits, Rendy Juliansyah kan menempati sisi terdalam hati gue. Nggak bisa dinego itu."
"Ya sudah. Gue pergi." ujar Royvan saat Agista dan Izly nampak asyik sendiri. Ia merasa terabaikan. Mending ia bermain game online saja dengan Juan.
"Eits, eits, eits, tunggu dulu dong Van." ujar Agista menarik lengan lelaki itu. Tatapan Royvan menghunus pada tangannya yang dicekal Agista. Pertanda bahwa ia tidak suka disentuh seperti itu.
"Nggak usah pegang-pegang." ujarnya mendukung raut wajah yang amat tak bersahabat.
Agista melepas tangannya dengan tersenyum canggung. "Hehe maaf, nggak sengaja."
"Apa?" ujar Royvan datar. Agista merogoh sakunya dan memberikan sebuah permen karet kepada Royvan.
"Makan. Dari gue tuh."
Royvan memasukkan begitu saja permen karet ke sakunya. Di mata Izly dan Agista, Royvan terlihat acuh serta tidak peduli. Agista berdecak. "Untung dia temen gue. Kalau bukan? Pecat dia jadi manusia."
"Sabar aja. Royvan emang nggak bisa ramah tamah sama beberapa orang."
"Terus dia ramah sama siapa? Sama makhluk astral?"
Izly menatap Agista dengan penuh arti. Ia merasa temannya itu tidak dapat menangkap hal yang signifikan dari seorang Royvan.
"Tapi dia bisa ramah ke satu atau dua orang kok."
Agista membeo. "Jangan jangan-" ucapnya menggantung. Melihat senyuman terselubung Izly, ia malah menyimpulkan sesuatu yang sangat tidak dapat diprediksi olehnya sendiri.