Jika saja waktu bisa diputar kembali, pasti yang dilakukan Bara saat ini adalah memperbaiki kesalahannya di masa yang lalu. Sayangnya, hal itu tidak dapat ia lakukan. Hanya ucapan maaf dan penyesalan yang tersisa.
"... harusnya aku ada di sisi kamu saat kamu menghadapi kenyataan pahit itu. Harusnya aku nggak menjauh dan nggak melepas kamu gitu aja." Ucap Bara penuh penyesalan.
Bara menggenggam erat tangan Anya, "... jujur, aku juga nggak percaya dengan situasi yang kita hadapi saat itu. Tapi, apapun alasannya nggak akan bisa menutupi kebodohanku yang membiarkan kamu pergi, Anya."
"Anyelir. Maaf ...."
Anya sama sekali belum merespon permohonan maaf Bara. Gadis itu masih tertunduk diam menahan isakannya, mengingat bagaimana ia harus menghadapi kenyataan pahit hidupnya seorang diri.
Anya mengangkat wajahnya, mencoba tersenyum di sela air mata yang menggenang, "... Mas Bara nggak perlu minta maaf. Anya udah biasa menghadapi semuanya sendiri."
"Nggak gitu seharusnya ...."
Anya menyela, "Anya ngerti kok, Mas. Kita butuh waktu untuk memahami keadaan ini. Dan Anya bisa maklum kalo Mas Bara pasti nggak siap dengan semuanya."
"... lagian sekarang Anya juga udah bisa nerima kenyataan yang ada kok. Mas Bara tenang aja ya, nggak ada yang perlu dimaafin." Lanjutnya berusaha tegar.
Bara malah makin menyesal sekarang. Gadis di depannya ini masih berusaha menutupi kelemahannya dengan bersikap baik-baik saja. Pria macam apa dirinya sampai tega membiarkan Anya sendirian.
Jemari Bara berpindah ke atas menangkup wajah Anya yang sendu. Ibu jarinya mengusap sisi wajah yang memerah akibat menahan tangis. Dan akhirnya runtuhlah pertahanan Anya. Air matanya mengalir begitu saja saat mendapat perlakuan lembut dari Bara.
"Aku sadar ini berat untuk kamu. Sekali lagi aku minta maaf." Tutur Bara begitu lembutnya.
"... aku ingin kita bersama lagi. Aku nggak bisa jauh dari kamu, Anya."
"Mas ...."
🌼🌼🌼🌼
Pagi ini Bara terbangun dengan perasaan yang luar biasa. Semalam ia dan Anya baru kembali dari vila keluarganya. Seharian kemarin mereka menghabiskan waktu untuk jalan-jalan. Lebih tepatnya ber-kencan.
Ya. Malam itu, setelah adegan penyesalan dan permohonan Bara, akhirnya Anya menerimanya kembali. Sungguh bahagia yang terasa untuk dua sejoli itu. Ternyata Anya masih menyimpan rasa untuknya.
Kalau cinta jangan dibikin ribet. Sekarang Bara tidak akan mendramatisir permasalahan hidupnya, ataupun pasangannya. Toh, orang tuanya memang menginginkan Anya untuk menjadi menantu mereka. Pastilah Anya adalah gadis yang terbaik untuknya.
Untuk mengawali harinya, ia akan menjemput Anya, berangkat kerja bersama. Semalam malah Bara mengajak Anya untuk tinggal di rumahnya agar mereka tidak berjauhan dan bisa setiap waktu bertemu. Tapi tentu saja ide gila itu tidak disetujui oleh Anya. Mana mau ia diajak kumpul kebo begitu.
Bara sampai di rumah Anya pagi-pagi sekali. Bahkan dengan santainya, gadis itu tak sadar masih mengenakan baju tidur tipisnya saat membuka pitu rumahnya.
Bara tersenyum menatap tampilan Anya dengan bare face-nya. Terlihat jika gadisnya itu baru bangun tidur. Bara sangat menikmati pemandangan di depannya.
"Rasanya jadi males berangkat kerja hari ini." Ucap Bara sambil tersenyum penuh arti.
"Kenapa?" Tanya gadis itu dengan satu tangannya menutup mulut yang menguap lebar.
"Sepertinya lebih enak tidur lagi. Apalagi pagi ini keliatannya mau hujan. Apalagi ...." Bara menggantung kalimatnya.
Tatapan nakalnya mengarah pada Anya dari atas sampai bawah. Alisnya yang naik turun spontan saja membuat Anya tersadar kalau dirinya masih mengenakan gaun tidur yang bisa mengundang birahi pria di depannya ini.
Anya memekik dan mengambil langkah seribu, demi menghindari tatapan nakal kekasihnya. Namun usahanya tersebut gagal, lantaran Bara keburu meraih tubuh Anya dan mendaratkan kecupan lembut di bibirnya.
"Morning kiss ... Aww!!!"
Anya menginjak kaki Bara begitu ciumannya terlepas dan segera berlari ke kamarnya, "dasar mesum!" Teriak Anya.
Bara tertawa geli melihat tingkah Anya itu. Membayangkan jika nanti mereka hidup bersama, pasti hari-harinya tidak akan kesepian lagi.
Sementara itu di dalam kamar, Anya jadi salah tingkah. Ia merutuki dirinya yang tanpa sadar masih mengenakan gaun tidur favoritnya. Tapi, ini bukan salahnya. Salah Bara yang datang terlalu pagi disaat Anya masih berusaha mengumpulkan nyawa. Pikirnya.
Selesai bersiap-siap, Anya membuat roti panggang untuk mereka berdua sarapan. Tadinya ia ingin memasak nasi goreng, tapi ia baru ingat jika hari ini adalah jadwal piketnya. Jadi Anya membuat sarapan yang simple dan cepat agar tidak kesiangan.
"Ayo sarapan, Mas." Ajak Anya.
Bara dari tadi sudah duduk di kursi ruang makan dengan segelas kopi yang dibuat Anya sebelum memanggang roti.
"Anya cuma bikin ini aja, Mas. Soalnya Anya harus sampe di sekolah lebih pagi. Nggak apa-apa 'kan?"
"No problem, sayang. Kamu mau berangkat dini hari pun, aku siap anterin kok."
Anya mencebik, "...ish, malah gombal."
Bara senang sekali bisa menggoda Anya pagi ini. Rasanya harinya akan terasa lebih bersemangat jika melihat senyuman dan mendengar tawa kekasihnya. Awal yang bagus untuk merajut kembali hubungan mereka yang sempat merenggang. Semoga kedepannya semua akan berjalan mulus. Itulah yang diharapkan dari keduanya.
🌼🌼🌼🌼
Tbc.
Halo bund...
Akhirnya aku bisa up lagi ya. Setelah sekian purnama asik dengan dunia nyata, aku balik lagi ke dunia oren.Semoga bunda-bunda kesayangan masih setia nungguin cerita-ceritaku ya...
Saranghaeyo... 💗💗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir untuk Bara
Ficción General(Seri- 2 Guru BK) [Follow dulu sebelum baca] Lagi-lagi, cerita ini tentang Guru Bimbingan dan Konseling, di sebuah sekolah swasta. Tapi ini bukan cerita cinta antara guru dan wali muridnya. Juga bukan tentang janda dan duda. Ini tentang Anyelir Sa...