Ego

849 115 20
                                    

Seorang remaja dengan langkah santainya mengikuti trotoar yang entah akan membawanya kemana malam ini, hujan baru saja reda dan masih meninggalkan aroma khasnya, cahaya lampu jalan nampak begitu indah saat dipantulkan oleh genangan air di sepanjang jalan.

Langkah yang mulai terasa berat membuat remaja itu menghentikan kakinya di sebuah halte bus, ia menimang-nimang ponsel ditanganya seakan bertanya pada darinya sendiri 'siapa yang akan ia hubungi malam ini'.

Ia tak memiliki tempat tujuan malam ini, namun ia juga enggan kembali kerumahnya. Perdebatan panjang dengan sang ayah pagi tadi membuatnya masih merasa muak. Namun keputusan gila jika ia memilih untuk tidur di teras toko malam ini, ia tak membawa uang sepeserpun hanya ponsel dan tubuh yang basah kuyup.

"Jimin akan mendapat masalah jika aku menghubunginya." Remaja itu mengurungkan niat untuk memanggil salah satu kontak di ponselnya.

"Jungkook juga sedang sakit, bukan hal yang bagus jika aku merepotkannya." Lagi-lagi ia hanya membuang napas kasar dan mengusak rambutnya kesal. Ia benci dengan hidupnya, ia benci karena harus dilahirkan di sebuah keluarga yang berantakan. Ia iri dengan kehidupan sempurna yang dimiliki Jungkook, munafik memang ketika ia berbuat sedemikian baik pada juniornya itu dengan harapan keluarga Jeon akan menerimanya.

Taehyung mendongakkan kepalanya, sepertinya hujan akan kembali turun. Remaja itu kembali beranjak, ia memang benci dunia ini namun belum saatnya ia menyerah terhadap takdir.

***

"Kemana saja kau?!" Kedatangan Taehyung disambut dengan suara bariton sang ayah yang sudah duduk di sofa. Nampaknya pria paruh baya itu sudah menanti kedatangan putra semata wayangnya.

"Kim Taehyung! Apakah kau tak mendengarku?" Taehyung yang melangkahkan kakinya menuju anak tangga harus terhenti dikarenakan benturan kuat di pergelangan kaki kanannya.

Remaja itu sukses dibuat meringkuk saat merasakan nyeri mulai menjalar di seluruh kakinya.

"Haruskah ku patahkan kaki itu? Kau terlalu memberontak akhir-akhir ini." Tuan Kim berjalan mendekat dan mengambil kembali vas tanah liatnya.

"Sepertinya kau tak mendengarku Kim!" Baru saja Tuan Kim akan melayangkan pukulan, pandangan Taehyung membuat pria paruh baya itu menghentikan laju tangannya.

"Haruskah ku katakan semuanya padamu? Berhenti bersikap seakan kau peduli padaku!" Teriak Taehyung dihadapan sang ayah, namun bukannya terkejut Tuan Kim hanya menarik senyum tipis dan menepuk bahu sang putra yang masih meringkuk itu.

"Aku tak akan berbuat seperti ini jika kau menjadi anak penurut, kau selalu membuatku marah dengan selalu beralasan dan pergi ke pelatihan taekwondo. Jika aku sampai tau perbuatanmu, jangan salahkan aku jika berbuat di luar batas." Tuan Kim kembali melempar vas tah liatnya, namun kali ini sasaranya adalah pilar di tengah ruangan itu.

"Istirahatlah tak baik kau tidur terlalu larut." Taehyung berdecih singkat, ia menatap kepergian sang ayah dengan amarah yang begitu jelas dimatanya.

Ingin sekali ia meraih pisau dan menikam pria itu ratusan kali, tapi Taehyung tak ingin hidupnya akan semakin hancur karena itu. Hidupnya sudah cukup menyedihkan untuk duduk di balik jeruji besi. Jika memang ada hal yang begitu ingin Taehyung lakukan adalah menggantung dirinya sendiri di langit-langit kamarnya.

***

Malam yang jauh dari  kata tenang, bahkan remaja Kim itu tak dapat memejamkan matanya sepanjang malam. Ia mengirim beberapa pesan pada sahabatnya yang ia yakini juga tak dapat tidur malam ini.

Ia berbalas pesan beberapa kali dengan Jimin sampai sahabatnya itu mengatakan jika sang ayah ada dikamarnya saat ini. Malam Taehyung berlalu begitu saja menanti jarum jam menunjukkan pukul enam,  pergelangan kakinya terasa begitu nyeri disertai bengkak kebiruan disana.

Ini bukan luka yang terlalu parah, bahkan sang ayah pernah membuatnya  harus di larikan ke ICU karena membuat Taehyung berguling dari tangga, sial memang karena ia harus tertidur selama dua hari disana.

Dengan langkah tertatih Taehyung bersiap untuk pergi kesekolah, masih terlalu pagi memang namun ia sudah merasa sesak di dalam rumah ini. Langkahnya tergesa saat melewati ruang tengah, namun hal itu berbuah sia-sia saat suara Tuan Kim membuat remaja itu menghentikan langkahnya.

"Mau kemana kau?" Pertanyaan yang tak masuk akal, saat dengan jelas Teahyung mengenakan seragam sekolahnya.

"Pemakaman!" Singkat, padat dan begitu jelas penuh dengan sarkasme. Ia tak pedul jika sang ayah akan meludahinya pagi ini.

"Kau sedang terluka, lebih baik istirahat dirumah." Taehyung berdecih, remaja itu membalik badan dan menatap sang ayah yang tengah berdiri sembari menyesap teh paginya.

"Trimakasih atas perhatian anda, tapi saya tak membutuhkan semua itu." Baru saja Taehyung akan berbalik, sebuah benda berhasil menghantam pelipisnya dengan kencang.

Taehyung sontak terhuyun dan segera menekan pelipisnya yang mulai mengeluarkan cairan merah kental.

Tuan Kim sebagai pelaku tak menunjukkan penyesalan sedikitpun, ia hanya menarik senyum dan berjalan mendekati Taehyung. Ia mulai mengusap dan memijit pelan tengkuk putranya itu.

"Ku pikir bagus untuk membagi tehku padamu." Taehyung menatap geram pria paruh baya dihadapannya itu, gignya saling beradu berusaha menahan emosi yang dapat meledak kapan saja.

 Cangkir yang beberapa saat lalu membentur pelipis remaja itu sudah menjadi pecahan yang kini tersebar di lantai.

"Apakah luka ini cukup untuk membuatmu tak berangkat ke sekolah?" Pertanyaan tak masuk akal itu membuat Taehyung ingin mengumpat di hadapan psikopat gila itu.

"Pergi kekamarmu, dokter akan datang sebentar lagi. Ku harap kau tak perlu menerima jahitan di sana."

Tuan Kim beranjak meninggalkan sang putra setelah meminta beberapa pelayan membersihkan kekacauan, Taehyung melepaskan tangannya yang sedari tadi menutup luka di pelipisnya. Ia membiarkan darah itu mengalir di wajah putihnya.

"Brengsek kau! psikopat gila!" Pekikan Taehyung tak hanya membuat Tuan Kim menghentikan langkahnya, namun semua pelayan di ruangan itu menatap kedua majikannya dengan tatapan takut. Jangan sampai karena ucapan Taehyung, semua orang akan terkena imbasnya.

"Trimakasih atas pujianmu putraku." Tanpa berbalik Tuan Kim mengatakan hal itu, Taehyung menarik senyum miring dan kembali berujar lantang.

"Kau sungguh menjijikkan! aku merasa hina karena menjadi anakmu!"

"Sayangnya kau tak bisa merubah hal itu, nikmati saja semua ini." Tuan Kim beranjak, ia tak peduli lagi dengan pemberontakan dan berbagai sumpah serapah Taehyung yang dilontarkan padanya.

"Bawa Taehyung ke kamarnya, jika perlu kunci pintunya atau ikat saja dia." Perintah Tuan Kim pada bawahannya sebelum pria paruh baya itu, benar-benar meninggalkan Taehyung.

"Aku membencimu Kim!" Suara terakhir Taehyung sebelum dirinya di seret menuju lantai atas, tak ada yang dapat ia lakukan selain memaki dirinya sendiri.

.

.

.

.

.

.

'Mengapa musim semi tak kunjung datang, haruskah ku berikan nyawaku agar kelopak sakura menghiasi pusaraku nanti?'

-kim taehyung-






Bersambung...............

Take MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang