38

265 8 0
                                    

Angin dingin berembus ringan di wajahku membangunkanku dari tidur lelap. Aku sedikit menyipitkan mataku untuk beradaptasi dengan cahaya lampu di langit kamar. Aku mengulurkan tangan menggapai remote AC lalu mematikannya.

Perlahan aku menapakkan kaki di atas sendal rumah kepala anjing warna coklat lantas memakainya ke kamar mandi. Butuh sekitar empat puluh lima menit bagiku untuk mandi dan bersiap-siap. Hari ini aku memakai baju santai karena libur sekolah. Bahkan aku membiarkan rambut hitamku dicepol asal setelah disisir terlebih dahulu.

“ Pagi Paa, Maa, Xa, Al, Kak Bima, Kak Leo, Aldrick, Glenn, juga Deann!! ” sapaku riang tak menemukan sesuatu yang salah. Aku mencium pipi Papa dan Mama bergantian juga Alex, Lexa, dan Kak Leo.

Papa menurunkan korannya mengusap kepalaku, “ Pagi juga sayang... ”

Aku mengangguk. Mama dan yang lain juga menjawab seadanya. Hanya membedakan Mama yang mencium dahiku lebih dulu sebelum menjawab. Aku duduk di antara Papa dan Mama, membuka piring dan bersiap mengambil beberapa lapis roti tawar sementara yang lainnya sudah sibuk memakan sarapannya.

“ Pagi ini kamu di rumah aja, kan? ” tanya Papa di tengah aksi memakan sarapanku.

Aku mengangguk. “ Uhm, kenapa Pa? ” tanyaku seraya melihat Papa di sisi kananku.

Papa menggeleng sambil tersenyum. “ Kamu masih inget kan harus ngasih jawaban buat Glenn sama Aldrick? ” tanya Papa yang semakin membuatku bertanya-tanya dalam hati.

Aku mengangguk kecil, “ Iya, kenapa Pa? ”

Papa malah menunjuk sebrang meja dengan dagunya hingga aku ikut menatap ke depan.

Deg

Mataku membulat saat tersadar siapa yang duduk di depanku dengan Dean sebagai penengah. Kepalaku mendadak pening. Aku juga merasa agak gugup tapi aku berusaha menenangkan kegugupanku.

Aku kembali bersuara setelah terdiam cukup lama. “ Yaudah nanti Crysy jawab sehabis sarapan. ” ucapku berusaha santai.

Papa menganggunk puas. “ Oke, tapi jawabnya harus di depan kami semua yang ada di meja ini. ”

Aku menanggapinya dengan gumaman, memakan rotiku dengan lambat. Tapi selambat-lambatnya aku makan roti di tanganku tetap akan habis. Meskipun sudah mengulur waktu semampuku tetap saja tidak terlalu lama.

Kepalaku terangkat menatap ke sekeliling dalam satu lirikan dan mendapati semua orang di meja juga balik menatapku serius. Aku menggigit bibir bawahku melihat Aldrick lama kemudian memanggilnya dengan suara gugup. “ Aldrick, ”

“ Umm? ” responnya dengan wajah tersenyum menenangkan. Matanya yang teduh mendorong keberanianku untuk terus berbicara.

Aku membasahi bibirku yang terasa sedikit tidak nyaman. “ Aku... ” aku melirik Glenn yang sudah pucat di kursinya. Mengembalikan tatapanku pada Aldrick, dengan serius berkata, “ Maaf, aku nggak bisa nerima kamu... Tapi aku juga bersyukur banget pernah ketemu dan bisa kenal kamu. Kamu orang kedua selain keluarga dan sahabatku yang bisa bikin aku ngerasa dekat meskipun baru kenal beberapa hari. Sekali lagi aku minta maaf. ” aku menunduk dalam-dalam dan berkata dengan nada penyesalan yang tebal.

Hening.

Meja makan menjadi hening selama beberapa menit yang membuat hatiku semakin gugup dan takut.

Suara derit kursi membuyarkan fantasi liarku. Aku baru saja akan mengangkat kepala kala tangan besar menekan kepalaku terus menunduk dan mengusap dengan keras. Tawa geli keluar dari bibirnya.

“ It's okay. Lagipula aku juga udah tau jawabannya dari awal jadi gak kaget lagi kamu bakal bikin keputusan kayak gini. Aku ingetin aja semoga kamu bahagia sama pilihan kamu ini. ” tangannya menarik daguku lembut supaya melihat ke arahnya. “ Nggak bisa jadi pacar tapi aku masih bisa jadi kakak kamu kan? ”

I'M WITH YOU✔ #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang