Sembilan Belas

1.3K 235 9
                                    

Update tipis-tipis dulu ya, bund. Biar gak lupa... hehehe...

Jangan lupa vote + komennya.

Trimakasih, happy reading...

🌼🌼🌼🌼

Pagi itu Bara tak mendapati Anya di rumahnya. Yang ada hanya sebuah pesan yang disampaikan oleh asisten rumah tangganya, bahwa Anya sudah pergi pagi-pagi sekali karena ada urusan.

Kali ini Bara membiarkan Anya pergi. Ia juga masih bingung dengan sikapnya. Harusnya ia bersyukur jika wanita yang akan dijodohkan oleh orang tuanya adalah pujaan hatinya sendiri. Tapi karena cerita Anya semalam, ia jadi tak mengerti, mengapa orang tuanya ingin ia menikah dengan gadis pilihan mereka. Gadis yang tak diketahui siapa ayahnya.

Sungguh. Bara memikirkan hal itu semalaman. Rasa cintanya pada Anya malah bisa teralihkan oleh kenyataan yang ia dapatkan. Ia memang tak tahu banyak tentang latar belakang Anya selama ini. Ia hanya tahu bahwa ayah Anya sudah tiada.

Dari pada ia bingung terus-terusan dan asyik dengan dugaannya sendiri, maka Bara memutuskan bertanya lansung pada Tante Ratna hari itu juga. Ya, siapa lagi yang bisa ia tanyai tentang hal ini kecuali satu-satunya keluarga yang ia miliki.

"Tante nggak tahu pasti tentang alasan papamu membuat perjodohan ini." Tante Ratna menjeda sebentar, "... tapi, yang pasti papamu punya hutang budi sama keluarganya Anya. Mungkin dari situ awal ide perjodohan itu."

Bara mengernyit, "hutang budi apa, Tan?"

"Tante nggak paham, Bar. Emangnya kenapa sih kamu penasaran sama perjodohan ini? Bukannya kamu bilang  kalo kamu nggak mau melanjutkan ini ya?"

Bara masih diam tak menjawab pertanyaan dari Tante Ratna. Ternyata Tante Ratna tak bisa menjawab rasa penasaran Bara. Ia makin bingung dengan keadaan ini.

"Katanya kamu lebih milih pacar kamu dari pada dijodohin?" Lanjut Tante Ratna yang kali ini membuat Bara angkat bicara.

"Anya itu pacar Bara, Tan." Ucapnya lirih.

"Apa, Bar?!"

"Anya yang dijodohin sama Papa itu ternyata pacar Bara. Mereka orang yang sama, Tante."

Tante Ratna berpikir sejenak mencerna perkataan keponakannya itu. "... ya bagus dong kalo ternyata dia pacar kamu. Terus sekarang masalahnya apa?"

Bara menghembuskan nafas, "... rumit, Tan."

"Rumit gimana, Bar?"

Tadinya Bara tidak mau mengatakan situasi yang terjadi antara dirinya dan Anya. Namun, Tante Ratna terus saja mendesak Bara untuk bercerita yang sebenarnya terjadi. Akhirnya, mau tak mau Bara menceritakan dari awal ia kaget dengan kedatangan Anya di resto tempat pertemuan mereka dan juga malam saat Anya menceritakan tentang dirinya.

Tante Ratna pun terkejut mendengar kebenaran tentang Anya. Pantas saja saat acara pertemuan mereka waktu itu, terjadi hal yang di luar dugaannya.

Tante Ratna menghela nafas dalam, "... Tante yakin kalo papamu punya alasan yang kuat untuk menjodohkan kamu dengan Anya. Sepertinya dia gadis yang baik, cuma nasibnya aja yang kurang baik."

Tante Ratna bisa mengerti jika Bara mengalami kegalauan. Ia juga tidak ingin mempengaruhi pikiran Bara dengan saran-saran yang malah akan memperburuk keadaan. Tante Ratna menyerahkan semua keputusan pada Bara. Keponakannya itu sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihannya sendiri.

Tak mendapatkan titik terang dari tantenya, akhirnya Bara memutuskan menemui satu-satunya orang yang mungkin saja mengetahui tentang alasan di balik perjodohan ini. Dan mereka bertemu di hari berikutnya setelah Bara menghubunginya terlebih dahulu.

"Untuk apa kamu ingin mengetahui alasannya? Toh kalian memang sudah  menjalin hubungan 'kan?"

"Saya hanya ingin tahu alasan papa saya."

Ibu Tania baru-baru ini mengetahui hubungan Anya dan Bara. Sebenarnya diam-diam ia menyuruh orang untuk mencari tahu tentang Anya setelah pertemuan empat mata mereka. Ada sedikit kelegaan mengetahui yang sebenarnya, tapi sekarang ia merasa ada yang aneh ketika Bara menanyakan perihal alasan perjodohan ini.

Ibu Tania tak sepenuhnya membenci Anya. Hanya saja sejak dulu ia ditentang oleh keluarganya untuk menemui mantan suaminya dan anak angkatnya itu. Dari pada memeberi harapan palsu, Ibu Tania berpikir lebih baik menjauh dari kehidupan mereka. Apalagi sekarang ia adalag seorang istri pengusaha terkenal. Ia tak ingin nama suaminya terbawa dalam kerumitan masa lalunya.

"Anya sudah menceritakan semuanya pada saya." Ucap Bara.

Ibu Tania berusaha tenang mendengar hal itu. "Lalu, apa masalahnya sekarang?"

"Saya tidak mengerti kenapa papa saya menjodohkan anaknya dengan anak dari hubungan yang tidak jelas."

Omongan Bara sungguh kasar di telinga Ibu Tania. Tangannya yang berada di sebelah cangkir kopi itu mengepal kuat. Dengan anggunnya ia berusaha keras menyembunyikan letupan emosinya akibat mendengar ucapan Bara barusan tentang Anya.

"Saya tau, kamu sangat mencintai Anya. Karena saya sempat mendengar kalo kamu menolak perjodohan ini. Tapi sepertinya cintamu tidak tulus untuk gadis itu."

Bara mengeraskan rahangnya. Sejak tadi tidak ada jawaban untuk pertanyaannya. Ia sangat kesal sekarang, "anda tidak perlu menilai ketulusan cinta saya, Nyonya. Setidaknya saya tidak meninggalkan orang yang saya cintai. Seperti yang telah anda lakukan."

Ibu Tania berdecih, "itu masa laluku. Dan urusanku." Ucapannya terjeda, "... lagi pula, saya yakin sekarang kamu mulai meragukan gadis itu. Jika kamu mencintainya dengan tulus dan tidak berpikir untuk meninggalkannya, tidak mungkin kamu repot-repot mencari tahu alasan perjodohan ini."

"Yakinkan lagi hatimu. Jika kamu mencintainya, kamu harus bisa menerima Anya apa adanya. Jika kamu masih ragu, maka segera tinggalkan dia. Karena kamu tidak akan mendapatkan jawaban apapun atas rasa penasaran itu." Lanjutnya kemudian beranjak dari duduknya meninggalkan Bara.

🌼🌼🌼🌼

Tbc.

Anyelir untuk BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang