28

111 9 0
                                    

“ ...kalo sarapan itu diinget jangan suka lupa, nanti kalo sakit kan yang repot juga lo sendiri. Makanan juga tinggal masuk ke mulut apa susahnya, si—— Akh! ”

Dug

Aku mengelus-elus dahiku yang sakit karena menabrak dinding kokoh di depanku. “ Kok gak bilang kalo berenti, sih! Sakit tau! ” omelku. Glenn tidak berbalik atau menanggapi membuatku mau tak mau menjulurkan kepala untuk melihat apa yang membuatnya mendadak berhenti.

Mataku berubah agak berkabut dengan emosi yang tak bisa dijelaskan kala melihat sosok cewek berdiri dengan wajah penuh kerinduan pada Glenn. Mm... Aku gak salah liat kan?

Aku muncul dari balik tubuh Glenn agar bisa mengamati cewek itu dengan lebih jelas. “ Dia... Siapa? ”

Glenn langsung tersadar dari lamunan panjangnya. Ia menatapku lalu menggeleng pelan.

“ Ayo pergi. ”

Sebelum aku mengatakan apa-apa cewek tadi sudah lebih dulu berucap. “ Jangan pergi Glenn. Maafin gue. Gue, gue nggak bermaksud ngekhianatin lo. Malam itu gue nggak sadar dan terjadi gitu aja. Glenn, please maafin gue... ”

Rintihan itu terdengar pilu dan ambigu tapi kelihatannya Glenn tidak peduli. Tanganku terasa semakin erat dalam genggamannya menandakan ia cukup emosi saat ini. Refleks aku mengelus punggung tangan Glenn lembut membuat cowok itu menatapku sendu.

“ Hm? ” aku hanya mengucapkan gumaman itu tapi aku yakin Glenn tau apa maksudku karena kemudian dia mengangguk.

Dia menatap cewek itu lagi dan berucap acuh, “ Gausa minta maaf. Ga bakal ngaruh buat gue. ” Setelahnya Glenn menarikku pergi. Bukan ke kelas, melainkan ke rooftop.

Glenn duduk di salah satu kursi rusak. Aku mengikutinya dan dengan tenang menyelimuti tangannya dengan tanganku.

“ Dia... Vanya. Dia itu sahabat gue dari kecil. Kita sudah kenal deket banget dan gue sadar kalo dia punya rasa lebih sama gue. ” Glenn menjeda ucapannya dengan hela napas gusar. “ Hingga malam itu dia sengaja ngasih obat perangsang di minuman gue. Tapi sayangnya yang minum Kak Rega, dan berakhir dia tidur sama kakak sepupu gue itu. Saat itu juga gue ngerasa dunia gue ancur. Dia, dia juga bikin gue hilang kendali karena saat itu gue sempet sayang sama dia. Gue ngelampiasin semuanya sama jalang di club. Tapi gue gak gila. Gue masih ngotak dan ngeluarin di luar—— ”

“ Stop. Tunggu dulu. Itu kejadian pas SMP? ” tanyaku memotong ucapannya. Glenn terlihat mengangguk. “ Kelas sembilan. Waktu promnight. ”

Aku melongo. Dia...? Wtf?!

“ Terus sekarang? Lo masih suka sama dia? ” Glenn menggeleng sebagai jawaban.

“ Terus kenapa tadi reaksi lo kayak gitu? Kalo lo gabisa ngendaliin reaksi lo, lo bisa aja bikin dia berharap banyak sama lo. ”

Glenn menatapku sendu, “ Gue harus gimana biar dia gak naroh perasaan ke gue lagi? ”

Aku melambai acuh. “ Jelasin sama dia letak masalahnya dan kasih tau gimana perasaan lo sekarang. Jangan ditunda lagi kalo nggak mau kesalahan yang lebih fatal kejadian. ”

Tatapannya berubah cerah saat menatapku, “ Tapi... Temenin, ya? ”

“ Ga ada hubungannya sama gue. ”

“ Please... Cryst... Temenin doank. Takutnya gue jadi gak terkendali dan malah ngelukain cewek itu. ”

Aku menyipitkan mata pada Glenn. “ Hm. ”

Glenn tersenyum lega kemudian menarikku mendekat masuk ke dalam dekapannya. Dia menumpu dagunya di atas kepalaku. Tangannya melingkar posesif di sekitar pinggangku membuat aku merasa sedikit lebih hangat di pagi yang dingin.

I'M WITH YOU✔ #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang