30

115 9 0
                                    

Aku baru keluar dari kelas saat Ajun, Glenn, dan Dean berdiri berjajar di depan pintu. Tatapan mereka lurus padaku seolah tujuan mereka kesini itu sama. Aku menaikkan sebelah alisku.

“ Kalian ngapain? ” tanyaku bingung.

“ Nungguin lo. ” jawab mereka bersamaan lalu saling melempar tatapan satu sama lain.

Aku menatap mereka bingung. Seingatku aku tidak memiliki janji dengan siapa-siapa hari ini. Lalu kenapa mereka ada di depanku dan mengatakan kalau sedang menungguku? Apa aku melupakan sesuatu?

Aku menggelengkan kepalaku membuang pemikiran itu. “ Gue gak inget pernah bikin janji hari ini. ” ucapku dengan nada bingung.

Ya bingunglah gilaa! Masa ada sih yang nggak bingung pas ada yang bilang nungguin lo padahal lo nggak bikin janji sama mereka!

Ajun bergegas menarik tangan kananku, “ Gue mau ngelunasin utang ngajak lo naik bianglala. ” ucapnya yang kemudian membuatku paham.

Glenn juga ikut menarik tangan kiriku, sepertinya dia sedang menahanku agar tidak terseret. Aku memandangnya bingung.

“ Apa? ” aku melihat tatapan matanya yang seolah kecewa tapi aku malah kebingungan karenanya. “ Kenapa, sih? ” tanyaku lagi.

Glenn tak kunjung menjawab, ia malah melepas tanganku lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Aku menatapnya bingung sekaligus merasa bersalah.

Kenapa sih dengan dia?

Aku beralih menatap Dean yang sedari tadi mengawasiku. “ Lo kenapa? ”

“ Lo balik sama Ajun? Kalo gitu gue langsung ke kelas adek lo aja, ya? ”

Aku mengangguk. “ Ati-ati bawa adek gue. Awas aja sampe lecet. ”

Dean mengangguk, “ Iya-iya, gue pergi. ”

Aku membalas lambaian tangan Dean hingga sosoknya jauh dari pandangan. Aku menoleh menatap Ajun yang sesari tadi diam. Aku menarik tangannya dan berjalan maju dengan dia yang seperti aku seret. Ajun juga tidak menolak jadi aku tetap menariknya sampai berhenti di depan parkiran karena Ajun mendadak menahan tanganku.

Aku menoleh ke arahnya, “ Lo kenapa lagi? ” tanyaku bingung namun menahan nadaku agar tetap datar.

Ajun menunduk menatap manik mataku. Ia terdiam lama yang membuatku semakin bertanya Tanya dalam hati. Ajun menggeleng, berganti menarik tanganku menuju motornya yang sudah lama menanti tuannya.

Ajun memasangkan helm di kepalaku sekaligus membantu mengaitkannya. Ia menyodorkan tangannya membantuku naik ke boncengan yang tentu saja aku sambut dengan baik.

Kali ini Ajun membawa motor dengan lebih bersahabat sehingga aku tak merasa harus kejang-kejang ketika tiba di tempat tujuan nanti.

“ Lo mau mampir gramed dulu, gak? ” tanyanya dengan suara agak keras agar terdengar di sela kebisingan jalan raya.

“ Terserah. Mau ngapain emang kesana? ” aku sedikit maju agar bisa bercakap-cakap dengannya.

Dia melirik pada spion untuk menatapku. “ Gue lagi nyari buku, nih, novel gitu tapi gue gatau yang bagus apa jadi nanti sekalian bantuin gue nyari ya? ” ucapnya lugas.

Aku mengangguk, mengacungkan jempolku. “ Sip deh kalo gitu asal dibeliin es krim nanti ” kekehku.

“ Yee gak ikhlas banget lo. Tapi ga masalah lah sekali-kali nraktir rakjel. ”

Aku memukul helm belakangnya keras, “ Enak aja rakjel! Lo kali yang rakjel! ”

Ajun malah nyengir membuatku ingin merobek-robek wajahnya yang sayangnya lumayan itu.

I'M WITH YOU✔ #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang