Berpikir

973 123 19
                                    

Pagi yang baru tetapi Taehyung maupun Jimin masih dalam penyesalan yang sama, mereka kini dalam perjalanan menuju pameran. Begitu banyak hal yang dapat mereka saksikan disana, awalnya mereka pikir pameran itu akan sangat membosankan, tetapi ternyata banyak hal menarik disana.

Seperti Jimin saat ini, ia tertarik dengan piano do pojok ruang pameran, remaja itu mendekat dan mulai menekan tust piano itu.

Nampaknya permainan piano Jimin menjadi perhatian saat ini, beberapa pengunjung mendekat sekedar untuk mendengarkan permaian remaja itu.

"Woah... apakah kau mempelajari seni musik?" seorang mahasiswa dengan almamater universitas Seoul mendekati Jimin yang masih menatap piano dihadapannya.

"Ah..... aku pernah belajar sedikit saat sekolah dasar."

"Hoseok, namaku Jung Hoseok." mahasiswa itu mengulurkan tangannya dan segera dibalas oleh Jimin.

"Park Jimin."

"Kau sangat hebat, bagaimana jika kita bertemu di Korea nanti. Aku ada klub seni di Seoul mungkin kau berminat bergabung dengan kelompokku." Tawaran Hoseok begitu mengiurkan, tetapi Jimin tak ingin cari mati dengan mengikuti klub itu.

"Tidak, kurasa aku tidak pantas." Jimin menolak tawaran itu dengan menarik senyum.

"Kalau begitu saya permisi." Jimin beranjak meninggalkan Hoseok yang masih menatapnya.

Jimin kembali mendekati Taehyung dan Jungkook yang tengah mengantri untuk jus gratis, Jimin yang juga haus memilih untuk ikut mengantri. Apa salahnya bukan?

"Hyung ini sudah pukul 15.00 kita harus pergi sekarang." Jungkook tak  membiarkan Taehyung dan Jimin menikmati Jus mereka. Remaja itu terus merengek untuk pergi ke stadion sekarang, bahkan konser baru akan di mulai pukul 20.00 nanti.

"Yak, apa yang kau lakukan di jam segini di sana? Apa kau ingin membantu menata kursi hah? Atau menyapu tempat itu?" Taehyung menepis tangan Jungkook dari lengannya, dan kembali meneguk sisa jusnya hingga tandas.

"Jungkook-ah, bukankah lebih baik kita berangkat nanti saja. Kita hanya akan menggagu petugas menata tempat disana." Jawaban Jimin membuat Jungkook berdecak sebal.

"Hyung..... ini waktu terbaik untuk dapat melihat IU dari jarak dekat sebelum para fans yang lain datang." Penjelasan Jungkook masih tak dapat di terima kedua seniornya.

"Tidak, aku ingin makan sekarang." Taehyung bangkit dari kursinya dan berjalan menjauh.

***

"Jimin-ah, tolong pukul aku." Taehyung menatap Jimin yang duduk di sampingnya.

"Kau yakin?"Taehyung menggeleng cepat, terakhir kali Jimin memukulnya itu sungguh sangat sakit.

Kini Jimin dan Taehyung hanya saling bertukan pandang, Jungkook sudah bahagia dengan dunianya tak peduli dengan dua remaja lain yang sungguh ingin lenyap.

Jungkook yang akhirnya dapat menyeret dua seniornya itu saat ini telah memberi masing-masing dari mereka banner bertuliskan nama IU dan lightstick.

Saat mereka tiba sangat tepat ketika IU menyapa para fansnya, Jungkook begitu bahagia sementara Jimin dan Taehyung memasang earphone ke telinganya dan memilih untuk mulai memejamkan mata.

"Hyung....!!" Jungkook yang tiba-tiba menguncang tubuh kedua remaja itu membuat mereka terkejut bukan main.

"Apakah sudah selesai?" Jimin mengajukan pertanyaan dengan mata yang masih setengah terbuka, sementara Taehyung nampak mengusap sisa air liur di sudut bibirnya.

"Konsernya akan segara mulai, apakah kalian akan melewatkannya?"

"Tunggu, baru akan mulai. Jadi kita masih lama di sini?" Taehyung mengadarkan pandangannya, semua kursi sudah penuh terisi haripun sudah mulai gelap.

"Astaga.... aku ingin ke toilet." Taehyung meletakkan lightsticknya dan mulai mencari jalan keluar.

"Tidak bisakah kau menahannya Tae?" Jimin menahan tangan Taehyung agar ia kembali duduk.

"Kurasa tak masalah, berapa lama konsernya?"

"Sekitar 3 jam dengan penutupan." Jawaban Jungkook membuat mata Taehyung membola, apakah ini candaan?

"Tidak, aku bisa sekarat karena manahannya." Taehyung bangkit kembali dari kursi dan mulai menerobos para fans yang tengah duduk di kursi mereka.

"Tae... aku ikut!" Jimin mengikuti langakah Taehyung meninggalkan Jungkook seorang diri.

Mencari toilet bukanlah hal yang mudah, tetapi tak lebih sulit dari pada harus mencari tempat duduk mereka tadi.

"Baiklah, kita harus kearah mana?" Jimin dan Taehyung masih berdiri di deret kursi belakang.

"Kau tau Jimin-ah, aku paling tak suka berpikir."

"Lalu?"

"Dan sekarang ini membuatku kesal karena aku harus berpikir."

"Kurasa kita hanya perlu bertanya pada petugas, tak perlu bepikir bukan?" Taehyung menatap Jimin dengan menggeleng pelan.

"Bukan itu yang ku pikirkan."

"Lalu, apa yang kau pikirkan sekarang?"

"Aku berpikir, apakah kita harus meninggalkan bocah itu disini dan kembali ke hotel."

Jimin menatap Taehyung sejenak sebelum kemudian berdecih.

"Aish... kau membuatku juga harus berpikir." Kini giliran Taehyung menatap Jimin heran.

"Apa yang kau pikirkan? kau ingin tetap di sini?" Tanya Taehyung, sembari menanti jawaban Jimin.

"Aku tertarik dengan pemikiranmu untuk meninggalkan Jungkook di sini."

***

"Cobalah ini, sangat lezat sekali." Taehyung menyodorkan sepotong kue coklat ke arah Jimin yang sedang menyesap lattenya.

Ya..... mereka memutuskan untuk meninggalkan Jungkook di tempat konser, mereka lebih beriminat dengan makanan di banding dengan IU.

Berbagai hidangan tersedia di hadapan kedua remaja itu, baru saja mereka menerima kiriman uang dari ayah mereka.

Notifikasi pengeluaran mereka ternyata masuk kedalam ponsel Tuan Park dan Tuan Kim. Kedua pengusaha itu tak marah sama sekali bahkan tanpa bicara apapun mereka mengirim uang lagi.

Tetapi mungkin beda cerita jika uang itu mereka gunakan untuk membeli alat musik atau perlengkapan boxing. Bisa-bisa mereka di cincang habis-habisan oleh kedua manusia psikopat itu.

"Ah.... aku kenyang, bagaimana jika kita membawa beberapa ke hotel. Kurasa Jungkook akan sangat marah." Taehyung meletakkan gelas jusnya dan ingin bangkit dari kursinya.

"Ya.... kita beli beberapa lagi dan membawanya, mungkin tak lama lagi konser akan selesai."

Jimin dan Taehyung berjalan keluar kedai kue itu dan berjalan meyusuri trotoar dengan tangan yang menenteng berpagai manakan dan minuman hangat.

"Tae tunggu sebentar." Jimin berhenti di sebuah persimpangan, ia tertarik dengan piano di toko ujung jalan.

"Kau ingin itu? mau kubelikan?"

"Sungguh? tapi bagaimana aku menggantinya?" Jimin menatap tangan Taehyung yang menunjuk sebuah toko lain.

"Aku ingin itu."

"Kau yakin?" Jimin nampak ragu, tapi ia tertarik dengan hal ini.

"Tentu, kau setuju?" Tanya Taehyung meyakinkan.

"Mengapa tidak? kajja!" Jimin dengan semangat menarik  tangan Taehyung menuju toko musik.

Sebuah piano telah terbeli atas nama Taehyung, kini giliran Jimin membeli alat boxing untuk Taehyung.

Ini bukan masalah harga tetapi mereka bahkan tak tau jika hal buruk menanti mereka.












Bersambung................

Take MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang