20

111 9 0
                                    

Bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit lalu. Bu Disa selaku guru Matematika Wajib pun sudah sejak sepuluh menit lalu meninggalkan kelas. Selesai berkemas dengan barang-barang aku berjalan sendiri menyusuri lorong. Sendiri? Iya, sendiri. Mike uda ke lapangan basket indoor beberapa saat setelah Bu Disa keluar kelas.

Aku melangkah dengan santai dan bersenandung kecil di sepanjang jalan ke perpustakaan. Aku merasa cukup was-was. Entahlah apa sebabnya. Mungkin karena aku menyusuri lorong sendirian? Tapi nggak benar-benar sendiri, sih, karena ada beberapa siswa-siswi yang masih asyik bercengkerama di dalam kelas sambil piket atau pun berberes.

Cklek

“ Permisi? ” ucapku saat membuka pintu perpustakaan yang ditutup. Aku masuk ke dalam dan melihat-lihat sekitar.

Kosong.

Hmmm... Lebih baik begini, kan? Tapi entah kenapa aku jadi merasa lebih diawasi saat ini

Hmph

Aku memutuskan tidak peduli dan lanjut berjalan menuju salah satu kursi dan duduk disana. Aku kembali mengambil novelku keluar dan lanjut membaca

Brakk

Aku terjengit kaget mendengar sesuatu yang seperti sengaja dipukul itu. Aku bangkit dan melihat sekitar. Samar, aku melihat bayangan seorang pria di salah satu rak buku. Aku menatapnya lekat. Aku kenal siluetnya. Dan... Apa yang dia bawa?

Pi—sau? ‘ batinku terbata

“ Apa kabar? Merindukanku? ”

Deg

Jantungku mencelos begitu suara berat itu mengalun di gendang telingaku. Mataku memperhatikan gerak-geriknya yang mulai menampakkan diri. Aku terkesiap dengan mulut yang refleks ku tutup sebelum berteriak heboh

“ K-kak B-bi-mo? ” panggilku terbata

“ Hai, sy! ” pekiknya dengan suara bass dan seringaian devil di wajahnya

Bulu kudukkku meremang merasakan atmosfer yang mencekam tapi sebisa mungkin aku hanya menunjukkan ekspresi dinginku.

“ Gimana kabar Bima? Uda mati? Oh, gue lupa. Kemaren kan dia baru keluar dari rumah sakit. ” dia menampilkan smirknya

Sejenak gambaran foto yang kutemukan di gudang kembali terlintas di benakku.

“ Kembaran kakak, right? ” tanyaku tenang. Kak Bimo terlihat sedikit terkejut tapi sedetik kemudian kembali menampilkan seringaiannya

“ Hmm... Ternyata lo uda tau, hm? Sebagai hadiahnya gue bakal ngirim hadiah istimewa ke rumah lo berupa kepala gadis kesayangan keluarga Aditama ini. ”

Kak Bimo kembali melangkahkan kakinya mendekat membuatku refleks mundur. Seringaian Kak Bimo semakin lebar. Aku semakin berjalan mundur. Sebisa mungkin aku memberi jarak aman seolah Kak Bimo itu virus Covid-19 yang sedang viral di sosmed

“ Kenapa? Lo takut? Haha seneng banget gue bisa liat wajah datar lo yang keliatan takut hahaha ” tawanya menggema di seluruh ruangan

Aku beringsut mundur sampai menabrak pintu masuk sedangkan Kak Bimo masih melanjutkan langkahnya. Dia menguarkan aura membunuh dan kebencian yang kuat.

Dia terkekeh saat sudah berada tepat di depanku dan mengusap pipiku lembut dengan ujung mata pisaunya. Aku meringis merasakan perih di pipiku

“ Lo tuh cantik. Pengen gue nikahin aja rasanya. Tapi sayang. Lo harus mati sebelum yang lain tau soal gue sama Bima. ” bisiknya

I'M WITH YOU✔ #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang