15. Lonesome

9 2 0
                                    

Memories are good, as long as we keep them in the rearview mirror and keep moving





***

*07.05 PM*

"That depends on how you see things. (Itu tergantung bagaimana kamu melihatnya). Sastra klasik dibuat dari orang di masa lalu dan bagaimana perasaan mereka dulu. Mereka mengajarkan kita bahwa perasaan manusia belum berubah dalam pernyataan mereka dari beberapa abad yang lalu. Lo nggak tau, ya? Ini romantis loh. Jangan merendahkan sastra klasik!" Jelas Vernon kepada Dino saat Dino mengomentari kebiasaan Vernon membaca novel-novel klasik.

Vernon merasa kesal karena Dino meremehkan hobinya.

Dino menggeleng, 'Sejak kapan Vernon menjadi romantis?' pikirnya.

Memangnya kenapa kalau Vernon kuno, tidak bergaya, dan norak? Vernon menyukai dirinya apa adanya dan dia masih sangat polos.

"Ini mungkin nggak cocok buat lo sekarang, tapi ini akan membantu ketika lo sedang merasa kehilangan dan sedih. Oke, buka buku paket lo, biar gue ajarin Simple Past Tense." Kata Vernon lalu memerintahkan Dino membuka buku paket Bahasa Inggrisnya.

Saat ini mereka seperti biasa sedang berada di kamar Dino.

"Ah, iya. Apa lo mau pergi ke acara Dicky bentar sama gue? Sekalian aja kan kita kerja kelompok buat tugas Agama, besok loh ngumpulnya. Dino? Lo dengerin gue kan? Woy!" ucap Vernon menyingkirkan earphone di telinga Dino.

Dino berdecak kesal, "Ya.. ya..bacot."

Senyum kecil tersungging di wajah lugu Vernon. Akhirnya dia berhasil mengajak Dino ke acara Dicky, walau dengan penuh gerutu oleh Dino.

Vernon ingin segera memperbaiki hubungan Dino dan Dicky. Vernon menghela napas panjang.

***

*07.07 PM*

Hari-hari yang dengan cepat berlalu, tidak dapat diubah dan tidak akan pernah datang lagi. Satu halaman yang disebut 'Hari Ini', satu adegan menghubungkannya dengan adegan lain, saling melengkapi dan berubah menjadi sebuah cerita.

Bagi Dila, ceritanya hari ini tidak ada yang menarik tanpa kehadiran Johan. Johan yang selalu meneleponnya setiap pagi, Johan yang selalu mengirimkannya pesan setiap saat, dan Johan yang selalu perhatian dan melakukan apapun untuknya pun sudah tiada.

Dila mengenang masa-masa pacarannya saat di SMA bersama Johan. Saat dimana mereka masih bisa melalui berbagai macam hal buruk, namun mengapa sekarang mereka tak bisa mempertahankan hubungan itu hanya karena masalah jarak?

Seluruh wajahnya kembali mengkerut karena sedih. Kelopak matanya menurun dan matanya kembali sembab.

Dila merenung di balkon sendirian, berharap ditemukan oleh pangeran tampan berkuda putih yang akan membawanya ke istana yang indah. Namun, harapannya buyar saat pangeran tampan berkuda hitam datang.

Pangeran yang tak pernah diinginkan Dila, Joshua. Dila menghembuskan nafas panjang saat melihat Joshua duduk di sampingnya.

"Lapar nih. Makan di luar, yuk." Ajak Joshua dengan kepala yang sedikit menunduk dan sesekali melirik Dila.

"Cih. Nggak, lagian Bunda juga sementara masak kali. Kenapa malah pengen makan di luar?" Tolak Dila.

Joshua tersenyum kecil.

"Dil.. Apa lo dan pacar lo sudah kenal lama?" tanya Joshua tiba-tiba dengan wajah yang sedikit merona.

Dila lalu berbalik dan menatap Joshua dengan geram.

"Kenapa lo menanyakan itu?"

Semenit, sedetik, sekarang juga, bahkan di momen ini, Dila ingin segera menonjok bibir Joshua sampai lebam karena menanyakan itu. Namun, tidak seperti biasanya, Dila akhirnya mencoba sabar, mengacuhkannya lalu berjalan masuk dengan kesal ke kamarnya.

"Astaga.."

Joshua selalu saja menghancurkan moodnya, bahkan saat mereka sudah berbaikan.

"Kenapa gue ngomong begitu, sih?" rutuk Joshua sambil menggigit bibir bawahnya.

Sekarang Johan sudah tidak ada, jarak telah mengambilnya dalam sekejap. Dila meringkuk di ranjangnya.


***

*03.20 PM*

Hari ini langit cerah dan tak ada angin. Ini adalah hari yang sempurna untuk bersenang-senang, apalagi hari ini adalah hari Minggu.

Namun, Dila merasa hari ini sangat mendung, angin berhembus dengan kencang, itu karena pengaruh hatinya yang sedang menggalau. Tidak ada lagi tawa Johan yang renyah saat Dila melongo karena tidak mengerti apa yang dibicarakan Johan.

Dila sangat merindukan Johan.

Vernon yang tadi keluar dari kamar Dino untuk menemui Dila, merasa penasaran akan Joshua, cowok yang baru dilihatnya itu. Vernon kembali masuk lalu bertanya pada Dino,

"Dino, apa terjadi sesuatu antara Kak Dila dengan cowok itu? Rasanya, kak Dila bersikap dingin sama cowok itu. Siapa sih dia?"

"Entahlah, gue nggak pernah tau apa-apa tentang mereka. Gue juga nggak terlalu suka sih sama Joshua. Kenapa emang?" Jawab Dino.

Vernon hanya mengalihkan matanya dari Dino sambil menggelengkan kepalanya. Dino sebenarnya sangat penasaran tentang kakaknya dan Joshua, namun Dino sudah cukup sibuk di sekolah karena dia sudah kelas 3 yang nantinya akan mengikuti Ujian Nasional.

Dino tak ingin berpikiran buruk.

"Oh, iya. Ngomong-ngomong lo sudah nelpon Debby nggak?" tanya Vernon.

"Lo aja yang telpon." Jawab Dino cuek.

Vernon terkejut melihat Dino yang tiba-tiba cuek jika ditanya soal Debby.

"Hmm, apa yang lo lihat? Lo udah ngelihatin gue sejak tadi. Gue penasaran apa yang lo lihat. Apa ada sesuatu di muka gue? Atau lo iri karena gue lebih ganteng dari lo?" tanya Dino.

Vernon memasang muka jijiknya.

"Nggak, aneh aja. Lo tiba-tiba kayak cuek gitu bahas Debby. Percayalah pada diri lo sendiri. Kalau lo yakin suka sama dia, nggak usah takut buat ditolak. Daripada lo pendam mulu kayak gitu. Din, gue sudah nggak kuat lihat lo mengubur perasaan lo sendiri. Lo pikir gue nggak tau?"

Pikiran Dino mengembara terlalu jauh dengan banyak kata 'seandainya'. Dino terdiam meresapi perkataan Vernon tadi.

Dia pun menghubungi Debby.

"Halo, lo pergi ke acaranya Dicky kan? Gue tunggu yah."

***

*03.29 PM*

Sementara itu, Diba sedang berada di toko alat tulis kantor bersama Eza untuk membeli beberapa keperluan dalam kerja kelompoknya bersama Eza. Diba merasa risih karena toko tersebut sangat padat pengunjungnya.

Eza kemudian menggenggam tangan Diba agar mereka tak terpisah. Namun itu membuat Diba merasa canggung dan segera melepaskan tangannya dari Eza.

"Jujurlah pada diri lo sendiri. Kalau lo masih merasa tertekan soal perasaan gue ke lo, gue minta maaf. Gue nggak akan maksain lo kok. Berhubung di sini ramai, gue nggak mau terpisah dari lo, jadi bisa nggak kalau kita bergandengan?" kata Eza.

Diba berpikir sejenak kemudian mengangguk pelan. Eza pun menggenggam tangan Diba dengan erat lalu mereka berjalan masuk mencari keperluan mereka.

Beautiful my love
Beautiful your heart
It's a beautiful life
- Crush, Beautiful




***

Hanya orang bodoh yang menyimpan masa lalunya di masa depan.


H

iya~

Jangan lupa vote dan commentnya !!
Thx (◠‿・)-☆

Salam Feunsangie, luv luv (〃゚3゚〃)

Semicolon ; MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang