Terpisah

811 130 15
                                    

"Kau sudah mendaftar untuk kelas?" Suara berat disertai secangkir susu yang terletak di samping buku yang tengah Jimin baca membuat remaja itu menolehkan kepalanya. Sang ayah di sana nampak sekali tengah menanti jawaban putra semata wayangnya itu.

"Eum....... kelas akan dimulai minggu depan." Jimin menutup bukunya dan meraih lembar latihannya. Ia tak menatap Tuan Park di sampingnya, pria paruh baya itu beranjak dan mendudukkan tubuhnya di sofa tak jauh dari meja belajar sang putra.

"Baguslah, berhenti bersikap gegabah dan lakukan yang appa minta." Tak ada jawaban dari Jimin, ia hanya fokus dengan buku dihadapannya.

"Bagaimana dengan Taehyung? apakah anak itu masih berlatih taekwondo?" Pertanyaan Tuan Park membuat Jimin menoleh, Tuan Park pun menatap Jimin tajam.

"Kurasa seperti itu, aku tak tau apapun lagi." Jimin menghela napas, ia kembali mengalihkan perhatiannya dari sang ayah.

"Berharap saja sahabatmu itu akan baik-baik saja." Tuan Park menepuk sekilas bahu Jimin dan beranjak meninggalkan putranya.

"Appa akan ke Jepang malam ini, jangan macam-macam dan lakukan semua yang appa minta." Sederet kalimat pengekang lagi untuk Jimin sebelum Tuan Park benar-benar pergi dari sana.

Tatapan kosong Jimin berikan pada tumpukan buku dihadapannya, ia sungguh tak tau harus melakukan apa. Tubuhnya bangkit begitu saja ketika mendengar suara mobil sang ayah yang meninggalkan rumah. Pandangan Jimin tertuju pada jendela kamarnya, berbagai pikiran masuk begitu saja ke kepalanya.

"Haruskah aku pergi saja? Mengapa aku harus melakukan semua ini?!" Pekik Jimin kuat seraya melempar semua buku diatas mejanya, bahkan gelas susu hangat yang masih belum tersentuh itu turut jatuh dan pecah berkeping-keping.

Tak berhenti sampai disitu, Jimin beranjak menuju dinding dan berulang kali membenturkan kepalanya.

"Argh......!"

Keributan yang Jimin perbuat ternyata, membuat beberapa penjaga dan pelayan berlarian masuk ke kamar tuan muda mereka. Dua penjaga segera menarik lengan Jimin menjauh dari dinding yang sudah berhiaskan bercak merah akibat perbuatan Jimin sendiri.

Jimin yang berusaha menenangkan dirinya menatap seorang pelayan yang nampak akan menghubungi seseorang.

"Jangan beritahu apapun pada appa." Tubuh Jimin meluruh setelahnya, ia berusaha mengatur napas dan emosinya saat ini. Banyak hal yang ingin ia keluhkan, banyak hal yang ingin ia keluarkan dari tubuhnya yang terasa begitu berat.

"Saya akan menghubungi Dokter Min." Jimin tak memperdulikan hal itu, terserah mereka akan menghubungi siapapun asal bukan ayahnya. Penjaga itu membantu Jimin menuju ranjangnya dan meminta para pelayan membereskan kekacauan yang Jimin perbuat.

Tak  ada yang Jimin lakukan setelahnya, ia hanya duduk di ranjangnya membiarkan Dokter Min membersihkan luka di keningnya, bahkan Yongi baru menyadar jika terdapat begitu banyak luka ditubuh Jimin, entah itu luka gores atau hanya sebuah memar.

"Bagaimana kau mendapatkan luka-luka ini?" Yoongi berujar sembari mengangkat lengan Jimin, remaj aitu hanya melirik sekilas dan kembali mengalihkan pandangannya.

"Apa kau melukai dirimu sendiri?" Pertanyaan itu membuat Jimin menatap Yoongi beberapa saat.

"Aku sering terjatuh akhir-akhir ini."

"Apakah keseimbanganmu bermasalah? Kita harus memeriksakannya jika seperti itu." Yoongi menghawatirkan jika ada masalah syaraf pada remaja itu.

"Tidak, aku kurang tidur beberapa hari terakhir, sepertinya itu yang terkadang membuat pandanganku kabur." Yoongi mengangguk dan menyelesaikan tugasnya dengan segera, agar Jimin dapat segera beristirahat.

Take MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang