Bab Delapan

1.1K 118 3
                                    

Bab Delapan

"Friendship isn't about who you've known the longest, its about who walked into your life said, 'I'm here for you' and proved it."

Unknown

"Woy! Ngelamun mulu!" Rafi melambaikan tangan ke depan wajah Kaviar. "Ada apa? Kusut banget dari kemarin."

Kaviar melirik Rafi lalu mendesah pelan. Dia memejamkan mata saat tiba-tiba pandangannya memburam, suara Rafi bahkan terdengar samar di telinganya. Berulang kali dia menarik napas lalu diembuskan secara perlahan.

"... Vi!" Rafi menepuk bahu Kaviar berulang kali yang sayangnya sama sekali tidak ditanggapi oleh cowok itu. "... Ada ... ke sini ..."

Kaviar terpaksa membuka mata, mengikuti arah yang ditunjuk oleh Rafi. Di depannya Panji tengah berjalan ke arah mereka dengan wajah dingin, senyum miring tercetak jelas di wajahnya yang sombong.
Sial, Kaviar bergumam dalam hati. "Fi, urus dia kalau datang ke sini."

Rafi menatap Kaviar bingung tetapi tidak membantah. Secara alami, dia bergerak ke depan untuk menghalangi Kaviar dari pandangan orang lain.

"Minggir." Panji menatap Rafi dingin.

Rafi tersenyum lebar seraya menepuk-nepuk bahu Panji. "Kalem, dong. Kenapa marah-marah begini? Lagi PMS, ya?"

"Diem lo."

Rafi menelengkan kepala. "Ada perlu apa lo dateng ke sini?"

Panji menunjuk Kaviar yang sedang duduk di belakang Rafi. "Gue ada urusan dengan bajingan di belakang lo."

Rafi mulai terpancing emosi. "Yang sopan dong sama yang lebih tua dari lo."

"Cih, sopan sama bajingan macam dia? Memangnya dia siapa sampai perlu disopanin?" Panji tertawa mencemooh. "Siswa macam apa yang umur mau 20 tapi masih kelas tiga SMA? Ahh, jangan-jangan nggak naik kelas, ya? Atau nggak lulus? Keliatan banget dari mukanya."

Detik berikutnya Panji mengerang kesakitan saat Rafi memukul wajahnya. "Jaga mulut lo."

"Kenapa? Kenyataannya emang gitu. Nggak perlu marah apalagi sampai mukul gue!" Panji bergerak untuk memukul Rafi.

"Kenyataan?" Rafi tertawa sinis. "Bocah kencur macam lo tau apa tentang kenyataan?" Dia beralih menatap Kaviar. "Bocah yang nggak ngerti apa itu kenyataan enaknya diapain, Kav?"

"Bajingan!" Panji memukuli Rafi secara membabi buta, kebanyakkan pukulannya meleset. "Minggir lo! Urusan gue sama Kaviar bukan lo."

"Kalau lo mau berurusan sama Kaviar, lo harus lebih dulu ngelangkahi gue."

"Lo ini siapanya Kaviar, hah?!" Panji tersenyum sinis. "Ah, gue baru nyadar. Selama ini lo sama Bondan kan anjingnya Kaviar. Dasar anjing. Kal--arrgh!" Dia mengerang saat tiba-tiba wajahnya dipukul lebih keras dari sebelumnya.

Bukan Rafi yang memukul karena cowok itu masih berdiri di tempat semula. Tatapannya terpaku pada Kaviar yang saat ini sedang memegang kerah baju Panji, wajahnya yang biasa selalu tersenyum tampak begitu dingin.

"Rafi dan Bondan bukan anjing. Mereka manusia, dan mereka adalah sahabat gue." Suara Kaviar terdengar begitu dingin dan mengintimidasi. "Sahabat. Baik. Gue. Jangan pernah sebut mereka anjing lagi kalau lo nggak mau lebih dipermaluin lagi di depan orang banyak."

Panji ingin marah tetapi seluruh tubuhnya kaku saat melihat tatapan Kaviar.

"Jangan pernah sok di depan gue. Gue paling benci hal itu." Suara Kaviar kembali datar. "Dan juga. Berhenti ngeganggu Reyhan kalau lo masih sayang sama nyawa lo. Ini peringatan terakhir dari gue."

SOMETIMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang