Berjauhan

708 126 15
                                    

Koridor sekolah yang masih sepi, Jimin sengaja berangkat lebih pagi untuk pergi ke ruang belajar. Tugas semalam berhasil ia selesaikan pukul 3 dini hari, Tuan Park yang ternyata harus kembali mengurus kantornya pergi semalam dengan meninggalkan semangkuk apel di meja sang putra.

Jimin berjalan ringan di sepanjang koridor, pintu ruang belajar selalu terbuka di sana tak ada siapapun. Remaja itu sibuk dengan bukunya hingga pesan Seokjin menghiasi layar ponselnya, Jimin melirik sekilas isi pesan yang mengatakan jika Seokjin tak dapat menghadiri kelas. Jimin membuang napas kasar dan mematikan ponselnya, tak ada niatan untuk pergi ke kelasnya.

Ruang belajar yang lebih sunyi adalah pilihan bagus dari pada kelas yang kemungkinan akan begitu gaduh.

Waktu berlalu begitu saja tanpa Jimin sadari, ia bahkan tak mendengar suara bel istirahat makan siang. Entah sudah berapa banyak soal yang ia kerjakan hingga jarinya nampak memerah, Jimin yang merasa jika jarinya lecet menarik plester luka dari saku jas almamaternya.

Jari Jimin yang sudah dipenuhi plaster nampak sangat mengerikan, tetapi hal itu setidaknya membuat Jimin melihat arloji di pergelangan tangannya.

"Sudah cukup siang ternyata." Sejenak ia meregangkan badan, menarik napas panjang dan kembali berkutat dengan buku-bukunya.

"Hyung..... Jimin Hyung......" Suara lirih menyerupai bisikan tak jauh dari Jimin yang berharil membuatnya menoleh.

Jungkook duduk disalah satu kursi dengan menunjukkan kantung plastik yang penuh makanan.

"Aku tak melihatmu saat jam makan siang jadi aku kemari membawa semua ini." Suara yang masih berbisik kini tak lagi dipedulikan Jimin.

"Hyung...... makanlah sesuatu."

"Jungkook-ah, kau bisa pergi, aku tidak lapar. Jangan mengganggu ku, kau mengerti." Jimin memasang raut wajah malasnya untuk meladeni Jungkook.

"Tapi aku sudah..... Hyung kau mimisan!" Pekikan Jugkook yang tak terduga membuat para siswa yang ada di ruangan itu menatap kesal kearah Jungkook.

"Sudah kukatakan pergilah." Tak lagi memperdulikan Jungkook, Jimin memilih segera beranjak dari sana menuju toilet. Tak Jimin sadari jika darah keluar cukup banyak dari hidungnya.

Jungkook pun turut beranjak, ia tak mau lagi menggangu Jimin yang tengah sibuk dengan kegiatannya itu. Remaja Jeon yang kini termenung di bawah pohon rindang, tak ada niat baginya mengikuti pelajaran terakhir, ia memilih segera ke rooftop sebelum seseorang melihatnya.

Pesan yang ia kirimkan pada Taehyung sejak pagi tadi belum juga mendapat balasan, entah kemana perginya seniornya itu. Jungkook bahkan meluangkan waktu pagi tadi untuk pergi ke kediaman kim, namun beberapa penjaga di rumah megah itu mengatakan jika tuan muda mereka tak kembali sejak semalam.

Pulang sekolah yang Jungkook gunakan untuk mencari Taehyung, berbagai tempat telah remaja itu kunjungi bahkan Taehyung tak ada di pusat latihan taekwondo.

"Apakah Tae-tae hyung mengunjungi game center?" Jungkook terdiam di depan mini merket sembari mengunyah sosis yang baru ia beli.

Sampai seseorang yang secara tiba-tiba menyambar sosisnya membuat Jungkook memekik kesal, bagaimana tidak ia membeli sosis itu setelah berhutang pada teman sekelasnya.

"Mengapa kau mengambil dari siswa manis ini?!"

"Mengapa? kau tak suka?" Jawaban si pencuri yang tak kalah ketus membuat Jungkook memukulnya menggunakan ransel.

"Dasar menyebalkan" Jungkook menatap Taehyung yang menjadi tersangka utama penculikan sosisnya itu dengan raut kesal.

"Apa kau punya lagi?"

"Tidak ada? itu sosis satu-satunya yang kumiliki." Taehyung menelan sosisnya dan menarik Jungkook menjauh dari minimarket. Keduanya saling diam hingga tiba di halte bus, Jungkook yang begitu penasaran kemana perginya sang senior sejak kemarin menatap Taehyung dengan berdecak singkat.

"Apa ada yang salah?" Taehyung menjauhkan tubuhnya dari Jungkook yang terus mendekat.

"Hyung, dari mana saja kau semalaman. Kau dan Jimin hyung berperilaku begitu aneh akhir-akhir ini padahal sebelumnya kalian sudah seperti permen karet yang menempel di rambut ayahku." Taehyung menarik senyum, permet karet macam apa yang dibicarakan Jungkook.

"Permen karet? rambut Paman Jeon pernah tertempel permen karet?" Tawa penuh ejekan Taehyung membuat Jungkook semakin sebal.

"Ya.... pagi ini aku tak sengaja meninggalkan permen karet di handuk, aku sangat takut ketika eomma datang siapa tau jika appa akan menggunakan handuk itu untuk mengeringkan rambutnya." Taehyung mengernyit seakan tak menyangka hal ajaib yang dilakukan Jungkook.

"Itu sebabnya appa tak memberikan uang saku hari ini padaku, ia mengatakan sebagai ganti karena ia harus ke salon. Aku bahkan harus meminjam uang ddari temanku untuk memberikan makan siang pada Jimin hyung." Wajah Taehyung berubah ketika ia mendengar nama Jimin, rasa kecewa pada sahabatnya itu tak dapat hilang begitu saja.

Orang yang bagitu Taehyung percaya bahkan lebih dari dirinya sendiri, membuat Taehyung dipermalukan.

"Yak... mau makan sesuatu. Aku masih memiliki beberapa won, kurasa cukup untuk kita." Taehyung beranjak, sesaat ia menatap Jungkook yang memberikan senyum cerah. Remaja Jeon itu dengan semangat menarik lengan Taehyung menuju sebuah kedai mie.

Keduanya menghabiskan siang dengan penuh canda, Taehyung seakan melupakan semua masalahnya. Bahkan ia pulang ke kediaman Kim dalam kondisi baik, Tuan Kim yang tak begitu peduli dengan yang putranya lakukan menatap Taehyung berjalan menuju lantai atas.

"Tae, cepat kembali turun, appa ingin bicara padamu." Tanpa menghentikan langkahnya Taehyung berdeham singkat, ia takterlalu memikirkan yang akan ayahnya katakan. Mungkin saja pria tua itu akan bertanya kemana saja ia sejak semalam.

Berbagai hidangan di meja makan tertata rapi, Tuan Kim yang tengah duduk di salah satu kursi sibuk menyesap teh hijau sembari sesekali membalik koran di tangannya. Taehyung dengan pakaian yang lebih bersih itu menatap sang ayah sebelum menarik kursi untuknya duduk.

"Apakah ada yang penting? jika tidak aku ingin keluar."

"Ambil ini!" Taehyung mengernyit saat sebuah amplop telempar ke arahnya. Isi didalamnya membuat Taehyung tak habis pikir.

"Apa maksudnya ini?"

"Aku tak tau apa yang kau inginkan, tetapi alangkah baiknya jika kau mengikuti tes itu. Aku tak memintamu menjadi yang pertama hanya saja itu syarat untuk study di luar negeri." Tuan Kim meletakkan cangkir kosongnya, menatap sang putra sesaat sebelum memanggil bawahanya untuk merapikan meja.

"Aku tak ingin pergi!" Tegas Taehyung dan melempar kembali amplop itu ke arah Tuan Kim.

"Mengapa tidak? apakah kau ingin keluarga ini terus dipermalukan hah...! Kali ini hanya Jimin lalu bagaimana dengan berikutnya? Taekwondo sialan itu membuatmu kehilangan akal sehat, setidaknya lakukan sesuatu!"

"Ya..... aku memang sudah gila, lalu kau mau apa? Mengirimku ke rumah sakit jiwa?" Taehyung menggebrak meja cukup kencang dan meninggalkan tempat itu dengan segera, percakapannya dengan sang ayah tak pernah berhasil baik. Jika bukan Taehyung yang termakan emosi maka Tuan Kim yang akan melayangkan pukulan.

Sudah terlalu malam untuk mencari kendaraan umum, Taehyung dengan tergesa meninggalkan garasi dengan membawa sepeda motornya tak peeduli dengan udara malam yang sesara menembus kulitnya. Taehyung terus memacu sepedanya menuju Busan, mungkin dengan menenggelamkan dirinya di laut masalah akan selesai.















Bersambung.................

Take MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang