[11] Peluang

737 148 82
                                    

Royvan benar-benar tak paham kenapa Agista begitu berbeda. Agista sangat pemurung berbanding terbalik dengan biasanya. Perempuan itu bahkan menumpukan kepalanya di pundak sebelah kiri dan selalu mengeratkan pegangannya yang melingkar di perut Royvan.

"Lo ada masalah? Cerita aja. Nggak ada Abang lo, masih ada gue sebagai sahabat lo." ujar Royvan merasa tak enak dengan keheningan ini. Biasanya Agista begitu semangat mengoceh sampai Royvan susah membungkamnya.

Agista malah melesakkan kepalanya mencari kenyamanan dari pundak Royvan. Ia masih terdiam. Royvan menghela napas melihat kebungkaman Agista lewat kaca spion.

"Gue tanya sekali lagi, lo kenapa?"

Akhirnya Royvan berinisiatif untuk membawa Agista pergi membeli buku. Dari yang ia dengar dari Farel, perempuan akan merasa senang ketika dihadapkan dengan hal yang disukai. Agista suka membaca. Mungkin saja novel remaja itu obatnya.

Sesampainya di toko buku, Agista tak sadar kalau ia tidak ke rumahnya. Ia turun begitu saja dari motor dan kebingungan saat Royvan mengajaknya ke toko buku.

"Ayo."

Namun Agista tak angkat bicara. Dia hanya terdiam saat Royvan mengajaknya. Pun ia tak melangkahkan kakinya. Alhasil, Royvan berhenti dan menghampirinya.

"Apa lo perlu gue genggam supaya bisa jalan?"

Agista tak berkomentar. Royvan yang sudah jengah dengan kebungkaman Agista lantas menggandengnya tanpa permisi.

Agista menatap tak minat ke arah buku-buku di depannya. Ia merasa pusing dan ingin lekas pulang. Kebungkaman Royvan soal mengantarnya ke Jakarta membuat semangatnya semakin luntur saja.

"Pilih sebanyak-banyaknya buku yang lo mau. Nanti gue bayarin."

Royvan duduk di salah satu kursi di sana. Lalu ia membiarkan Agista menjelajahi buku sendiri. Lantas ia menghubungi Abay untuk mencari tahu alasan kebungkaman Agista yang tak biasa.

Abay

Bro, Agista aneh.

Kenapa adek gue? Kangen sama gue? Apa diganggu sama sesuatu?

Hampir, tapi dia kayak tertekan. Tadi minta gue buat mengantar dia ke Jkt.

Lo terima?

Nggak, soalnya gue nggak bisa.

Kenapa adek gue pengen ke Jkt?

Mungkin kangen Bang Vino.

Bisa jadi. Tapi apa lo melihat dia nangis atau hal lain?

Matanya sembab. Tadi gue lihat dia habis ngobrol sama Satya & Aliza. Coba tanya ke Satya.

Oh oke. Gampang.

Gue belum bilang ini ke Bang Vino.

Nggak usah, gue sama Satya sebagai Abangnya aja cukup mengatasi hal ini.

Oke, gue lagi mencoba menghibur dia ke toko buku.

Jiah, tumben peka lo! Nah gitu dong.

Hm.

Ya udah gue mau pergi rapat.

Rapat apaan? Blade?

Rapat per-abang-an. Khusus ini, lo nggak boleh ikut.

Njir dibaca doang. Dasar.

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang