[8] Garis Mulai

746 144 47
                                    

Agista berjalan sendirian di pagi hari yang dingin ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Agista berjalan sendirian di pagi hari yang dingin ini. Bahkan ia mengusap-usap tangannya untuk menghangatkan dirinya. Sialnya ia lupa membawa jaket ataupun hoodie. Ia merutuki dirinya sendiri.

"Eh, itu Agista. Samperin ah."

Sesosok laki-laki berlari kecil mengejar posisi Agista yang tidak jauh darinya. Jaket bombernya itu ikut tersibak angin yang kencang. Begitu pula rambutnya.

Grep.

"Astaga Zaga, jangan muncul tiba-tiba kayak gitu dong!" ujar Agista saat Zaga merangkulnya dari belakang. Lelaki itu malah mengulas senyum manis.

"Pagi Agista. Tumben cewek pemalas kayak lo bisa berangkat pagi kayak gue." ujar Zaga melontarkan ejekan kepada Agista sekaligus pujian untuk dirinya.

"Zaga, lo itu sedang mengagungkan diri sendiri. Nggak risih apa muji diri sendiri?" ujar Agista mengusap lengannya. Zaga membaca pergerakannya ini dengan jelas.

"Ya nggak lah. Orang ganteng bilang dirinya ganteng itu wajar. Kalau orang ganteng bilang dirinya jelek itu namanya merendah untuk dikubur hidup-hidup." celoteh Zaga dibalas lirikan tajam dari Agista.

"Terserah Ga."

Zaga menghentikan langkahnya. "Terserah gue?" jedanya tersenyum tipis. Ia melepas jaketnya.

"Jadi karena terserah gue, lo harus memakai jaket gue ya." ujar Zaga melingkarkan begitu saja jaketnya ke pundak Agista. Perempuan itu mematung dan mengerjapkan matanya saat aroma maskulin tercium ke rongga hidungnya.

"Eh maksud lo-"

Zaga meletakkan telunjuknya tepat di mulut Agista hingga mulut perempuan itu menyatu sempurna. "Diam dulu Agista." jeda Zaga mengulas senyum miring menggoda. Perasaan Agista semakin tidak karuan.

"Apa harus dipanggil sayang supaya nurut sama Zaga?"

"Engg-" ucap Agista hendak melayangkan protes. Namun lagi-lagi Zaga memotong ucapannya.

"Sayang, nurut ya?"

Bagus, ujian apalagi yang dihadapi Agista pagi ini. Zaga memanggilnya dengan tulus. Amat tulus. Ia tak bisa membayangkan ekspresi wajahnya dan seberapa merekah pipinya.

"Zaga nggak usah usil sama gue deh." ujar Agista mendorong lelaki itu menjauh. Zaga terkekeh saat Agista membuang pandangannya. Jelas sekali perempuan itu malu.

"Terus kalau nggak usil harus ngapain dong?" ujar Zaga berjalan di sebelah Agista yang merasa nyaman memakai jaketnya.

"Terserah." balas Agista bingung harus berbuat apa. Zaga berdecak, mulai berkomentar.

"Cewek memang sukanya gitu ya, ditawarin apapun bilangnya terserah. Kasih cowok kepastian dong, ambigu bener. Ini mah ujung-ujungnya war lagi." ujar Zaga. Agista menatapnya pelik.

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang