Epilog

416 15 0
                                    

Aku berdiri menyaksikan kemeriahan pesta sweet seventeen ku dengan mata basah. Mataku berkedip beberapa kali menghalau tetes air mata yang akan tumpah karena terharu dan puas.

“ Crys, ”

Aku menegang mendrngar suara yang familiar mengalun lembut di telinga. Kepalaku menoleh kaku mendapati Mark berdiri di sebelahku dengan senyum hangat di bibirnya. Senyumnya masih sama seperti dulu, hanya saja wajahnya agak lesu tak bersemangat.

Aku menarik sudut bibirku sedikit, menyesap anggur buah di tanganku. “ Ada apa? ”

Mark menggeleng ringan, masih tersenyum, “ Bukan apa-apa. Sweet seventeen ya, semoga kamu sehat dan bahagia selalu. ” tangannya merogoh saku celana mengeluarkan kotak kecil. “ Mungkin aku uda telat banget karena baru ngasih ini ke kamu sekarang, tapi aku harap kamu mau terima hadiah terakhir dari aku sebagai teman dekat. ”

Aku memandangnya lama lantas terkekeh. Tanganku menerima kotak kecil darinya dengan senyum ringan, “ Makasih. Semoga kamu juga sehat dan bahagia selalu. ”

Mark balas tersenyum, mengangguk.

Aku melihat depan lagi, menyaksikan teman-temanku saling tertawa dan bercanda bersama. Terutama Mike yang sudah bisa berbaur lagi meski masih tetap sedingin sebelumnya.

Glenn keluar dari kerumunan membawa segelas koktail dan berjalan ke arahku. “ Kamu bosen? ” tanyanya saat tiba di depanku.

“ Sedikit. ” jawabku jujur.

Acara malam ini sudah tinggal bersenang-senang saja. Potong kue dan tiup lilinnya selesai satu jam lalu juga acara berbaur dengan teman-temanku di Zurich hingga aku bosan sendiri dan memutuskan menyingkir di pojok ruangan.

Glenn mengangguk-anggukkan kepalanya. “ Taun baru kita rayain dimana? Disini atau di Bandung? ”

Aku kembali menyesap gelasku, “ Disini? Kamu kan belom pernah ngerasain taun baruan disini. Lagian juga kurang sehari lagi, gak mungkin cukup kalo kita balik ke Indo dulu. Biar temen-temen yang lain juga cukup seneng-seneng disini. ” ujarku ringan.

Glenn mengetuk kepalaku ringan, “ Tapi Bang Satrio, Bang Keenan, sama Kak Shasa udah kelas dua belas, loh. ” ingatnya.

Aku terkekeh, mengangguk tenang, “ Ya, kamu biarinlah. Kan mereka juga butuh libur dari belajar sekalian refreshing biar nggak stres karena belajar terus. Lagian juga cuma lima hari disini bukan selamanya. ” kekehku.

Glenn menggeleng pasrah mendengar jawabanku. “ Dasar kamu. ”

Aku memukul lengannya main-main, tertawa geli, “ Kamunya aja yang terlalu serius. Mereka yang mau ujian aja masih santai kok. ”

Glenn mengacak rambutku dengan ekspresi ' tak tau harus berkata apa ' membuatku terkikik geli.

“ Ikut aku ke taman belakang, yuk. Aku ada sesuatu buat kamu. ” ajak Glenn kemudian.

Aku mengangguk tanpa banyak berpikir karena merasa cukup bosan disini. Glenn menangkap tanganku, menggenggamnya erat dan dibawa keluar dari ballroom hotel menuju lift.

Taman belakang Hotel berada di lantai satu dekat dengan kolam renang. Disana ada beberapa bangku putih panjang dengan ukiran cantik sebagai hiasan. Di dekatnya ada jalan taman selebar dua meter agar pejalan kaki tidak saling bertabrakan saat berjalan. Di tengah taman juga ada kolam ikan sederhana dengan jembatan kecil di atasnya.

“ Kamu mau ngomong apa? ” tanyaku setelah duduk rapi di salah satu bangku yang berada tidak jauh dari kolam ikan.

Glenn duduk di sampingku lalu memelukku erat, “ Kangen sama kamu... ” bisiknya dengan suara rendah dan serak.

Aku merona mendengarnya dan bergumam, “ Umm... Kamu kapan bilang ga kangen sama aku. ”

Glenn menatapku, “ Ya kamunya juga belom sah jadi milik aku makanya kangen terus soalnya gabisa liat wajah kamu tiap pagi. ” keluhnya dengan nada tidak suka.

Aku mencubit pinggangnya gemas, “ Kita masih kelas dua tau! Ngebet banget sih pengen nikah sama aku, tar dikira aku pelet kamu lagi jadinya lengket gini. ” gerutuku.

Glenn menelusup ke ceruk leherku. Saat ia menggeleng, rambut pendeknya membelai kulit leher dan rahang bawah dengan gatal.

“ Glenn ihh, gatel tauuu... ” rungutku sebal.

Glenn tidak menjawab. Nafas tenangnya menyapu leherku menambah sensasi mati rasa di kulit.

Aku menepuk kepalanya gemas, “ Glenn.... ” rengekku tak tahan dengan rasa menggelitik di leherku.

Glenn mengangkat kepalanya dan menatapku sayu, “ Harus dibiasain sama gelinya biar pas malam pertama gak canggung lagi. ” ucapnya lalu kembali membenamkan kepalanya di ceruk leherku.

Wajahku memerah karena alasan tak bermoral itu. “ GLENN!! ” jeritku malu saat merasakan sesapan dan gigitan di area belakang leherku.

Glenn menjauhkan kepalanya, menatap bekas gigitannya puas. “ Oke, sekarang kamu milik aku, kamu dilarang minta peluk sama cowok selain Aku sama Papa kamu. ” ucapnya dengan ekspresi serius.

Aku mengernyitkan dahi, “ Lah terus kalo sama Alex masa gabole juga? ” dia menggeleng keras kepala. “ Kalo Kak Bimo gimana? ” Glenn menggeleng lagi. “ Kak Leo? ” lagi-lagi dia menggeleng. Aku cemberut, “ Terus kalo seumpama kamu atau Papa nggak ada pas aku lagi sedih aku peluk siapa, dong? ”

“ Ya nggak usah peluk-peluk! ” katanya sungguh-sungguh.

Ini serius?

Ya ampun... Malangnya nasibku hiks...

Glenn meletakkan telapak tangannya di kepalaku dan menggosoknya lembut. “ Tapi kamu tenang aja, kalo kamu lagi sedih kamu bisa telepon aku. Aku bakal siap sedia selalu nemenin kamu setiap saat sekalipun di waktu sulit maupun genting. ” ucapnya lembut.

Aku menatapnya dengan ekspresi rumit di mataku. Dia memang kelewat posesif, tapi dia juga kelewat sayang dan perhatian sama aku sampe aku gapunya apa-apa lagi buat nyangkal kekeras kepalaan dia.

Aku tersenyum kecil, mendekat ke arahnya dan memeluk pinggangnya erat. “ Oke, aku percaya asalkan kamu beneran tepatin kata-kata kamu. ”

“ Janjinya mana? ” tanyanya sambil menyodorkan kelingking.

Aku tertawa, “ Iya-iya, janji... ” aku mengaitkan jari kelingkingku padanya dan membenamkan kepalaku lebih dalam ke dada hangatnya.

Unn nyaman dan hangat.

Aku harap kami bisa seperti ini terus. Berjalan bersisian selalu dan saling menemani sampai tua. Sampai rambut kami memutih dan pudar tapi rasa di antara kami akan tetap kekal hingga akhir. Aku mungkin tidak tau masa depan, tapi aku selalu optimis dengan takdir baik yang kami arungi bersama. Mungkin akan ada ombak dalam perjalanan kami, tapi aku lebih yakin ombak yang datang tidak akan sebaik perasaan kami.

Kami memulai semuanya dengan polos dan tulus. Tidak ada paksaan sama sekali. Hanya ada kepercayaan dan ketulusan di dalamnya. Hanya ada hati yang saling melengkapi dan memperkuat pertahanan.

Aku percaya, takdir tidak akan pernah mengkhianati kami. Takdir tidak akan pernah tega memisahkan kami setelah menyatukan kami dari berbagai masalah sebagi perantara.

Aku terkekeh pelan, mengangkat keoalaku dan menangkap bibirnya, memberi ciuman dalam dan hangat kedua untuknya.

Glenn juga membalasku dengan bersemangat. Memegang diriku dalam pelukannya dan tenggelam dalam ciuman kami.

Terimakasih Tuhan. Terimakasih karena telah mempertemukan dan menyatukan kami. Terimakasih telah memberi banyak kesempatan bagi kami untuk berpikir lebih baik lagi tentang hubungan kami. Terimakasih untuk segalanya. —Crystal

Terimakasih Tuhan karena telah menggariskan takdir yang sama dengannya. Telah membantuku merubah keburukan yang tidak disukainya dan menjadi sosok penting baginya. Terimakasih karena telah memberikan banyak kedulitan yang membantuku berpikir ulang tentang kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan padanya. Terimakasih untuk segalanya. —Glenn


[END]

I'M WITH YOU✔ #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang