Tiket Pesawat

764 106 8
                                    

Tak ada sudut dunia yang tak memiliki kesibukan, entah itu para siswa ataupun para pekerja, semua orang berlomba untuk mengunggulkan diri mereka di mata dunia. Sama halnya seperti yang terlihat di dalam sebuah perusahaan, seluruh karyawan sibuk dengan berkas dan komputer yang meyala. Entah sampai kapan mereka akan melakukannya, mungkin hingga waktu lembur yang harus mereka dapatkan.

Berbeda dengan ruang para pegawai yang dipenuhi kegaduhan suara ketikan komputer dan balikan kertas, di sebuah ruangan yang lain terdengar sedikit lebih tenang.

Seorang pria paruh baya tengah menatap laptopnya yang menyala dengan tangan kanannya yang mengangkat cangkir teh. Sesekali keningnya nampak berkerut dan membalik dokumen di sebelah kiri tubuhnya.

"Sekretaris Hong, panggil Tuan Jeon untuk segera keruanganku." Nada suara yang terdengar begitu kesal, ia tak lagi berniat menyesap tehnya. Tangannya kini beralih pada laptop yang sedari tadi hanya ia pandang.

"Presdir bolehkah saya masuk?" Suara ketukan pintu disertai suara yang familiar membuat pria paruhbaya itu mengangkat kepalanya.

"Masuklah Tuan Jeon!" Pintu terbuka perlahan dan nampak seseorang masuk dari sana, entah apa yang membuat orang itu harus dipanggil oleh atasannya secara langsung.

"Aku memintamu untuk mengirimkan berkas rapat pagi ini, tapi mengapa kau belum mengirinya padaku? Apakah terjadi masalah Tuan Jeon?" Tatapan pimpinan perusahaan itu seakan tak memberi celah bagi bawahannya untuk membela diri.

"Maaf."

"Kau tau betul jika aku tak suka kelalaian seperti ini." Pria yang duduk di kursi atasan itu bangkit dan mendekati karyawannya yang kini tertunduk.

"Duduklah, kita bicarakan ini baik-baik." Pria paruh baya yang memiliki jabatan lebih rendah itu mengikuti kemauan atasannya. Keduanya duduk di sofa dan saling bertatapan.

"Il Won-ah, aku tau kau temanku dan aku tak ingin ada perbedaan antaramu dengan karyawan yang lain."

"Maaf, aku berpikir akan mengirim file itu bersamaan dengan pembukuan bulan ini." Pria dengan setelan jas rapinya itu mendekati sahabatnya itu.

"Mengapa kau membuatnya sekarang? masih ada dua hari sampai batas akhir, jangan mengabaikan tugas saat ini hanya demi menyelesaikan pembukuan itu. Kirim saja hasil rapatnya padaku segera."

"Pembukuannya sudah hampir selesai, akan saya kirim dalam waktu 1 jam." Suasana antara atasan dan bawahan itu tersa berat, tak membalas apapun pria paruh baya yang menjabat sebagai pemimpin perusahaan itu hanya mengangguk dan kembali duduk di kursinya.

"Kau bisa pergi sekarang."

"Trimakasih Presdir."

Pintu tertutup, pria dengan papan yang tertulis namanya di pojok meja itu megusap wajahnya pelan.

***

Lain hal nya dengan Tuan Park yang sibuk dengan agenda perjalanan bisnis, nampaknya Tuan Jeon sudah merencanakan kegiatan berlibur dengan keluarga kecilnya.

Waktu berjalan cepat dan haru mulai gelap, sudah biasa bagi Tuan Park pulang terlambat dari kantornya, sejak kepergian sang istri pria paruh baya itu begitu menggilai kerja dan sangat menekan akedemik putranya.

Entah ini hal ynag salah atau tidak Tuan Parkselalu merasa keputusannya adalah hal yang tepat. Waktu semakin malam, Tuan Park mulai berkemas bersiap untuk pulang ia nampaknya sudah tak peduli dengan janji Tuan Jeon yang akan mengirim semua berkas hari ini padanya.

"Presdir." Sedikit terjingkat dan segera meletakkan berkas di tangannya, Tuan Park menatap seseorang yang masuk tanpa permisi keruangannya.

"Kau belum pulang?" 

Take MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang