Bab Sepuluh

1.1K 114 2
                                    

Bab Sepuluh

"Manusia tidak bisa ditebak, sama seperti kehidupan tidak bisa diprediksi sama sekali."

Start Up

Kaviar menyetel senar gitar yang dia pinjam dari band yang seharusnya tampil malam ini. Sesekali pandangannya tertuju ke arah dinding kaca kafe, beberapa orang berlalu lalang, namun dia tidak melihat keberadaan abangnya.

"Ck, dia itu nyuruh datang cepet-cepet malah orangnya sendiri telatnya kebangetan," gumam Kaviar kesal.

Untuk pemanasan, Kaviar mulai memainkan nada awal lagu. Beberapa pengunjung menatap ke arahnya, namun dia mengabaikan semua itu dan perlahan mulai bernyanyi. Dia bahkan tidak tahu kalau Rayna dan Sally baru saja masuk ke dalam kafe dan menatapnya.

Menghapus tinta yang pernah kau lukis di kanvas hatiku.

Merobek semua bayangan yang tampak direlung sukmaku.

Ego telah menghasutku tuk kembali padamu.

Namun logika berkata baiknya kumenjauh ...

Kaviar langsung berhenti seketika saat merasa ada sesuatu yang aneh dalam hatinya. Saat dia menengadah, kedua matanya bertemu pandang dengan Rayna yang juga sedang menatapnya. Refleks, dia tersenyum pada cewek itu sebelum menyadari bahwa hubungannya tidak lagi sedekat dulu.

Melihat Kaviar yang memalingkan wajah, Rayna menghela napas panjang dan segera duduk di meja yang dipilih oleh Sally.

"Itu Kavi, kan?" tanya Sally seraya menunjuk Kaviar dengan dagunya.

Rayna menganggukkan kepala sekenanya, berusaha kuat agar tidak memandang ke arah Kaviar yang kini bernyanyi tanpa berhenti lagi seperti tadi.

Ego telah menghasutku, kembali padamu

Terang telah membawaku, untuk pergi menjauh ...

Menghapus ...

"Sebenernya gue penasaran." Suara Sally membuyarkan lamunan Rayna. "Kenapa lo milih Reyhan daripada Kaviar?" Dia berdehem saat melihat reaksi Rayna. "Coba pikirin, sekilas pun orang-orang pada tau kalau Kavi lebih ganteng dari Reyhan. Dari cerita yang gue denger pun, meski sama-sama polos, Kavi lebih perhatian daripada Reyhan."

Rayna tersenyum kecil. "Lo pikir gue beneran suka sama Reyhan?"

Kening Sally berkerut dalam. "Kalau lo nggak suka, kenapa malah tunangan?"
Rayna tersenyum kecil. "Kavi bilang dia bakalan bahagia kalau gue nerima perasaan Reyhan." Dia memandang Kaviar sekilas. "Lo tau 'kan kalau gue dijodohin sama Ayah gue. Orang yang dijodohin sama gue itu Reyhan tapi dia nolak gue mentah-mentah. Karena gue penasaran, gue langsung ngedatengin Rey di sekolahnya. Gue pengen tau cowok macam apa yang berani langsung nolak gue?"

Rayna menghela napas, tatapannya terlihat kosong. "Tapi, pas gue sampai di sekolahnya Rey, gue malah ketemu sama Kavi."

Sally menatap ekspresi hangat Rayna. "Lo jatuh cinta pada pandangan pertama, ya? Ekspresinya nggak banget."

"Kenapa? Aneh, ya?" tanya Rayna tanpa malu-malu. "Gimana gue nggak suka coba? Kavi itu emang ganteng, tapi yang paling gue suka dari Kavi itu matanya." Dia tersenyum kecil. "Kavi itu pinter berbohong, mulutnya suka bilang hal sebaliknya, tapi matanya selalu jujur."

Sally tidak mengerti maksud Rayna.

"Mungkin kedengeran bodoh, tapi jujur aja, mata Kavi itu mempesona juga penuh dengan luka. Sejak pertama kali bertemu dan sampai sekarang, lukanya nggak pernah sembuh-sembuh."

SOMETIMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang