Empat Belas

1.5K 215 12
                                    

Sesuai ucapannya tadi, Bara mengajak Anya ke sebuah butik ready to wear milik temannya untuk memilih dress yang akan dikenakan oleh Anya malam nanti. Mereka berdua disambut oleh Anjani. Seoarang wanita berambut sebahu, yang memiliki wajah keibuan. Jangan dilupakan perut buncitnya yang sedang mangandung anak ke 2.

Dari tampilan fesyen yang ia kenakan, gaya Anjani ini terlihat casual. Tapi berbanding terbalik dengan koleksi pakain yang ada di butiknya. Kebanyakan koleksi Anjani adalah gaun malam yang elegant, glamour, dan seksi. Anya sampai bingung memilih dress mana yang akan ia kenakan.

Salah satu karyawan Anjani membantu memilihkan untuk Anya. Dari yang v-neck sampai strepless. Anya terus saja menggeleng tidak setuju dengan dress yang ditunjukkan. Bukannya jelek, semuanya sangat cantik di mata Anya. Tapi Anya malu mengenakan salah satu dress tanpa lengan itu. Ia belum waxing minggu ini, jadi kalau ia menganakannya maka akan terlihat akar-akar halus dari balik lengnnya. Bukannya terkesan, Bara pasti akan langsung ilfeel melihatnya.

Membayangkan sendiri saja Anya ngeri.

Anya membisikan sesuatu ke telinga pegawai butik yang bernama Diah, wanita itu mengangguk lalu pergi menuju balik pintu yang tembus ke ruang lain.

Bara sejak tadi menunggu di sofa panjang yang tersedia di sana. Ia memperhatikan Anya yang sejak tadi belum menemukan pilihannya. Entah apa yang Anya inginkan, padahal butik ini termasuk langganan para kaum selebritas. Mungkin Anya hanya bingung memilihnya. Pikir Bara.

Akhirnya Anya menemukan dress pilihannya yang dibawa oleh Diah. Sebuah dress selutut warna hitam dengan bagian lengan dengan potongan bishop sleeve yang terawang. Anya menghela nafas lega, ternyata masih ada yang sesuai keinginannya. Pakain yang masih menampilkan nilai kesopanan.

Setelah selesai dengan urusan pakaian, Bara mengantarkan Anya ke sebuah salon & spa. Bara berpesan agar Anya menikmati waktunya memanjakan diri sore ini karena Bara harus menghadiri meeting diwaktu yang sama. Barulah setelah Bara selesai, ia akan menjemput Anya.

"Anggap aja ini sebagai permintaan maaf aku karena sudah bikin kamu malu di depan banyak orang. Sekarang aku mau kamu rileks dan menikmati waktumu." Itu ucapan Bara sebelum Bara pamit.

Oke. Karena ini cuma-cuma, maka Anya memanfaatkannya dengan baik. Belum tentu juga Anya bisa menikmati perawatan tubuh dari ujung rambut hingga ujung kaki sebulan sekali di tempat mahal seperti ini. Mendingan luluran sendiri di rumah dengan lulur seharga dua puluh lima ribu yang bisa 10 kali pakai. Atau ia juga bisa memanggil Mbak Ijah, tukang pijet di perkampungannya yang bisa melayani jasa massage ala-ala salon.

Kali ini Anya merasa beruntung menerima Bara dalam hidupnya. Bukannya matre, tapi Anya realistis. Sebagai wanita, ia juga ingin diperlakukan seperti ratu. Mendapat perlakuan khusus dari pasangannya, dimanjakan, pokoknya cita-cita Anya kalau sudah menikah, ia ingin mengurangi pekerjaannya, dan menikmati hidup sebagai ibu rumah tangga.

Tak terasa Anya sampai ketiduran saat dilulur tadi dan dibangunkan oleh tarapis untuk melanjutkan tahap berikutnya. Sepertinya ia memang sangat kelelehan dan butuh memanjakan diri.

Anya merasa segar kembali setelah melakukan perawatan tubuh. Lain kali ia akan menyisihkan uangnya untuk bisa seperti ini lagi. Sesekali ia harus menikmati jerih payahnya.

Setelah selesai merapikan penampilannya, Anya segera turun ke lobi. Bara mengiriminya pesan kalau ia sudah sampai dan menunggu di sana. Begitu sampai di anak tangga terakhir, Anya tersenyum lebar melihat Bara yang ada di sana yang juga melihatnya.

Anyelir untuk BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang