Bab Duapuluh Tiga

1.3K 150 26
                                    

Bab Duapuluh Tiga

"Jika Anda peduli, tunjukan. Jika Anda menyayanginya, perlihatkan. Setidaknya dengan begitu Kaviar akan menyayangi dan melindungi Anda sama besarnya."

Karsa Benjamin

"Ssstt!" Elang menutup mulut Kaviar saat cowok itu hendak protes karena tidak bisa keluar dari bangsal.

Kaviar menyingkirkan tangan Elang. "Mending lo pergi sana kalau nggak ngebantu."

Elang memutar bola mata. "Lo pikir gue mau bantuin lo kabur dari sini? Gue pasti udah bosan hidup."

Kaviar mendengus, hanya bisa duduk menyandar ke dinding, kedua matanya menatap langit-langit dengan malas. Mulai berhitung dalam kepalanya; satu ... dua ... tiga ... lima ... delapan ... sudah berapa lama dia berada di rumah sakit? Dia bahkan  tidak mengingatnya saking lamanya di sini.

"Pengobatannya belum selesai. Sabar aja. Kata dokter, lo bisa pulang kalau kondisi lo udah baik."

"Gue udah baik!" Kaviar langsung duduk tegak, dalam hati mengagumi perawatan di rumah sakit ini, mulai dari dokter yang sangat profesional, obat-obatan, dan alat-alat yang lebih canggih dari rumah sakit lainnya, sehingga pengobatan yang seharusnya memakan waktu lama dan menyakitkan bisa ditangani dengan sangat cepat. Devon bilang hanya orang-orang tertentu yang bisa dirawat di sini, Kaviar beruntung karena menjadi salah satu dari orang-orang tertentu itu.

Elang mendengus. "Baik pala lo!" Dia mengeluarkan buku dari dalam tasnya. "Reyhan nitip ini ke gue tadi. Lo pasti udah selesai baca buku yang dia kasih sebelumnya jadi ngasih lagi biar lo nggak bosen."

Kaviar menerima buku tersebut sambil tersenyum lebar. "Bilangin makasih ke Reyhan. Buku-buku yang dia kasih seru-seru."

Elang hanya mengangguk saja, karena jadwal kunjungannya sudah habis, terpaksa dia pergi keluar meninggalkan Kaviar sendiri.

Sepeninggal Elang, Kaviar langsung mendesah bosan. Beberapa Minggu ini dia hanya berbaring di atas ranjang atau sesekali turun untuk meregangkan badan. Dia sama sekali tidak diperbolehkan keluar, kunjungan pun sangat dibatasi, Kaviar tidak tahu kenapa tetapi Mama bilang itu adalah aturan rumah sakit ini.

"Kalau aturannya seribet ini, kenapa aku dirawat di sini?" tanya Kaviar saat tidak bisa lagi menahan keingintahuannya.

Mama memegang tangan Kaviar yang bengkak karena terlalu sering diinfus. "Karena di sini kamu bisa ditangani dengan sangat baik."

Kaviar setuju untuk hal itu. "Terus, kalau rumah sakit ini bagus, harusnya Reyhan dirawat di sini juga! Biar jantungnya makin sehat."

Mama tersenyum separuh, dengan sayang mengusap rambut Kaviar. "Rumah sakit ini nggak menerima banyak pasien. Mama juga penasaran, bagaimana cara Papa dapat tempat untuk kamu."

"Papa?"

"Hm. Papa panik banget loh waktu kamu pingsan kemarin. Dia langsung bawa kamu ke sini. Awalnya pihak rumah sakit menolak, tetapi tiba-tiba ada anak muda yang datang terus bicara berdua sama Papa. Setelah itu kamu langsung ditangani."

Jika mengingat pembicaraannya dengan Mama waktu itu, Kaviar jadi makin penasaran. Merasa tubuhnya tidak selemah beberapa hari yang lalu, dia turun dari ranjang. Tersenyum lebar saat kakinya bisa melangkah cukup jauh.

Sore itu, Kaviar nekat pergi keluar dari bangsal, diam-diam berjalan menyusuri lorong, sebisa mungkin menghindari tatapan banyak orang agar tidak ketahuan. Cukup jauh dia melangkah sampai akhirnya dia berhenti di koridor yang menuju taman.

SOMETIMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang