Bab Duapuluh Empat
"It's nice when someone remembers the smallest detail about you. Not because you keep reminding them, but because they care."
Unknown
Saat itu, Kaviar sedang menyeka darah yang terus mengalir dari hidungnya ketika Papa datang menemuinya. Dia menyembunyikan tisu yang kotor oleh darah ke belakang bantal lalu menatap Papa. Saat melihatnya, Kaviar menyadari bahwa pandangannya sama sekali tidak fokus, kepalanya juga makin pusing.
Kaviar melihat mulut Papa bergerak, tetapi dia tidak bisa mendengar apa pun. Keningnya berkerut samar, ingin mengusap keringat dingin yang membasahi kepalanya, tetapi menahan diri karena tidak ingin membuat Papa khawatir padanya.
Tetapi Kaviar tidak bisa menahannya lagi, saat rasa sakitnya semakin parah, dia langsung menjatuhkan kepalanya ke atas bantal.
"Kaviar."
Samar Kaviar mendengar suara panggilan Papa, dalam hati dia mendesah lega, setidaknya pendengarannya kembali normal.
"Nggak papa." Kaviar menggumam pelan. "Udah biasa."
Papa menyentuh sisi wajah Kaviar yang terasa sangat panas, wajahnya masih terlihat sangat khawatir. "Biasa bagaimana? Kamu demam begini!"
Kaviar menatap Papa, ingin tersenyum tetapi bibirnya terasa begitu kaku, bahkan untuk bicara pun kesulitan.
"Papa panggilkan dokter."
Refleks Kaviar memegang tangan Papa. "Nggak perlu. Nanti juga nggak papa."
"Jangan keras kepala! Kamu ..."
"Ini cuma efek samping dari kemo." Kaviar menggumam lagi. "Nggak perlu panggil siapa pun."
Papa tidak peduli, dia menarik tangannya dari genggaman Kaviar lalu berlari pergi keluar dari bangsal.
Tidak lama kemudian Papa datang bersama seorang dokter.
"Demamnya sangat, dia ..."
Kaviar tidak lagi mampu mendengar penjelasan Papa pada dokter, telinganya berdengung, kepalanya sangat sakit, lidahnya kelu, kalau saja dokter tidak segera memberinya obat dia ragu apa dia bisa tetap sadar seperti sekarang.
"Nggak papa."
Kelopak mata Kaviar bergerak, sedikit terkejut saat merasakan tangannya digenggam oleh Papa.
"Kavi, tolong dengar saya." Suara Papa kembali terdengar. "Saya tahu hidupmu tidak mudah, saya tahu kamu yang selalu kalah dari keadaan. Saya tahu saat ini kamu sedang jatuh. Saya tahu karena saya yang menyebabkan semua itu. Tapi, Kaviar, saya akan selalu berada di sisi kamu, kamu bisa memercayai saya, kamu tidak perlu berjuang lagi, jadi tolong ... jangan menyerah. Tolong tetap kuat. Kita akan selalu melindungimu. Hari ini kamu harus mengalahkan kedaaan, ya?"
Suara Papa begitu lembut dan putus asa. Rasa sakit yang dirasakan Kaviar langsung hilang seketika. Jantungnya berdegup kencang. Ini pertama kalinya dia mendengar Papa bicara selembut itu padanya, ini pertama kalinya dia melihat kepedulian yang selalu disembunyikan Papa padanya.
"Maaf karena saya terlalu keras padamu." Papa kembali bicara. "Saya tidak punya pilihan lain."
Kaviar ingin bicara bahwa dia tidak marah, bahwa sekarang dia mengerti. Sekarang Kaviar tahu kalau Papa peduli padanya, menyayanginya, hanya saja caranya berbeda dengan ayah kebanyakan.
"... Saya takut mereka memintamu mendonorkan jantungmu pada Reyhan kalau saya memberitahu mereka tentang kondisimu. Saya tidak bisa melakukannya." Suara Papa bergetar. "Saya tidak bisa lagi menekan hidup kamu terus. Itu adalah hidup kamu, kamu yang menentukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETIMES
Teen Fiction"Kavi, aku tahu hidupmu nggak mudah. Aku tahu kamu yang selalu kalah dari keadaan. Aku tahu saat ini kamu sedang jatuh. Aku tahu kamu selalu merasa kesepian. Semua itu ... membuatmu kayak gini, kan? "Tapi, Kavi, sekarang ada aku. Kamu bisa pegang t...