[4] Wali kelas

925 176 54
                                    

Kita itu manusia, iya manusia biasa. Eh, bukan. Kita adalah kumpulan mutan.

~Satya~

Kelas IPA tujuh selalu mendapat kesulitan jika berhubungan dengan wali kelas. Dahulu ada Bu Trisila yang sudah bermain api dengan mereka. Sekarang untuk pertama kalinya, mereka mendapat wali seorang bapak-bapak yang berusia setengah abad dengan peci yang melekat di kepala beliau.

Berbagai persepsi pun melayang bebas. Apalagi guru tersebut terkenal miring dalam mengajar. Tidak hanya itu, sang guru juga selalu terkena sorotan gosip anak muridnya. Entah dari segi pakaian yang aneh, cara mengajar yang garing, dan ketidak pengertiannya kepada muridnya sendiri.

"Aduh, kenapa harus bapak-bapak lagi? Yang ganteng gitu lho, om-om aja." ujar Gwen lolos begitu saja. Beberapa siswi menatap Gwen dengan cengo.

"Perkataan gue bener kan?" ujarnya mendapat senyum kaku dari mereka. Om-om? Terlalu frontal untuk Gwen ucapkan.

"Woy, harusnya bu Renata aja lebih keren!" sahut Juan. "Udah cantik, goodlooking lagi!"

Fify membalas. "Itu mah yang enak kalian doang. Bukan kita!"

Kenan menyela acuh dengan mata tetap fokus membaca komik. "Bilang aja kalian merasa tersaingi." ujarnya. Fify mendelik.

"Saelah, jangan berantem pagi-pagi dong. Budeg nih telinga gue." ujar Fariz mengusap-usap telinganya.

"Eh gue denger harusnya guru itu mengajar kelas sebelas. Tapi mendadak dipindah ke kelas duabelas." ujar Gwen memulai gosip.

Agista dan Izly hanya menyimak pembicaraan mereka. Fariz juga mendadak terdiam ketika Gwen angkat bicara. Satya berbaik hati meladeni ucapannya.

"Masa iya Gwen? Denger dari mana lo?"

"Palingan nguping dari guru kan?" tuduh Melsa menunjuknya. Gwen langsung ngegas.

"Iya! Emang kenapa kalo gue nguping guru? Salahkah?!"

Melsa mengatupkan bibirnya rapat. Melihat Melsa tak mampu mengimbangi kengegasan Gwen, Resya pun angkat bicara.

"Bukan salah Gwen, tapi kurang sopan aja dengerin guru gibah." ujar Resya menegur secara halus. Gwen yang merasa Resya cukup segan dengannya pun akhirnya terdiam.

Tok tok tok,

Terdengar suara ketukan pintu. Mereka langsung menoleh ke sumber suara. Setelah itu, masuklah seorang guru laki-laki berpeci. Berusia senja dan terlihat seperti yang dideskripsikan.

"Assalamualaikum anak-anakku sekalian. Selamat pagi semuanya." sapa beliau berdiri di tengah kelas paling depan. Menelisik satu persatu anak kelas Diamond dengan sekilas.

"Waalaikumsalam pak," ujar mereka kompak anteng. Batin mereka pasrah lantaran mereka benar-benar mendapatkan wali kelas seperti yang dirumorkan.

"Sehat semuanya?"

"Sehat pak."

"Saya mempunyai satu pengumuman untuk kalian."

Guru yang terlihat sudah berusia senja itu menarik napas. "Saya disini akan memberitahu pada kalian kalau saya bukanlah walikelas kalian."

Berbelit-belit. Sungguh tidak mudah dipahami dalam sekali dengar.

"Maksudnya?" ujar Stella menyuarakan keganjilan dalam hatinya.

"Saya bukan wali kelas kalian. Seharusnya memang saya yang menjadi wali kelas, namun saya memutuskan pensiun dini tahun ini."

Mereka semua melongo. Tak paham dengan ucapan guru tua berpeci, yang rumornya menjadi wali kelas mereka.

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang