[12] Something About Agista

801 153 54
                                    

Sebuah part yang sangat absurd. Kalau tidak suka boleh skip. Psss, ternyata seru juga kalau ada readers yang nggak sider. Wkwk. Oh iya, part ini nyambung sama Science 7 : TOD part 2 (Welcome Back)

~Science 7~

Abay dan Satya saling berhadapan. Mereka terlihat amat serius membicarakan suatu hal. Bahkan Abay sampai meninju bangunan sekolah dengan penuh amarah.

"Apa lo bilang? Diam aja dulu? Ngotak. Dia cowok yang sudah membuat Agista menangis!" ujar Abay penuh dengan emosional. Satya yang sudah menduga hal ini hanya bisa menarik napas meskipun ia juga emosi.

"Sabar dulu Bay. Jangan pakai kekerasan. Kita harus bicarakan masalah ini dengan damai."

Abay membeo. "Damai?" ujarnya menyeringai menendang kursi patah di dekatnya. "Damai nggak ada dalam jalan hidup gue!"

"Kita harus dengarkan penjelasan logis dari cowok itu Bay!"

Abay menarik dasinya dan membuangnya asal. Lalu, ia mengacak kerah seragamnya. "Lo masih mau mendengarkan penjelasan dia? Thanks, gue sudah terlanjur muak."

"Setidaknya kita harus tahu keputusan Agista Bay. Jangan main kekerasan." ujar Satya memperingatkan, menarik bahu Abay. Lelaki berambut kuning itu meruncing menautkan kedua alisnya sempurna.

"Oke. Ayo kita lihat, jalan apa yang dipilih sama dia!"

Satya mengangguk. Ia juga menahan emosi. Tapi sebisa mungkin tidak ia perlihatkan agar Abay tidak semakin menjadi-jadi. Lepas setelah itu, mereka berdua menuju kelas dan menghampiri Agista yang melipat tangan tidur di bangkunya.

"Agista mana?"

Mata Izly membulat melihat Abay mencari-cari Agista. Izly langsung membangunkannya dari tidur dengan mengguncang lengannya.

"Ta bangun, dicari Abay tuh." ujar Izly. Beberapa detik kemudian Agista terbangun bersamaan dengan datangnya abang-abangnya. Abay dan Satya.

"Ta, boleh kita bicara sebentar?" ujar Satya halus. Tentu Abay tak mau angkat bicara daripada menyakiti hati perempuan itu.

"Masalah apa?" balas Agista tak bersemangat. Semenjak kemarin, ia menjadi lesu. Hanya matematika yang mampu mendongkrak semangatnya. Namun selepas pelajaran matematika, kerjaannya hanya goleran di bangku dan bermain ponsel. Ia tak makan, tak pula minum. Ini berlaku sejak kemarin.

"Ada, pokoknya ini penting."

"Kalau masalah adik kelas yang cantik-cantik, Agista nggak mau." balasnya. "Atau masalah anak dance yang bening-bening, Agista nggak mau disuruh minta nomor mereka."

Dahi Abay berkerut mendengar lontaran aneh Agista. Segera ia paham ketika Satya mendekat dan menggaruk kepala salah tingkah. "Hehe, nggak lagi kok Ta."

Seharusnya Abay tahu, kerjaan seperti itu hanya berasal dari Satya. Rivalnya itu selalu gemar mempermainkan perempuan. Lantas, Abay menepuk kepala Satya.

"Aduh, apaan sih Bay! Salahan mulu sama gue yang sangat suci tanpa dosa!"

Abay mengerlingkan matanya, malas meladeni ucapan Satya yang berbelit. Tangan Abay terulur menarik lengan Agista dan membawanya keluar. Satya mengekor dari belakang.

"Eh Bay! Mau kemana lo!"

Satya harus mengejar, apalagi Agista tidak memberikan perlawanan dan hanya menurut dengan Abay. Ia sama sekali tidak menaruh atensi.

"Abay woy!"

Sampailah mereka di belakang gedung sekolah. Abay bersedekap untuk memulai proses interogasi.

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang