[19] Problematika

667 158 102
                                    

give me a little bit sweetness called vote 🙌
happy reading 👾

Kondisi kelas XII IPA 7 masih saja dilanda perang dingin. Kali ini para perempuan benar-benar membagi diri dalam dua kubu. Kubu pertama berisikan anak dance yang berjumlah 9 orang. Sedangkan kubu kedua berisikan sisanya. Namun untuk Agista, ia enggan berada di salah satu kubu tersebut. Ia memilih berada di tengah-tengahnya.

"Ca, masa pada musuhan sih? Masa pada diam-diam aja?" keluh Agista kepada Izly yang selalu memasang wajah dingin ke kubu sebrang. Izly juga nyaris tak berbicara dengan Agista kalau tidak penting.

"Ya kalau lo pikir musuhan, musuhan aja. Gue nggak berpikir demikian." ujar Izly menaikkan bingkai kacamatanya. Agista menghela napas.

Ya tingkah kalian itu yang mencerminkan permusuhan. Batin Agista. Ia menatap sekeliling dimana teman-temannya sibuk sendiri-sendiri dan mengabaikan yang lainnya. Ini terlihat seperti de javu, kejadian pada waktu kelas 10 pada awal semester 1.

Agista mendecih. Stress sudah ia melihat ketimpangan yang terjadi di dalam kelas. Padahal kalau tidak bermusuhan kan enak. Lha ini kenapa mereka saling menyerang lewat cara gaib? Maksud Agista, ayolah sudah dewasa tidak baik saling bermusuhan. Mereka bukan anak labil di bangku sekolah dasar.

"Lo aja memihak Aliza Ta, seolah lo berada di kubu sana." ucap Izly tanpa sungkan, membuat Agista menatapnya dengan tidak percaya.

"Apa Ca? Gue ada di pihak Aliza?" ulangnya. Maksudnya, ia berada di pihak yang bersebrangan dengan Izly? Tidak, Agista sudah menetralkan pikirannya. Ia tak mau berada di pihak siapapun dan untuk alasan apapun.

"Iya," jeda Izly memikirkan kata yang pas untuk membukakan kesadaran Agista. "Lo pasti mendukung Aliza karena ada Satya sebagai pacarnya."

"Apa?" ujar Agista tak percaya. "Tapi Ca—"

"Izly!"

Di sebrang sana, Carla memanggil Izly dengan nyaring seolah menyuruh Agista berhenti berbicara dengan Izly. Perempuan berkacamata yang menjadi sahabat baiknya itu spontan berdiri. Apalagi Carla terlihat mengode Izly untuk mendekati kepadanya.

"Sialan, maksud Izly apa sih?"

Agista cukup emosi melihat temannya dipropaganda. Mau bagaimana pun, Izly yang ia kenal tidak pernah memihak siapapun yang berselisih. Izly selalu berada di tim netral.

"Masalah ini lebih buruk, dari yang gue kira."

~~~

Menilai orang lain itu semudah membalikkan telapak tangan. Tapi menilai diri sendiri rasanya sesulit terbang ke angkasa tanpa bantuan sayap. XII IPA 7, penuh akan kepalsuan tanpa arti. Itulah yang tengah kaum adam kelas XII IPA 7 bicarakan dalam markas resmi Thunderon Blade.

"Ck, dari dulu cewek memang rumit. Mau serumit apapun rumus fisika, cewek lebih rumit dari yang dikira!"

Juan menuip tongkat billiardnya setelah memasukkan bola nomor 3 dan 4 dalam sekali tembakan. "Ingat itu, cewek adalah hal paling rumit."

Farel memutar-mutar rubrik milik Royvan dengan serius. "Ya nggak juga sih. Kenyataannya, cuman butuh perhatian aja buat memahami cewek."

Fariz berdecak. "Hoak. Tasya udah gue perhatikan sejak jaman orok masih aja batu dan nggak luluh sama gue." ucapnya dengan agak sedih.

"Hei itu bukan perhatian namanya. Tapi cuman omongan. Usaha lo nggak memuaskan." ucap Kenan menegur dengan sinis.

"Kurang apa gue memperhatikan Tasya? Chanel, Gucci, Prada, Louis Vuitton, dan lainnya udah gue belikan buat dia. Tapi apa? Dia menolak. Dia nggak mau. Katanya, dia nggak suka." cerocos Fariz membanting ponselnya. Memikirkan kembali penolakan Tasya yang bertubi-tubi, membuatnya meradang.

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang