Bab Duapuluh Lima

1.2K 126 5
                                    

Bab Duapuluh Empat

"Emosi itu terlalu rumit dan peka. Jika tidak mengungkapkan perasaan, yang lain tidak akan pernah tahu bagaimana perasaanmu."

Woven

"Kaviar?" Rayna terkejut saat melihat Kaviar sedang berdiri menyandar ke pintu mobil. Kepalanya menunduk, tidak memedulikan tatapan kagum yang dilayangkan para siswi sekolah padanya.

Perlahan Rayna mendekati Kaviar. Sudah cukup lama dia tidak melihat cowok itu. Dia hanya mendengar kabarnya dari Reyhan kalau selama ini Kaviar dirawat karena sakit. Sepertinya hal itu memang benar, sekarang Kaviar sangat kurus, wajahnya pucat, rambutnya tidak selebat dulu--mungkin itu sebabnya sekarang dia memakai topi hitam.

"Ray." Kaviar langsung tersenyum lebar saat melihat Rayna berjalan ke arahnya. Dia berdiri tegak. "Mau pulang?"

Rayna menganggukkan kepala. "Hm." Dia berdehem, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang saat melihat senyum lebar Kaviar. "Kamu kenapa di sini? Reyhan bilang kamu sakit."

"Aku udah sembuh. Makanya bisa ke sini."

"Tapi harusnya kamu istirahat aja bukannya malah datang ke sini."

"Aku mau ketemu sama kamu."

"Apa?" Rayna menatap Kaviar terkejut.

Masih tersenyum lebar, Kaviar membukakan pintu untuk Rayna. Memberi kode agar cewek itu segera masuk sebelum mereka menjadi pusat perhatian banyak orang.

"Kavi!" seru Rayna setelah masuk ke dalam mobil, dia menatap Kaviar khawatir.

"Aku masih kuat nyetir. Jangan takut." Kaviar menghidupkan mesin mobil. "Hari ini kamu ada acara?"

Rayna mengingat sebentar lalu menggeleng pelan. "Nggak. Kenapa memangnya?"

"Pas aku keluar dari RS, Bang Nero suruh liat rekening aku. Ternyata dia baru ngasih gaji bulan lalu kemarin-kemarin, bonusnya lumayan juga." Kaviar bercerita, sikapnya yang ceria ini membuat Rayna terpana. Ini pertama kalinya dia melihat Kaviar selepas ini. "Terus tiba-tiba pengen ke Gravity, udah lama aku nggak pergi ke sana, kangen sama Red Velvetnya. Tadinya mau langsung pergi ke sana, tapi aku inget kamu. Ya udah, ke sananya bareng kamu aja. Nggak papa, kan?"

Rayna tertegun, apa terjadi sesuatu pada Kaviar? Kenapa cowok itu bisa berubah secepat ini? Apa hal baik terjadi saat mereka hilang kontak?

"Oh, nggak papa." Rayna  berdehem, mengalihkan perhatiannya ke depan. Bibirnya tersenyum samar. Apa pun itu, asalkan membuat Kaviar bahagia, dia akan merasa senang. "Aku juga udah lama nggak ke sana."

Karena tempatnya tidak terlalu jauh, mereka sampai dengan cepat. Kaviar menyuruh Rayna untuk langsung naik ke lantai dua sementara dia memesan menu.
"Mau apa? Yang biasa atau mau yang lain?"

"Yang biasa aja." Rayna mendorong Kaviar. "Sana, aku mau cari tempat yang bagus. Lantai satu udah penuh."

Karena di lantai dua ruangannya terbuka, tidak ada siapa pun yang duduk di sana. Rayna langsung menengadah. Pantas saja, pikirnya saat melihat langit yang gelap karena mendung.

"Tadinya mau pesan menu yang biasa, tapi kata kasirnya mereka punya menu baru yang lebih enak." Cerita Kaviar saat duduk di depan Rayna, dia memberikan nampan ke hadapan cewek itu. "Ya udah aku pesen menu baru aja. Moga enak."

Sembari menyibakan rambutnya yang acak-acakan karena tertiup angin, Rayna mencoba menu baru yang dipesan Kaviar. "Enak."

Kaviar tersenyum, mencoba makanannya sendiri. "Memang enak." Saat merasa bahwa anginnya semakin kencang, dia segera menatap ke atas langit. "Di bawah penuh banget, ya? Bentar lagi bakalan hujan kayaknya."

SOMETIMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang