37

135 11 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama aku kembali ke sekolah setelah tiga minggu hilang. Rasanya saat pertama melewati gerbang seperti anak baru karena aku memperhatikan sekeliling dengan seksama dan melihat kalau keadaan sekolah tetap sama seperti terakhir kali aku datang. Dengan penuh energi aku berjalan menuju ke kelasku di lantai dua. Tapi naas langkahku terhenti tepat di belokkan menuju tangga. Sebenarnya aku bukan orang yang terlalu kepo sama urusan orang, tapi aku sepertinya melihat siluet dua orang yang aku kenal.

Mengandalkan tubuh kurusku untuk bersembunyi di balik dinding, aku menyisakan sepasang mata untuk mengintip mereka. Eh? Itu bukannya Ajun sama Nana? Mereka ngapain berduaan disini?

Aku makin terkejut kala melihat Ajun tiba-tiba saja menurunkan tubuhnya dengan bertumpu satu lutut kiri dan satu lutut kanan tertekuk sembilan puluh derajat sambil menggenggam tangan Nana.

Aku mengucek mataku berkali-kali. “ Gue belom bangun... Ya? ” gumamku sangat pelan. Aku dengan serius menatap ke arah mereka.

“ Na, lo mau nggak jadi pacar gue? ”

Aku membeku di tempat padahal bukan aku yang ditanyai. Nana juga terlihat kaget dengan mata membulat sempurna.

Nana tergagap, “ Ma-maksud kakak apa? ” tanyanya dengan tatapan kosong.

Ajun mengeratkan genggamannya dan tersenyum tulus. “ Lo mau nggak pacaran sama gue? ”

“ Yah, gue tau gue playboy, brengsek, sering keluar masuk BP, sering bantah guru, dan lain-lainnya tapi gue beneran sayang sama lo, Na. Dari awal kita ketemu gue udah jatuh hati sama lo. Lo mau kan? ” Ajun menatap penuh harapan ke arah Nana bahkan keringat dingin pun membasahi telapak tangannya.

Nana tertegun. “ Ka-kakak serius? ”

Ajun mengangguk mantap. Dia tersenyum cemas. “ Gue serius banget, Na. Gue udah jatuh dalem banget di jurang hati lo sampe-sampe gue gapernah mikir buat keluar lagi. ”

“ Lagi? ”

“ Iya, lagi. Ini untuk kesekian kalinya gue jatuh dan rasanya perasaan gue makin dalem ke lo. ” Ajun berusaha menenangkan degup jantungnya dengan membatin memarahi reaksi abnormal tubuhnya.

Nana terdiam menatap Ajun yang masih tersenyum. “ Tapi kakak tau kan kalo aku—— ”

“ Ssttt... Gue tau kok. Gue tau semuanya dan gue nggak pernah mempermasalahin itu. Orang tua lo boleh nggak peduli sama anaknya. Orang tua lo boleh kerja sampe lupa pulang. Orang tua lo boleh berpikir uang adalah segalanya. Orang tua lo boleh patahin cinta lo ke mereka. Tapi gue harap lo mau nyoba sekali lagi mencintai orang lain. Mencintai orang yang bener-bener tulus sama lo. ” Ajun menatap Nana lembut seolah gadis itu adalah satu-satunya yang ada di matanya.

Nana perlahan luluh. Senyum tipis tersungging di bibirnya yang jarang tersenyum. “ Kita coba dulu ya, Kak. ” jawabnya kemudian dengan suara serak.

Ajun mengangguk, mencium punggung tangan Nana cukup lama. “ Tentu, Sweetie. ”

Stop. Aku gak kuat dengan udara manis beterbangan di sekitarku tanpa penghalang. Oke, lebih baik aku pergi sekarang. Dengan cepat aku berjalan menaiki anak tangga. Sebisa mungkin aku tidak menimbulkan suara yang akan memecah situasi romantis di antara keduanya. Ahhh aku jadi iriiiii!!!

.

.

.

Aku menendang batu kerikil di sepanjang taman belakang dengan sedih. Saat ini adalah waktu makan siang tapi aku sama sekali tidak lapar. Apa penyebabnya? Tentu saja itu disebabkan oleh pemandangan pembuka di samping tangga tadi pagi. Aku sampai menolak ajakan makan siang Sania karena merasa sudah kenyang oleh keromantisan Ajun dan Nana.

I'M WITH YOU✔ #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang