Amarah

890 119 10
                                    

Kediaman yang jauh dari kata tenang, entah itu pagi atau malam hari ada saja perdebatan di dalam keluarga itu.Tak tau pasti karena apa hal yang mengakari perdebatan pagi yang cerah ini. Seorang remaja dengan wajah murungnya berjalan menuruni anak tangga seraya menyeret tas sekolahnya. Wajahnya itu bahkan tak berubah saat sang ayah menyapanya dengan begitu ramah.

"Jeon coba kau nasehati putramu itu, mengapa ia selalu membuat masalah setiap hari." Seorang wanita turun dengan membawa dasi sang putra yang tertingal di ranjang.

"Apa lagi yang kalian perdebatkan, aku bahkan belum meminum teh pagi ini. Tapi kalian berdua sudah membuat seluruh tetangga mendengar keributan dari sini." Tuan Jeon sang kepala keluarga, menatap kedua orang tercintanya dengan tatapan lelah. Siapa juga yang tidak lelah mendengar perdebatan sepanjang hari.

"Eomma yang memulainya, bukan aku appa." Bela sang putra demi melindungi dirinya sendiri, ia tak mau jika sang ayah sampai melempar cangkir tehnya, walaupun itu sangat tidak mungkin.

"Lihat, bagaimana pandainya dia membela diri!" Nyonya Jeon mendekati suaminya sembari menyodorkan sup yang baru saja ia ambil.

"Baiklah, katakan padaku akar masalahnya. Jika memang appa dapat menyelesaikannya, ayo segera kita selesaikan." Tuan Jeon menyilangkan tangannya di atas meja, menanti penjelasan Jungkook maupun istrinya mengenai masalah keduanya.

"Jungkook ingin kita semua pergi ke Jepang." Ucapan sang istri membuat Tuan Jeon menatap putranya yang tengah memberikan raut sebal kearah sang ibu.

"Apakah benar begitu Jeon?" Mendengar sang ayah memanggi nama depannya, membuat Jungkook mulai bergidik takut. Merupakan hal yang benar-benar serius jika sang ayah memanggilnya menggunakan nama keluarga.

"Ne.... tapi aku....."

"Lihat, dia bahkan mencoba membela diri lagi." Tuan Jeon mengusap wajahnya dan menatap sang istri sedikit kesal karena momotong ucapan Jungkook.

"Biarkan aku bicara padanya terlebih dulu." Nyonya Park berdecih dan beranjak menuju dapur, ia tak ingin mendengarkan percakapan ayah dan anak itu.

"Jelaskan pada appa semuanya." Tatapan sang ayah membuat Jungkook menghela napas panjang sebelum memberanikan diri membuka mulut.

"Sudah lama kita tidak berlibur bersama, appa  selalu sibuk dikantor. Ini sangat tidak menyenangkan kerena appa terlalu sibuk bekerja." Jungkook menundukkan kepalanya, menatap mangkuk kosong di hadapannya.

"Jungkook bukan begitu, appa bekerja untuk mu. Appa ingin kau mendapatkan hidup yang layak dan tak ada alasan lain." Baru saja Tuan Park ingin menusap habu putranya, Jungkook terlebih dulu bangkit dari kursinya sembari memukul meja cukup kencang. Tentu saja hal itu membuat Nyonya Jeon yang berada di dapur segera mendatangi ruang makan.

"Jeon Jungkook! Seperti itukah caramu bersikap pada ayahmu?!" Sentakan sang ibu tak menggoyahkan remaja itu, tangan Jungkook masih senantiasa mengepal sembari menatap sang ayah yang masih terduduk di kursinya.

"Aku tak butuh itu semua, aku hanya butuh appa! Apakah itu hal yang sulit? Apa gunanya semua uang itu jika appa tak bersamaku, kenyataanya memang appa tak menyayangiku! Appa lebih mencintai pekerjaan dibandingkan diriku!" Jungkook berlalu begiu saja, meninggalkan meja makan. Ia bahkan tak peduli saat sang ibu memanggil namanya berulang  kali, Tuan Jeon yang melihat sisi lain sang putra hanya bisa menghela napas berat sembari melepaskan kacamata yang bertengger terpasang di wajahnya.

"Aku akan bicara padanya nanti, jangan terlalu kau pikirkan masalah Jungkook." Nyonya Jeon berusaha menghibur suaminya, wanita itu segera menyiapkan sarapan dan menyusunya dengan rapi di hadapan sang suami.

Take MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang