Dua Puluh Empat

1.5K 236 11
                                    

Pagi-pagi sekali Anya sudah merepotkan Satria. Ia minta diantarkan ke salon yang sudah di booking oleh Vina. Hari ini mereka akan menjadi panitia di resepsi pernikahan sang Kepala Sekolah muda.

Mereka berangkat menggunakan mobil Avanza milik orang tua Satria. Jalanan masih lengang, tentu saja karena ini hari minggu dan ini masih pagi buta. Satria fokus pada jalanan di depannya, sambil sesekali menguap

"Lo masih ngantuk, Sat?"

"Menurut lo?" Satria hanya melirik Anya dengan ekor matanya sekilas.

"Ya jangan sampe ngantuk lah. Entar bukannya ke salon malah ke rumah sakit."

"Ya lagian pagi banget sih, Nya. Emang acara jam berapa sih?"

"Resepsi jam sepuluh ...."

Belum sempat Anya menyelesaikan kalimatnya, Satria keburu menyela, "Astaghfirullah! Acara jam sepuluh, ke salon abis subuh gini?! Gila ya lo?"

Anya mendaratkan pukulan di bahu Satria hingga pria itu mengaduh, "sembarangan ngatain gue gila. Kan yang dandan di salon itu ramean, Sat. Gue sama temen-temen gue. Lo pikir nge-rias wajah itu sebentar? Hah?!"

"Iya, iya. Canda, sist, canda. Paham banget gue kalo cewek dandannya lama."

Anya hanya diam, tak menanggapi lagi ucapan Satria. Jika sudah ribut, bisa-bisa adu mulut mereka tidak akan selesai. Jadinya keduanya memilih diam dan hanya terdengar suara radio yang mengiringi perjalanan mereka, hingga Satria kembali membuka suara yang membuat Anya mau tak mau menjawabnya.

"Kalo nanti lo ketemu sama Pak Bara gimana?"

Anya terdiam sejenak, "apanya yang gimana?"

"Ditanya malah balik nanya. Ya sikap lo nanti gimana kalo ketemu dia?"

"Ya biasa ajalah." Jawab Anya sekenannya.

"Emang lo udah nggak ada rasa lagi gitu?"

🌼🌼🌼🌼

Ball room hotel tempat terselanggaranya resepsi pernikahan Martin sudah ramai oleh para tamu undangan, kerabat, dan keluarga besar masing-mading mempelai. Beberapa orang terlihat memakai pakaian yang sama. Beberapa kaum adam di sana mengenakan beskap hitam dan ada juga yang berwarna coklat susu, dengan bawahan kain batik berwarna coklat. Tak lupa blankon yang menghiasi kepala mereka.

Sedangkan terlihat rombongan ibu-ibu guru SMA Insan Madani mengenakan kebaya brokat hitam sederhana, yang dipadukan dengan angkin jumputan dan selendang bercorak merah, juga dengan kain yang seragam dengan rombongan pria. Mereka yang mengenakan itu tampak ayu, khas wanita jawa. Tak terkecuali dengan Anya dan teman-temannya. Dan kali ini Vina menuruti perkataan Ibu Yasmin untuk mengenakan pakaian yang sopan, sesuai dengan arahan beliau.

Rangkaian prosesi pernikahan adat jawa baru saja selesai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rangkaian prosesi pernikahan adat jawa baru saja selesai. Kini semua orang sedang menikmati jamuan, ada juga yang sedang asyik mengobrol.

"Nah, kan keliatan anggun kamu, Vin kalo pake kayak begini." Celetuk Ibu Yasmis.

"Yah, Ibu ... kan emang udah dari sananya." Sahut Vina.

"Udah cocok jadi mantu nih, Bu ...." goda Windy.

"Ibu pertimbangin lagi deh, Win."

Vina mencebik mendengar ucapan Ibu Yasmin, mengundang tawa para rekan guru yang berkerumun itu.

"Acarnya Pak Martin aja 'wah' begini ya, apalagi acaranya Anya nanti ya, pasti lebih mewah." Celetuk salah satu rekan senior Anya. Pak Ridwan.

Anya yang mendengar namanya disebut pun merasa canggung. Ia tersenyum kikuk, "... kok gitu ya, Pak?" Anya pura-pura tak tahu.

"Lah, kan calon suamimu lebih kaya dari Pak Martin. Jadi, pasti lebih dari ini kan?"

Anya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, para rekan yang lain ikut menyetujuinya, kecuali Vina dan Windy yang sudah mengetahui yang sebenarnya.

"Tapi kok dari tadi saya liat kalian nggak bareng-bareng? Harusnya kamu gabung sama dia, Nya. Berbaur sama keluarga besarnya tuh." Tunjuk Pak Ridwan ke arah sudut lain ruangan ini.

Anya hanya melihat sekilas, "oh, biarin aja lah, Pak. Lagian saya kan ...."

Belum sempat Anya menyelesaikan ucapannya, Vina tiba-tiba mengiterupsi. "Anya! Katanya lo mau nyanyi? Udah ayok buruan kita ke panggung! Yuk!"

Anya nampak tak mengerti dengan ucapan Vina. Namun ia langsung mengikuti Vina saat gadis itu menggeret tangannya, menjauhi obrolan yang ingin Anya hindari.

🌼🌼🌼🌼

Sepanjang acara Bara mencoba mencuri-curi pandang ke arah lain, walaupun ia sedang mengobrol dengan beberapa tamu undangan yang hadir. Banyak kolega-koleganya yang diundang oleh Tante Ratna. Saat pertama memasuki ball room, mata Bara sudah menangkap sosok gadis cantik yang dirindukannya belakangan ini. Anya nampak cantik mengenakan kebaya hitam dan rambutnya yang digulung ke atas leher dengan hiasan bunga mawar.

Bara belum sempat menghampiri gadis itu. Sebagai salah satu keluarga tuan rumah, ia masih sibuk menyambut para tamu. Dan sekarang ia kehilangan sosok Anya di antara para tamu.

Bara mulai berkeliling lagi, mencari jejak Anya. Dari mulai kerumunan para wanita berkebaya hitam hingga ke setiap sudut ruangan resepsi, Bara belum menemukan Anya. Hingga Bara menyadari suara seseorang dari atas panggung, yang menarik perhatiannnya.

Itu dia! Bara menemukannya. Anya sedang bernyanyi di sana penuh penghayatan. Bara melangkahkan kakinya lebih dekat pada Anya. Ia mengunci pandangannya saat tatapan mereka bertemu. Bara ingin lebih dekat lagi, namun sayang, sudah banyak dari rekan guru gadis itu yang mengisi tempat kosong di bawah bibir panggung. Bara hanya berdiri tak jauh dari belakang mereka.

Tuhan kucinta dia
Kuingin bersamanya
Kuingin habiskan nafas ini
Berdua dengannya
Jangan rubah takdirku
Satukanlah hatiku dengan hatinya
Bersama sampai ... akhir ....

🌼🌼🌼🌼

Tbc.

Nggak papa kan bund dikit banget gini?

Makasih udah vote dan komen di part sebelum-sebelumnya...

Mudah-mudahan bisa tiap hari update... biar cepet selesai. Terus bisa lanjutin cerita cucunya Grandpa Bernardo yg duda itu ya... 🙂😘

Anyelir untuk BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang