Dua

2.5K 366 8
                                    

Semua guru-guru dan staf SMA Insan Madani sedang disibukkan dengan acara penyambutan kepala sekolah yang baru.

Minggu lalu sudah dilakukan perpisahan dengan kepala sekolah yang lama. Dan hari ini acara penyambutan dan serah terima jabatan kepala sekolah.

Dari gosip-gosip yang tersiar, kepala sekolah yang baru merupakan anggota keluarga pemilik yayasan. Apalagi katanya, kepala sekolah yang baru masih muda dan belum berkeluarga. Kabar tersebut otomatis membuat para guru perempuan yang masih jomblo histeris. Kecuali Anya.

"Ya ampun. Nggak sabar deh, pengen liat kepsek kita yang baru." Ucap Vina gemas.

"Akhirnya, sekolah ini ada wajah baru." Timpal Windy.

"Emang lo udah liat mukanya, Win?" Tanya Anya.

"Ya belum, sih. Cuma kalo diliat dari namanya, orangnya udah pasti cakep..."

"Emang siapa namanya?" Anya mengernyit sambil menata kue dalam piring.

"Namanya, Martin Pramudya Bahtiar." Jawab Windy dengan mantap.

"Martin Pramudya Bahtiar ..." Gumam Anya.

Namanya seperti familiar di telinga Anya. Tapi entah dimana Ia pernah mendengarnya. Sudahlah, lihat saja nanti. Pikirnya.

Acara penyambutan kepala sekolah SMA Insan Madani diselenggarakan jam 10 pagi.  Anya kebagian jatah mengurus konsumsi bersama Vina dan beberapa staf tata usaha. Sedangkan Windy yang pandai berbicara, mendapat tugas sebagai pembawa acara.

Semua guru sudah berkumpul di aula. Acara tersebut hanya dihadiri oleh para guru dan ada beberapa tamu dari yayasan. Para murid dikondisikan agar tetap belajar di kelas dengan diberi tugas oleh guru mata pelajarannya masing-masing.

Tadi Anya sudah menyiapkan beberapa  piring kue di atas meja panjang yang ada di depan untuk para tamu penting. Sementara itu, untuk guru-guru yang lain, sudah disiapkan di dalam kotak kecil. Dan siap dibagikan.

Jam 10 kurang, para tamu sudah hadir, dan di sambut oleh kepala sekolah yang lama, serta para wakilnya. Rombongan tamu kira-kira ada 5 orang. Salah satunya seorang pria muda berambut hitam lebat, mengambil tempat di sebelah kepala sekolah yang lama. Sudah pasti pria itu merupakan calon pimpinan mereka. Para guru perempuan, apalagi yang masih gadis, sejak tadi sudah memperhatikan pria tersebut, melihat wajah tampan brewokan, yang macam aktor telenovela. Mereka bahkan heboh sendiri, seperti siswi kelas  10 melihat seniornya yang populer lewat di depan mereka.  Haduh.

Acara inti pun tiba. Anya sejak tadi memperhatikan Pria yang Ia ketahui sebagai kepala sekolahnya yang baru, yang Ia ketahui adalah Martin Pramudya Bahtiar. Alasannya bukan karena Ia mengagumi ketampanan Pak Martin. Bukan. Tapi, Anya seperti pernah melihat wajah orang itu. Tapi Anya lupa dimana.

🌸🌸🌸

Seperti biasa, Anya sudah tiba di sekolah pagi-pagi sekali. Setelah meletakkan kue buatannya di kantin, Ia bergeges ke ruangannya untuk menaruh tasnya di sana, kemudian berjalan menuju gerbang depan untuk menyambut para siswanya. Sebenarnya, sih untuk melatih kedisiplinan mereka agar selalu patuh pada peraturan sekolah. Biasalah, anak-anak remaja pada usia pubertas sering aneh-aneh, baju dikeluarin, baju press body, dasi nggak dipake, bahkan ada yang sengaja memakai rok mini sebatas paha. Perilaku mereka yang melanggar kedisiplinan itu biasanya mencontoh dari FTV ataupun sinetron-sinetron di televisi. Makanya, Anya selalu mengingatkan agar mereka lebih selektif memilih tontonan yang mendidik dan tidak mencontohkan perilaku negatif yang bisa mereka tiru.

Kalo sudah begitu Anya akan memberi teguran. Jika mereka mengulangi lagi, maka akan ada hukuman yang Anya alihkan pada guru piket.

Siswa-siswa mulai berdatangan. Mereka memberi salam pada Anya dan mencium tangan gurunya itu. Tak jarang beberapa siswa laki-laki suka sekali merayu-rayu Anya, secara guru mereka itu masih single dan tentu saja cantik.

Anyelir untuk BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang