Bara sedang duduk di singgasananya. Ia masih fokus dengan komputernya saat ada yang tanpa permisi membuka pintu ruangannya.
Bara pun menoleh. Wanita cantik di usia akhir 40an itu berjalan dengan anggun dan segera duduk di sofa yang ada di ruangan Bara tanpa dipersilahkan.
"Ketuk pintu dulu, kan bisa Tan..." Bara beranjak dari kursinya dan pindah ke sofa di depan Tante Ratna.
Ya. Wanita itu adalah Tante Ratna. Ibu dari sepupunya, Martin. Wanita yang anggun dan baik hati menurut Bara.
"Santai aja, kali Bar. Ini juga kan pernah jadi ruangan Tante."
Bara menghela nafas. Tantenya benar juga, ruangan ini pernah menjadi ruang kerjanya. Tapi bagaimanapun, harusnya Tante Ratna bisa menghargai Bara sebagai pemilik ruangan yang baru. Tapi, ya... Bara bisa apa. Tante Ratna ini kan sama saja seperti orang tuanya sekarang.
"Ada apa Tante kemari?"
"Main aja, sih. Tadi Tante abis makan siang bareng, sama Om kamu. Terus kepikiran keponakan tante yang jomblo ini, udah makan apa belum." Ejek Tante Ratna.
Bara tertawa, miris. "Aku nggak jomblo, loh, Tan. Bentar lagi juga dapet pacar."
"Siapa? Tante denger, kamu godain guru perempuan di sekolah Martin, ya?"
Bara berdecak. Martin ini suka sekali melaporkannya pada Tante Ratna.
"Tante pengen kamu mulai serius cari pasangan hidup loh, Bar. Jangan main-main lagi. Tante mau kamu mendapat jodoh yang baik."
"Iya, Tante."
"Pokoknya, kamu harus perhatikan bibit, bebet, bobotnya. Latar belakangnya harus jelas."
"Iya, Tanteku sayang ...." balas Bara lelah mendengar ocehan Tante Ratna.
"Sebenernya, Kamu nggak perlu repot-repot nyari cewek. Tante sudah ada calon untuk kamu. Papamu dulu menitipkan amanah untuk menjodohkan kamu dengan anak temannya."
Bara mengerutkan dahinya dalam, "Sejak kapan Papa punya rencana jodohin Bara? Pokoknya Bara nggak mau, ya Tan. Ini jaman modern, bukan jaman Siti Nurbaya."
Tante Ratna menghela nafas, "Ya pokoknya ini pilihan terakhir. Kalau suatu saat nanti ternyata pilihan Kamu nggak sesuai, Kamu harus menjalankan amanah Papamu."
Bara tak percaya. Baru kali ini Ia mendengar wasiat dari Papanya tentang perjodohannya. Padahal Ia sudah mempunyai incarannya. Bara harus cepat bertindak agar perjodohan itu tidak terjadi.
🍁🍁🍁
Anya sampai di rumahnya dengan selamat. Saat di jalan tadi, Ia merasa seperti ada yang mengikuti dari belakang. Perasaannya tidak enak, makanya Ia melajukan beatnya dengan kencang. Untung saja saat di depan gang rumahnya, tidak ada lagi orang yang mencurigakan. Pasalnya, tadi ada pengendara motor yang juga selalu searah dengannya. Saat Anya belok ke kiri, pengendara itu juga ke kiri, saat motor Anya berhenti di gerobak kang bakso tusuk, dia juga berhenti tak jauh dari Anya. Mencurigakan. Bukanya Anya ge-er, tapi waspada boleh kan?
Anya segera membersihkan diri. Hari ini lumayan panas, rasanya gerah sekali. Mungkin malam ini akan hujan.
Malam minggu sungguh kelabu. Di usianya yang sekarang Anya tidak keluar untuk malam mingguan. Dulu semasa kuliah, Ia sesekali pergi bersama sahabatnya yang juga anak Pak RT. Satria namanya. Tapi kalau Satria sudah punya gebetan, Anya mendadak dilupakan. Anya juga tak masalah, sih. Mereka saling mendukung satu sama lain. Kalau Satria patah hati, Anya siap sedia menjadi teman curhatnya. Kalau ada cowok yang curi-curi pandang dan Anya tidak suka, Satria siap menjadi tamengnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir untuk Bara
General Fiction(Seri- 2 Guru BK) [Follow dulu sebelum baca] Lagi-lagi, cerita ini tentang Guru Bimbingan dan Konseling, di sebuah sekolah swasta. Tapi ini bukan cerita cinta antara guru dan wali muridnya. Juga bukan tentang janda dan duda. Ini tentang Anyelir Sa...