Hanya Itu

738 117 11
                                    

"Kurasa cukup untuk hari ini." Jimin yang mendengar hal itu segera menghentikan permainan pianonya, manik hazelnya menatap Hoseok yang tersenyum sembari menepuk bahu remaja itu.

"Kau benar-benar sangat hebat, kurasa untuk mendapat juara pertama bukanlah hal yang sulit." Hoseok menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya di samping Jimin, ia mengeluarkan beberpa kata motivasi untuk remaja yang tengah menatap not piano dihadapanya.

"Sungguh? Aku bahkan tak percaya diri dengan kompetisi itu." Jimin menunduk dalam, ia mulai khawatir jika sang ayah mengetahui kegiatanya sepulang sekolah bukanlah datang menemui Namjoon ataupun ke tempat kursus.

"Hei..... semua akan baik-baik saja. Bukankah Taehyung akan segera kembali? sebaiknya kau berkemas." Sekepergian Hoseok, Jimin masih terdiam di tempatnya. Berbagai pikiran buruk menyerangnya tanpa henti.

"Tak apa, setelah kompetisi selesai aku akan belajar untuk tes masuk perguruan tinggi dengan baik." Remaja itu berusaha menyemangati dirinya sendiri, walaupun ia tak dapat memprediksikan masa depan.

Hari sudah beranjak malam, Jimin telah sampai di halte untuk menunggu Taehyung kembali dari latihan Taekwondo.Baru saja ia membuka ranselnya guna mencari ponsel pintarnya, Jimin menyadari jika ia meninggalkan lembar latihan soalnya di sekolah.

"Aish... sial!" Jimin berlari secepatnya dari halte, beberapa kali ia berbalik menatap jalan. Mungkin saja ada taxi yang melintas.

"Ah.... taxi!" Segera setelah ia mendapati sebuah taxi melintas, Jimin melambaikan tanganya dan membuat sang pengemudi memahami maksud remaja itu.

"Tolong Sekolah Mengah Atas Seoul."

Taxi yang ditumpangi Jimin berjalan cukup cepat atas permintaan sang penumpang. Segera Jimin mengotak-atik ponselnya mencari nomer telphone Taehyung, ia harus memberi kabar pada sahabatnya itu jika kembali ke sekolah. Serta mengatakan pada Taehyung agar ia pulang terlebih dulu.

Tak perlu waktu lama Jimin telah menginjakkan kaki di depan gerbang sekolah, kondisi di sana cukup sepi hanya ada beberapa siswa yang masih setia di sana karena kelas tambahan dan pekerjaan kelompok.

"Aish..... dimana aku meninggalkannya? Apakah di kelas atau ruang belajar?" Jimin menggaruk kepalanya sembari berjalan cepat menaiki anak tangga menuju lantai 3, tujuannya adalah ruang belajar karena hari ini ia merasa tak mengeluarkan latihan soal itu di kelas.

Beberapa sisiwa di dalam ruang belajar akan meninggalkan ruangan, mereka semua berhenti sejenak saat melihat Jimin masuk ke dalam ruangan dengan berlari.

"Apa ada masalah Jim?" Seorang siswa mengajukan pertanyaan, ia merasa aneh saat melihat Jimin kembali ke sekolah di malam hari.

"Kurasa aku meninggalkan latihan soal di sini." Jawab remaja itu sembari bergerak cepat membolak-balik tumpukan buku di mejanya.

Mata Jimin bergerak cepat menyapu setiap kertas yang dibalik oleh tangannya, sampai sebuah kertas di tumpukan terakhir membuat senyum terukir di bibir remaja Park itu.

"Aku sudah menemukannya, aku pergi dulu," Jimin melambaikan tangannya dan kembali berlari menuruni anak tangga.

Jimin begitu fokus untuk segera sampai di lantai dasar, hingga ia memilih melalui tangga darurat agar mempersingkat waktu. Sampai suara dering ponsel membuat Jimin kehilangan fokusnya, kakinya terelincir dan membuat remaja itu harus terjatuh membentur dinding.

"Akh....!" Jimin merasaka kepalanya begitu pening, bahkan telinganya mulai berdenging. Sepertinya benturan dikepalanya cukup kencang, hingga membuat remaja itu kesulitan untuk bangkit.

Ponsel Jimin terlempar cukup jauh, namun benda pipih itu masih dapat menyala dan menunjukkan nama sang ayah di layarnya.

"Hallo appa!" Jimin perlahan bangkit sembari menerima panggilan dari sang ayah.

Take MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang