46. Together

11 2 0
                                    

*01.50 PM*

Setibanya di posko, Gito dan Dila menyadari bahwa rumah posko itu jadi sepi setelah anggota lainnya ikut pergi ke rapat desa. Jadi hanya ada mereka berdua di posko itu.

'Ini sungguh menyebalkan, kenapa juga gue baru baca grup sih kalau ada rapat desa? Gue jadi berdua doang kan sama Gito. Duh, canggung banget lagi. Yang benar saja ini.' Batin Dila setelah membaca chat grup posko KKNnya.

“Untung saja mereka meninggalkan makan siang.” Kata Gito sambil membuka tudung saji di meja makan.

'Gue bersamanya selama beberapa hari ini dan dia sama sekali tidak menunjukkan rasa tertariknya pada perempuan, tapi kenapa dia tiba-tiba datang dan membantu gue waktu bimbel tadi? Gue jadi was-was. Atau gue cuma kegeeran doang, ya? Nggak, gue harus bersikap biasa saja.' Pikir Dila sambil memperhatikan gerak-gerik Gito yang sedang sibuk menaruh makanan ke piringnya.

“Dil, lo nggak makan? Lo bilang lo lapar tadi.” Ucap Gito menegur Dila yang hanya terdiam menatap kosong ke lantai.

“Ah iya, gue juga mau makan.” Jawab Dila  tersadar kemudian ikut makan bersama Gito di meja makan.

“Yah.. gue nggak sadar kalau kita udah hampir sebulan di sini.”

Jeda sejenak dan helaan napas Gito terdengar berat.

“Waktu sangat cepat berlalu.” lanjut Gito setelah membawa piring kotornya ke tempat cuci.

'Kenapa dia tiba-tiba terbuka sama gue? Dia kan cowok yang paling misterius di jurusan gue. Paling tenang, humble (rendah hati) dan pendiam. Tapi kalau sama gue, bicaranya banyak juga. Gue jadi merasa canggung.' Batin Dila kebingungan.

“Hei, Dil! Sini piringnya biar gue cuci.” Kata Gito menegur Dila lagi.

“Wow, lo rajin banget. Kenapa lo nggak meminta gue untuk membantu lo?” ucap Dila sambil menyerahkan piringnya.

“Bisa juga. Mendekatlah, sini bantuin gue, Dil.” Ujar Gito yang hendak duduk di bangku kecil tempat cuci.

“Gue datang ke sini bukan untuk cuci piring. Gue datang ke sini untuk mengerjakan mata kuliah KKN. Lagi pula gue nggak niat bantuin lo. Gue cuma bertanya aja.” Elak Dila sambil menjulurkan lidahnya.

“Oh ya, lo benar. Tapi apa lo nggak punya hati nurani biarin gue nyuci piring sebanyak ini? Buruan, biar cepat kelar.” Ucap Gito sambil berdiri dari duduknya dengan muka dingin menatap tajam Dila.

“Sebagai imbalannya, lo harus traktir gue es krim bentar.” Jawab Dila yang dibalas dengan wajah datar Gito.

“Ya udah, kalau lo nggak mau, gue juga nggak mau bantuin lo. Cih!” lanjut Dila kesal setelah melihat ekspresi Gito lalu hendak berjalan menuju tangga untuk naik ke kamarnya.

“Pada akhirnya gue akan menyerah. Oke, kalau perlu gue beliin lo jaket yang sangat lo sukai waktu itu di pasar. Buruan, sebelum yang lain datang. Entar dikiranya kita nggak kerja apa-apa lagi.” jawab Gito cepat sambil mengangguk.

“Kok lo tau?” tanya Dila terkejut saat Gito mengetahui soal jaket yang diincarnya itu lalu ditarik oleh Gito ke arah tempat cuci.

Namun, karena lantainya licin akhirnya Dila hampir terpeleset jika saja Gito tidak segera menangkapnya. Mereka terdiam saling menatap satu sama lain selama 5 detik, lalu kemudian Gito tersadar dan melepaskannya.

Dila memukul dada Gito dengan cukup keras.

“Dasar!”

“Ah! Gue minta maaf, apa gue terlalu kasar?” tanya Gito sambil mengelus dadanya diiringi tepuk tangan dari Kartika yang baru saja datang dari pasar bersama Harry.

Semicolon ; MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang