Bab Duapuluh Dua
"Orang yang ditinggalkan harus lebih kuat dari yang meninggalkan."
Goblin
“Mama tunggu di sini.” Mama tersenyum seraya mendorong Kaviar agar tidak ragu-ragu ikut Elang dan yang lain pergi.
“Aku nggak akan lama, Mama jangan ke mana-mana! Nanti aku antar Mama pulang barengan sama Reyhan.” Kaviar memegang tangan Mama sekali lalu berbalik tanpa melihat ke arah Bunda yang berdiri di belakangnya.
Tahu bahwa sikap Kaviar kurang sopan, Mama tersenyum pada Bunda. “Apa kabar?”
Bunda tersenyum canggung. “Saya baik.”
Berbanding terbalik dengan Bunda, Mama terlihat sangat santai seolah luka dan rasa benci yang dulu pernah dirasakannya sudah hilang. Dia tidak beranjak pergi, tetap duduk di bangku seraya memerhatikan Kaviar dari kejauhan.
“Meski sudah sangat terlambat, saya tetap ingin mengatakannya padamu.” Mama menatap Bunda. “Terima kasih sudah memberi saya kesempatan untuk merawat dan menjaga Kaviar.”Bunda menatap Mama tidak percaya, selama ini dia mengira kalau Mama tidak pernah menyukai Kaviar jika ingat dulu ketika Mama marah besar pada dirinya dan Papa saat tahu apa yang pernah mereka lakukan.
“Kamu tidak membenci Kaviar?” tanya Bunda tiba-tiba.
Mama tidak terkejut dengan pertanyaan Bunda, sebaliknya dia malah tersenyum lembut. “Saya pernah. Tentu saja. Siapa yang tidak membenci saat melihat bukti pengkhianatan suami sendiri?” Tatapan Mama menyalang. “Saat itu kondisi saya sedang terpuruk, suami saya selingkuh, kemudian mendengar bahwa dia mempunyai anak dari orang lain, saya tidak bisa meminta cerai karena saat itu saya juga sedang mengandung.”
Tangan Bunda terkepal, rasa bersalah menghantam dirinya.
“Bertahun-tahun saya selalu membencimu, membenci Kaviar, saya pikir bahwa selamanya saya tidak akan memaafkan kalian. Tapi hari itu ... saat Mas Herman membawa Kaviar ke rumah, saat saya melihat mata Kaviar yang jernih, saat saya melihat senyum polos Kaviar yang mempesona, saat Kaviar dengan cadelnya memanggil saya, rasa benci dalam hati saya entah mengapa langsung hilang.”
“Kaviar tidak pernah marah atau merajuk ketika keluarga saya dan keluarga Mas Herman menghinanya, Kaviar tidak pernah protes ketika Mas Herman menyuruhnya untuk selalu menjaga Reyhan, Kaviar selalu menahan dirinya demi kami. Saat itu saya sadar, anak ini tidak bersalah, justru anak ini juga korban seperti saya. Seharusnnya saya tidak membencinya sedemikian rupa. Seharusnya saya juga menyayanginya, sama seperti Kaviar yang selalu menyayangi saya.”
Mata Mama berkaca-kaca. “Saya menyesal kerena tidak bisa melindunginya sebagaimana Kaviar yang selalu berusaha melindungi saya dan Reyhan.” Dia memegang tangan Bunda, kedua matanya menatap penuh rasa terima kasih. “Terima kasih karena tidak menggugurkan Kaviar saat itu. Terima kasih banyak.”
Bunda mengangguk kecil, kedua tangannya terkepal erat. Seharusnya dia juga seperti Mama yang cepat menyadari kebaikan Kaviar, seharusnya dia tidak terus-menerus memendam rasa benci pada Kaviar. Jika saja dirinya tidak terlambat menyadari kasih sayang yang Kaviar berikan padanya, mungkin dia masih bisa memperbaiki semuanya dengan mudah, mungkin dia tidak akan melukai anaknya terlalu dalam hingga enggan melihat dirinya lagi.
“Saya juga berterima kasih karena sudah memberikan Kaviar sosok ibu yang dibutuhkannya.” Mata Bunda berkaca-kaca. “Kalau tidak ada kamu, Kaviar pasti tidak akan sekuat sekarang. Kamu merawatnya dengan sangat baik. Terima kasih.”
Kaviar yang baru saja kembali dari mengantar orangtua teman-temannya mengerutkan kening bingung saat melihat Mama dan Bunda berpelukan sambil sesekali menghapus air mata. Mereka tidak berantem, kan? Kaviar bertanya-tanya, bagaimana pun juga mereka pernah berantem saat dirinya belum lahir.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETIMES
Teen Fiction"Kavi, aku tahu hidupmu nggak mudah. Aku tahu kamu yang selalu kalah dari keadaan. Aku tahu saat ini kamu sedang jatuh. Aku tahu kamu selalu merasa kesepian. Semua itu ... membuatmu kayak gini, kan? "Tapi, Kavi, sekarang ada aku. Kamu bisa pegang t...