Kertas

943 133 15
                                    

Mungkin tak ada hal yang menyenangkan jika kau dirawat di rumah sakit, begitu juga yang di rasakan Taehyung saat ini. Jimin dengan senang hati menemani sahabatnya itu debari sibuk mengerjakan beberapa soal yang baru saja Namjoon kirimkan padanya.

Taehyung sudah terlelap, nampaknya remaja itu sudah kelelahan pergi ke toilet. Sebenarnya kondisi Taehyung sudah membaik hanya saja dokter menyarankan untuk memberikan cairan infus.

Tuan Park sedari tadi menghubungi sang putra yang tak kunjung pulang, hanya saja Jimin tak bisa meninggalkan Taehyung seorang diri, setidaknya ia akan tetap di rumah sakit sampai Tuan Kim tiba.

"Jimin hyung." Suara pintu terbuka diikuti dengan seseorang yang memanggilnya membuat Jimin mengalihkan pandangannya.

Jungkook yang berada di depan pintu ruang rawat mulai berjalan masuk seraya menenteng se kantung buah. Pada awalnya Jimin mengira buah itu akan ia berikan pada Taehyung, namun kenyataan berbanding terbalik. Jungkook mendudukkan tubuhnya di sofa dan mulai mengupas pisang yang ia bawa, remaja itu memakannya seorang diri dan bahkan tak menawari Jimin yang duduk di sebelahnya.

"Aish... bocah ini." Jungkook menelan gigitan terakhir pisangnya sebari menatap Jimin yang sibuk merapihkan buku-bukunya, sepertinya remaja Park itu akan segera beranjak.

"Hyung mau pulang?" Jimin menoleh sebentar seraya mengangguk sebelum membalas pesan di ponselnya.

"Tolong kau jaga Taehyung, Kim samchone akan segera datang." Tanpa ada penolakan Jungkook mengangguk seraya kembali mengambil buah di kantung plastiknya.

Jimin menatap Taehyung sejenak sebelum beranjak, ingin sekali Jimin menemani Taehyung lebih lama namun sang ayah terus saja mengirim pesan padanya. Mau tidak mau Jimin harus segera pergi.

***

Di penyebrangan Jimin menanti lampu berubah warna sembari mengetikkan sesuatu di ponselnya, saat lampu berubah warna dengan cepat Jimin berlari dan memasuki sebuah cafe dan mulai mengedarkan pandangannya.

"Kim Saem." Seorang pria yang di panggil Jimin menarik senyum sembari melambaikan tangannya.

"Aku senang kau bisa datang."

"Tapi, saya tak dapat terlalu lama. Ada kursus hari ini." Jimin menatap pria yang juga wali kelasnya itu, Seokjin nampak tak keberatan akan hal itu, asal Jimin bisa datang menemuinya itu sudah cukup.

"Kalau begitu akan ku sampaikan dengan cepat." Seokjin merogoh saku jasnya dan memberikan secarik kertas pada Jimin.

"Ambil ini dan berikan padaku saat ujian akhir." Jimin mengernyit, menatap lama kertas itu dan mulai membukanya.

"Tapi, ini kertas kosong." Seokjin menarik senyum sementara Jimin yang nampak tak mengerti, ia baru saja di beri secarik kertas kosong dan entah apa yang ingin dilakukan wali kelasnya itu.

"Kertas itu melambangkan dirimu dan semua mimpimu."

"Maksud anda saya tak memiliki mimpi?" Jimin tak habis pikir dengan maksud Seokjin, apakah wali kelasnya itu tengah menghinanya.

"Tidak, kau punya mimpi. Namun, kau biarkan mimpi itu dihapus orang lain, tetapi keuntunganya kau tak merusak kertas itu. Sekarang terserah padamu, tetapi aku ingin kau memberikan kertas itu padaku nanti. Ku pikir ini sudah cukup, kalau begitu aku harus pergi." Seokjin bangkit seraya menepuk pelan bahu Jimin.

Kini Jimin hanya terpaku menatap kertas itu, setelah daftar keinginan yang dicetuskan Taehyung, kini ada lagi kertas kosong yang diberikan oleh Seokjin.

Apakah hidupnya memang hanya seperti selembar kertas, benda yang sangat mudah rusak dan mengikuti kemauan si pemegang pena.

***

Ponsel yang terus berdering, pesan dari Jungkook menjadi teror bagi Jimin yang baru saja terlelap di meja belajarnya.

"Ah... apa lagi yang buntalan itu inginkan?" Jimin meraih ponselnya dan mulai membuka satu persatu isi pesan itu.

"Park, apa yang kau lakukan?" Suara yang tiba-tiba masuk ke gendang telinganya membuat Jimin secara spontan meletakkan kembali ponsel yang baru saja ia pegang.

"Appa... aku hanya...."

"Lanjutkan belajarmu, aku akan datang 3 jam lagi." Tuan Park beranjak, meninggalkan Jimin yang menghela napas lega.

"Itu sangat menakutkan." Jimin tak lagi berniat menyentuh ponselnya dan beranjak menuju kamar mandi.

Sepertinya membasuh wajah adalah pilihan terbaik, nampaknya Jimin tak hanya membasuh wajahnya. Ia saat ini tengah membiarkan tubuhnya basah kuyup di bawah guyuran shower.

Jimin memejamkan matanya rapat, berusaha menikmati aliran air ditubuhnya.

"Hah.... mengapa aku sangat letih." Beberapa kali Jimin mengusak rambutnya yang basah, merasa puas dengan hal itu Jimin berniat mematikan shower.

Tetapi, kali Jimin tergelincir dan membuat tubuhnya terjatuh. Kepalanya cukup keras membentur bathtub, hal itu sukses membuat Jimin merintih.

"Akh.... astaga..." dengan susah payah Jimin berusaha berdiri dengan kepala yang begitu pening.

Langkahnya beberapa kali terseok hingga ia berhasil keluar dari kamar mandi dan segera berganti pakaian.

Rasanya Jimin ingin tidur di saat seperti ini, kepalanya begitu berat dan rasanya begitu sakit. Namun Jimin rasa yang lebih menakutkan adalah amarah sang ayah jika tau Jimin tidur sekarang.

"Ku harap esok akan lebih baik."







Bersambung.......

Take MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang