Perbedaan

1.4K 166 38
                                    

"Jimin?" Seorang pria paruh baya memasuki sebuah kamar dengan nuansa biru laut dan putih tulang.

Netranya menyusuri setiap sudut kamar yang nampak kosong. Berbagai alat tulis dan buku masih berserakan di ataa meja, namun keberadaan sang empu tak ditemukan.

"Appa." Seorang remaja dengan wajah yang masih basah keluar dari kamar mandi. Ia menatap sang ayah yang berdiri tak jauh dari meja belajarnya.

"Appa pikir kau tidur tadi." Tuan Park menatap sang putra yang berjalan mendekat, sementara pria paruh baya itu mendudukkan tubuhnya pada tepi ranjang.

"Ah.... aku merasa mengantuk, jadi aku pergi untuk membasuh muka." Jimin menarik senyum kecut dan mulai duduk di kursi belajarnya.

"Baguslah, Dokter Min menghubungiku sore tadi. Ia mengatakan jika kau menemuinya untuk meminta beberapa vitamin."

"Ne, itu benar." Jimin tak lagi menatap sang ayah, fokusnya kini hanya pada buku di hadapannya.

"Baiklah kalau begitu, jaga kesehatanmu dan belajar lebih giat lagi. Aku mengatakan pada Namjoon jika kau akan mengikuti tes level untuk materi kimia."

Mendengar ucapan sang ayah, gerakan tangan Jimin terhenti. Ia membiarkan begitu saja tulisan yang belum lengkap pada buku catatannya.

Sungguh, apa lagi yang ingin ayahnya lakukan? Apakah masih kurang semua kursus yang ia lakukan?

"Tapi, untuk apa kursus Kimia itu appa? Maksudku aku tak ada masalah di mata pelajaran itu." Ujar Jimin dengan menunduk, ia bahkan tak ada keberanian untuk menatap sang ayah.

"Untuk apa? Jimin kau pikir kau tak memiliki masalah di mata pelajaran itu?" Jimin bungkam ia tak dapat mengatakan apapun.

"95! Kau pikir dengan nilai itu kau tak memiliki masalah? Bahkan aku tak segan-segan memberimu kursus tambahan jika nilai matematikamu pada skor 98."

"Dengarkan appa, apakah aku memintamu bekerja?"

"A....anni." remaja Park itu berusaha menjawab walau dengan nada yang terpotong.

"Jadi, apa aku pernah memintamu membayar semua kursus itu?"

"Anni."

"Lalu mengapa kau harus merasa keberatan, kau hanya perlu belajar dan appa yang akan memenuhi semua keperluanmu."

Kali ini Jimin hanya diam, tak ada jawaban mulutnya tertutup rapat.

"Appa hanya meminta satu hal padamu, dapatkan nilai sempurna dan buatlah orang tua ini bangga. Kau mengerti Jimin-ah."

"Ne....appa."

"Bagus, sekarang kembali lah belajar. Persiapkan dirimu untuk tes level besok, appa akan kemari pukul 3. Pastikan kau tidak tidur saat itu."

Tuan Park mengusap pelan kepala Jimin dan meninggalkan kamar sang putra.

Sementara itu, Jimin melirik sekilas jam yang terdapat di atas mejanya.

'23.56'

***

'Trang!' Suara besi yang beradu dengan dinding menimbulkan suara nyaring.

"Kemana saja kau hingga pulang selarut ini hah!!" Seorang pria paruh baya menarik kerah baju seorang remaja yang bersimpuh dihadapannya.

"Walaupun ku jawab, kau tak akan mempercayaiku." Pria paruh baya itu, melepaskan cengkramnnya dan menghempaskan kembali tubuh putranya.

Taehyung, remaja tak berdaya itu mulai bangkit sembari menyeka sudut bibirnya. Menatap nyalang sang ayah sembelum ia berjalan terseok menuju lantai atas.

"Apa itu? Pergi kemana kau?" Tahyung benar-benar mengabaikan sang ayah, langkah yang terasa berat tetap ia paksakan.

"Jawab Kim Taehyung! Jika kau masih ingin pergi bertemu teman-temanmu besok."

"Aku tak peduli!" Taehyung membanting pintu dan meringkuk dirinya didalam ruangan bernuansa gelap itu.

"Apa ini karena dua temanmu itu? Apa aku harus membuat perhitungan dengan mereka?" Ujar Tuan Kim sini dari balik pintu kamar sang putra.

"Jangan dekati mereka!!"

Pintu yang secara tiba-tiba terbuka membuat Tuan Kim memundurkan tubuhnya.

"Jangan pernah kau sentuh mereka dengan tangan kotormu itu Kim!!"

"Terserah padamu, tidurlah yang nyenyak. Good night boy..."

***

"Jungkook, sampai kapan kau akan kau akan tidur eoh?"

"Eomma, biarkan aku tidur 10 menit lagi." Remaja itu kembali menarik selimut yang baru saja disibak oleh sang ibu.

Merasa tak mau kalah wanita pemilim marga Jeon itu menyibak tirai kamar putranya, cahaya masuk begitu saja menerangi setiap sudut kamar.

"Eomma......." Jungkook merengek sembari menendang-nendang selimutnya.

"Cepat bangun atau akan ku buang semua ini!"

"Eomma, oh... wae....."

Dengan mata setengah terbuka Jungkook menatap sang ibu yang sudah menggengam light stick dan poster miliknya.

"Iya... aku bangun.... lihat aku sudah bangun.

"Cepat mandi dan turun ke bawah, kau akan terlambat jika tetap seperti ini." Lagi-lagi Nyonya Jeon menatap tajam sang putra.

"Astaga.... baiklah, tapi bisakah eomma meletakkannya?"

"Cepat Jeon."

"Aku pergi sekarang!" Jungkook berlari tunggang langgang menuju kamar mandi. Sementara sang ibu menarik senyum kemenangan seraya meletakkan kembali semua barang itu di tempat semula.

"Oh.... astaga, kurasa aku harus menemui IU secara pribadi dan mengucapkan terimakasih padanya." Nampak senyum tipis terukir di bibir wanita itu.

"Jungkook cepatlah, eomma akan menunggumu di bawah!" Teriak Nyonya Jeon sekali lagi sebelum meninggalkan kamar sang putra

"Ne.............!!"



Bersambung..........

Take MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang