"Tapi, kalo dengan si pemberi bunga anyelir itu, Miss Anya masih inget, kan?"
Perkataan Pak Martin terus saja terngiang di kepala Anya. Si pemberi bunga, katanya. Anya langsung sadar siapa yang dimaksud.
Ya ampun. Kenapa Ia sampai lupa. Pak Martin itu adalah senior yang selalu berada di samping orang yang terus mengerjainya saat ospek. Tapi saat itu Anya tidak terlalu memperhatikan keberadaan Pak Martin.
Anya malu sekali saat mengingat masa-masa itu. Dirinya dikerjai habis-habisan oleh orang yang Ia kira adalah salah satu seniornya. Anya menggelengkan kepalanya. Mencoba menolak hal memalukan itu.
Tapi Anya kembali memikirkan sesuatu. Kalau Pak Martin menyebutkan orang yang memberinya bunga waktu itu, berarti mereka ada hubungan.
"Jangan-jangan... itu sepupunya?" Gumam Anya
Astaga.
Anya berharap, semoga saja orang itu lupa padanya. Dan Ia juga berharap mereka tidak akan bertemu lagi.
🌸🌸🌸
Bara memandangi keramaian kota dari balik jendelanya. Sudah dua minggu ini Ia menjabat sebagai CEO Irawan Makmur Textile. Ruangannya berada di lantai 20, sehingga jalanan dan kendaraan yang lalu lalang di bawah sana nampak kecil.
Tangan kirinya berada dalam saku celana, dan tangan kanannya mengusap-usap dagunya. Bara tersenyum mengenang kejadian beberapa tahun lalu.
Saat bertemu dengan Martin minggu lalu, sepupunya itu mengatakan bahwa gadis yang Ia ganggu saat ospek di kampus Martin, dulu, mengajar di sekolahnya.
Tentu saja Bara masih ingat dengan wajah kesal dan imut gadis itu. Waktu itu Bara memang sengaja mengerjai gadis yang Ia tahu bernama Anyelir. Saat itu Bara masih berduka setelah kepergian orang tuanya. Martin yang mengajaknya ikut acara ospek jurusannya. Katanya, untuk hiburan agar tidak murung terus-terusan.
Bara tertawa kecil mengingat bagaimana gadis itu malu saat Bara menyuruhnya bertingkah seperti monyet di depan teman-teman seangkatannya. Dan yang lebih parah lagi, Bara menyuruh Anyelir untuk memanjat pohon mangga yang ada di dekat tenda mereka. Sungguh Bara akui, bahwa apa yang Ia lakukan kelewat batas, namun Ia sangat terhibur dengan mengganggu Anyelir. Tapi di samping itu, Bara memang tertarik dengan Anyelir sejak pandangan pertama.
Saat kembali ke Munich, Bara sempat tak rela meninggalkan Anyelir. Memangnya ada hubungan apa sampai tak rela.
Anyelir memang bukan cinta pertamanya. Tapi, saat pertama melihat gadis itu, Bara tak berhenti memikirkannya. Sampai dua minggu berturut-turut sebelum Ia pergi ke Munich, Bara masih terus menemuinya bersama setangkai Anyelir untuk.... Anyelir. Ekspresi yang ditunjukkan gadis itu pun masih bisa Bara ingat dengan jelas. Kesal dan menggemaskan.
Sayangnya Bara tak sempat mengungkapkan perasaanya. Ia juga tak sempat mengucapkan kalimat perpisahan. Atau sekedar pesan untuk menunggu kepulangannya. Atau... apalah yang bisa membuat Anyelir hanya untuknya. Bara tak pernah melakukan apapun.
Tapi sepertinya takdir mendukungnya. Menurut cerita yang keluar dari mulut Martin, Anyelir masih sendiri. Jodoh memang tak kemana. Bara juga masih sendiri. Cocok sekali. Bara tambah yakin kalau Anyelir ditakdirkan untuk Bara. Ya... walaupun pada kenyataannya saat di Munich, Bara sering sekali bergonta-ganti teman kencan. Biasalah pergaulan barat. Tapi Ia tak menganggap serius wanita-wanita yang berkencan dengannya.
Tapi ada satu yang mengganggu pikiran Bara. Anyelir memang masih sendiri, tapi juga banyak guru pria yang terang-terangan menggodanya. Bara tak rela jika miliknya diganggu orang lain. Ia pun bertekad, harus bergerak cepat.
🌸🌸🌸
"Selamat pagi, Anya." Seseorang menyapa Anya yang sedang berdiri menyambut kedatangan siswa di depan gerbang.
"Pagi, Danu." Anya tersenyum membalas sapaan Danu.
Danu ini merupakan salah satu guru yang diidolakan oleh para siswa perempuan. Tubuhnya yang tinggi, macho, dan sedikit berotot membuatnya cocok dengan profesinya sebagai guru olah raga. Dan Ia juga merupakan salah satu yang juga sedang mencoba mendekati Anya. Selain Darwis. Tapi kalau Danu ini tidak se-frontal Darwis memang. Danu lebih cool, dan alon-alon asal kelakon.
Danu mengambil posisi di sebelah Anya. Mensejajarkan dirinya dengan incaran hati. Siswa yang datang, secara bergiliran menyalami mereka sebagai suatu bentuk sopan santun yang secara tak langsung di ajarkan di sekolah. Tapi dalam hati Danu membatin, ini seperti ucapan selamat dari tamu undangan untuk pengantin yang berdiri di pelaminan. Ya Tuhan. Membayangkannya saja Danu sangat senang, hingga Ia ingin tersenyum lebar pagi ini. Namun kenyataannya Ia sedang berusaha menahan diri untuk bersikap kalem.
"Tumben hari selasa dateng? Bukannya kamu nggak ada jam?" Pertanyaan Anya membuyarkan lamunan Danu.
"Ada urusan sedikit." Jawab Danu tersenyum, lalu Anya berohria.
"Bener ya kata anak-anak... kalau Miss Anya itu orang yang perhatian."
Anya menaikan sebelah alisnya, "maksudnya?"
"Iya. Buktinya, kamu hafal jadwal aku?"
"Ya ampun, Dan. Ya jelas lah aku hafal. Kan hari selasa aku yang piket. Aku tau persis siapa guru yang dateng hari ini."
Danu mendesah, dibuat-buat seolah kecewa. "Padahal aku udah ge-er tadi."
"Apaan, sih..."
Mereka tertawa bersama, karena kekecewaan yang dibuat-buat oleh Danu.
Sampai ada segerombolan siswa laki-laki kelas 12 yang datang menghambur pada Anya, dengan membawa sesuatu yang membuat Anya, kebingungan.
"Selamat pagiii... Miss Anya yang cantik, kesayangan kita semua." Ucap Vino salah satu dari mereka yang mengambil tangan Anya untuk disalami dan lanjut pada Danu, kemudian diikuti keempat temannya.
"Pagi-pagi sudah merayu gurunya. Sopan sekali, kamu." Sindir Danu, ketus.
"Aduh, maaf jika kedengerannya merayu. Tapi itulah kenyataannya. Bapak Danu." Drama Vino.
Anya hanya menggeleng melihat tingkah siswanya itu, entah sarapan apa si Vino sampai berbicara ala-ala teater begitu.
"Oh, hampir saja hamba lupa." Vino segera mengambil alih sebuah bingkisan bermotif salur pink-putih dan berpita hitam, yang dari tadi dipegang oleh temannya. Kemudian menekuk satu lututnya tepat dihadapan Anya seperti seorang lelaki yang ingin melamar pacarnya dan diikuti oleh teman-temannya, membuat Anya berjengkit kaget dengan tingkah mereka.
"Wahai, Miss Anya kesayangan kami... mohon terimalah bingkisan yang dititipkan pada rakyat jelata ini, dari sang raja." Ucap Vino sambil menyodorkan bingkisannya.
"Apa-apaan, sih kalian." Wajah Anya bersemu merah, dan mengalihkannya.
"Tolong ambil, Miss.... pegel nih." Keluh Vino.
Anya segera mengambil bingkisan itu dan otomatis Vino dan teman-temannya pun berdiri. Tanpa canggung mereka pun mengajak Anya ber-wefie, dengan ekspresi Anya yang masih kebingungan.
Bel berbunyi. Mereka pun pamit masuk ke kelas, pada Anya dan Danu yang masih setia berdiri di situ memperhatikan tingkah mereka.
"Norak sekali." Danu berdecih.
Anya hanya menggedikkan bahunya menanggapi. Norak memang. Tapi itu sangat lucu bagi Anya.
🌸🌸🌸
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir untuk Bara
General Fiction(Seri- 2 Guru BK) [Follow dulu sebelum baca] Lagi-lagi, cerita ini tentang Guru Bimbingan dan Konseling, di sebuah sekolah swasta. Tapi ini bukan cerita cinta antara guru dan wali muridnya. Juga bukan tentang janda dan duda. Ini tentang Anyelir Sa...